Saturday, June 28, 2014

[Fanfiction] The Beginning (Chapter 8)

Title: The Beginning

Chapter: 8/? 
Genre: Romance, Comedy, School-life

Rate: PG-12

Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').

Cast:
-EXO members
-Original Characters

Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.
Author notes:
AKHIRNYA UPDATE LAGI~ (sampe kapan lo akan terus berkata seperti ini tiap lo update? -_-) Maaf kalo terlalu lama ngga update (melirik Audra). Soalnya otak langsung nge-blank terutama setelah saya sudah melaksanakan tugas sebagai panitia kesehatan acara sekolah saya. Btw chapter yang ini bakalan panjang dalam arti BANGET. Maaf kalo terlalu membosankan. Akibat otak lagi blank dipaksa mikir wkwk
Happy read~



~oOo~

Musim ujian tengah semester pun mulai tiba. Seluruh siswa Jeguk Middle School mulai mempersiapkan diri mereka masing-masing untuk ujian tengah semester nanti.

Begitu pula dengan Heerin. Gadis itu menjadi rajin belajar sesuai dengan apa yang ia janjikan pada Joonmyeon pada hari ketika ia ‘meminta maaf’ kepada Joonmyeon. Pemuda bermarga Kim itu sendiri jadi senang melihat Heerin jadi bersemangat seperti itu.

Dan ternyata tidak membutuhkan waktu lama agar Heerin memahami matematika.  Hanya dalam waktu satu minggu ia sudah bisa mengerti materi-materi untuk ujian tengah semester. Itu cukup membuat Joonmyeon –yang juga cerdas secara alamiah– terkagum karenanya.

Apalagi ini menyangkut gadis yang disukainya.

“.....jadi hasilnya x sama dengan 3 dan y sama dengan -1. Majjyeo?” tanya Heerin begitu ia berhasil memecahkan soal tentang linear dua variabel.

Mungkin kalian heran, kenapa anak kelas 1 SMP sudah mengerjakan soal tentang persamaan linear dua variabel yang notabene materi kelas 2 SMP?

Ya karena itu tadi. Gadis itu sudah memahami tentang persamaan linear dalam sekejap. Dan ia menemui soal persamaan linear dua variabel di buku latihan soal milik Joonmyeon (tahu sendiri ‘kan dia suka pelajaran matematika?).

Karena penasaran Heerin ingin mencoba mengerjakan soal itu. Awalnya Joonmyeon ragu apa ia perlu mengajari Heerin materi itu atau tidak. Namun akhirnya ia pun mengajarinya juga. Tidak lupa juga dengan metode penyelesaiannya yaitu metode grafik, substitusi, dan eliminasi.

Tapi siapa sangka dalam sekejap saja seorang Shin Heerin yang –katanya– tidak bisa berdamai dengan matematika itu ternyata bisa menjawab salah satu soal dengan baik dan benar?

Joonmyeon sendiri –yang notabene cerdas secara alamiah– melongo karena ternyata Heerin bisa mengerti dalam sekejap. Siapa sangka ternyata gadis itu benar-benar cerdas (sama seperti dirinya)?

Tak lama sebuah senyum terukir pada wajah tampan Joonmyeon. “Ne, maja,” jawabnya singkat namun cukup membuat Heerin yang –katanya– dingin itu bersorak senang.

Satu lagi keajaiban ekspresi dari seorang Shin Heerin yang baru dilihat oleh Joonmyeon.

“Aku baru tahu kalau seorang yang katanya tidak bisa berdamai dengan matematika ternyata bisa memecahkan persoalan kelas 2 SMP,” komentar Joonmyeon yang masih tersenyum kagum. “Padahal baru diterangkan materinya hari ini.”

“Entahlah. Mungkin sebenarnya aku juga cerdas sepertimu,” ujar Heerin.

Ah iya. Satu lagi. Semenjak kejadian itu juga perlahan Heerin mulai membuka diri terhadap Joonmyeon. Walaupun masih ada sedikit kehati-hatian karena ia tidak mau membuat pemuda bermarga Kim itu marah lagi.

Joonmyeon tertawa pelan mendengarnya. Satu tangannya mengacak pelan rambut Heerin–entah kenapa hal itu sudah menjadi kebiasaan tersendiri baginya.

“Kau ini ada-ada saja,” ucap Joonmyeon. Kembali Heerin hanya bisa terperangah karena diperlakukan seperti itu.

Gomawo, sunbaenim. Karena kau masih mau baik padaku,” kata Heerin jujur.

Mengerti akan maksud dari perkataan Heerin barusan membuat Joonmyeon tersenyum. “Gwaenchana. Kau ‘kan memang begitu, makanya aku masih bisa mewajarinya,” balasnya.

Heerin tersenyum kecil mendengarnya. “Kau ini sudah seperti kakakku saja,” tukasnya pelan.

Hening sejenak. Kedua mata Joonmyeon berkedip berkali-kali.

“Maksudmu....??” tanya Joonmyeon, agak tidak mengerti maksud perkataan Heerin barusan. Ia memang pernah dibilang seperti itu oleh Heerin, tapi kenapa sekarang rasanya agak berbeda......

“Iya. Kau itu seperti Minseok-oppa saja. Kau sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri,” jawab Heerin yang masih setia dengan senyum kecilnya.



Kau sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.



Kenapa rasanya Joonmyeon seperti tersambar oleh petir begitu ia mendengar kalimat itu?

Sudah kenal (lumayan) dekat, memberikan perhatian yang begitu lebih, dan ternyata perhatian itu dianggap sebagai.......perhatian seorang kakak?

“Ah sayang sekali Tao tidak bisa ikut belajar bersama.....” gumam Heerin yang kemudian kembali sibuk mengerjakan soal matematikanya. Tidak menghiraukan sosok Joonmyeon yang diam di tempatnya duduk saat ini.

~oOo~

-Sementara itu, di waktu yang bersamaan.....-

Hari ini Seungwoo, Hyunra, Chanyeol, dan Tao berencana untuk belajar bersama di rumah Seungwoo. Awalnya mereka berniat ingin mengajak Heerin juga, namun gadis itu tidak bisa.

“Sayang sekali ya Heerin tidak bisa ikut bersama kita,” keluh Seungwoo sembari mengerjakan latihan soal fisika dari buku cetaknya.

“Kau tahu sendiri ‘kan kalau dia itu jarang keluar rumah? Dia bukan tipikal orang yang senang jalan-jalan,” tutur Hyunra yang sedang membaca-baca buku sejarah.

“Sudah, sudah. Lebih baik kalian fokus belajar untuk ujian tengah semester nanti,” sahut Chanyeol yang juga sibuk membaca buku sejarah. Seungwoo melirik kekasihnya–tidak, tepatnya buku yang tengah dibaca Chanyeol.

“Aish! Bilangnya menyuruh kita belajar padahal sendirinya saja membaca komik! Cih, tipu daya,” omel Seungwoo begitu sadar kalau sedari tadi Chanyeol membaca komik yang diselipkan di dalam buku sejarah.

“Ayolah, Seungie-ya. Aku sedang membaca Kuroshitsuji dan sedang bagian seru-serunya,” ujar Chanyeol yang masih sibuk dengan kegiatan membaca komiknya.

“Sini, berikan komiknya padaku. Aku akan mengajarimu fisika,” Chanyeol mengerang kesal mendengar perkataan Seungwoo barusan.

“Aku tidak suka fisika. Matematika juga. Yang jelas aku tidak suka hitung-hitungan!” protes Chanyeol.

“Aish.....kau ini sama saja dengan Heerin. Sini, kemarikan komiknya padaku!” Seungwoo mencoba mengambil komik itu dari tangan Chanyeol. Namun Chanyeol malah menjauhkan komik yang ia baca dari jangkauan Seungwoo.

“Park Chanyeol, kembalikan tidak! Atau tidak–“ tubuh Seungwoo hampir saja terjatuh menimpa kalau pemuda bermarga Park itu tidak menahan tubuh Seungwoo dengan satu tangannya.

Seungwoo terkejut begitu menyadari posisi mereka saat ini, sementara Chanyeol hanya tersenyum kepada kekasihnya.

“Walaupun kau terkadang galak tapi tetap saja kau tidak bisa menghilangkan kecerobohanmu itu ya,” tutur Chanyeol. Sementara wajah Seungwoo merona hebat begitu menyadari posisi mereka saat ini.

“EHEM!” suara deheman sukses membuat pasangan itu beranjak dari posisi mereka. Mereka berdua menoleh kearah Hyunra dan Tao yang kini menatap mereka tajam.

“Kalau mau mesra-mesraan jangan disini,” gerutu Hyunra.

“Kalian berdua masih kelas 1 SMP. Jangan melakukan hal yang tidak-tidak,” ucap Tao dengan horror. Seungwoo menundukkan kepalanya malu, sementara Chanyeol memasang cengiran khasnya kepada kedua temannya itu.

“Hahaha, mian mian. Aku tidak bermaksud membuat kalian berdua cemburu, kok,” kata Chanyeol yang diakhiri dengan tawa renyahnya.

Telinga Tao memerah mendengar ucapan Chanyeol barusan. Ia kemudian sedikit melirik Hyunra yang kini menghela nafasnya.

Ya! Tao! Kau sendiri malah melirik-lirik Hyunra!” balas Chanyeol sembari menunjuk Tao.

Spontan Hyunra langsung menoleh kearah Tao yang kini menatap Chanyeol seolah ingin memakan pemuda bermarga Park itu.

Ya! Jaga bicaramu!” omel Tao. Sementara yang diomeli menjulurkan lidahnya. Melihat Tao seperti itu membuat Hyunra tertawa pelan, dan membuat Tao menoleh kearah Hyunra.

“Apa ada yang lucu, Hyunnie?” tanya Tao kepada Hyunra yang masih tertawa sembari menatapnya.

Aigoo.....bahkan sekarang Tao mulai memanggil Hyunra dengan panggilan Hyunnie~” goda Seungwoo. Tampaknya ia mulai semangat menggoda kedua temannya ini.

Baik wajah Tao maupun Hyunra memerah tatkala mereka mendengar ledekan dari Seungwoo. “Apaan sih, kau ini. Heerin juga memanggilku dengan panggilan itu,” kilah Hyunra.

“Tapi ‘kan kalau Heerin memanggilmu ‘Hyunnie’ kan berbeda makna, Hyunra,” ujar Chanyeol. Hyunra menatap tajam temannya yang bertubuh tinggi seperti Tao itu.

“Tiang listrik sepertimu diam saja, deh!” omel Hyunra. “S-sudahlah! Lebih baik kita kembali melanjutkan kegiatan belajarnya.....” katanya yang kemudian mulai mencari-cari soal matematika yang mungkin bisa dikerjakannya.

“Aish, jangan salah tingkah seperti itu, Hyunra~” Seungwoo tampaknya masih tak puas menggoda temannya itu.

Ya! Aku dan Tao itu tidak ada hubungan apa-apa! Kami hanya teman!”

“Tepatnya ‘belum ada hubungan apa-apa’,” balas Seungwoo dan Chanyeol serempak. Rona merah pada wajah Tao makin menjadi-jadi, namun ia tak ada niatan untuk protes seperti Hyunra.

“Lihatlah, Hyunra. Tao saja tidak protes,” kata Chanyeol sambil menunjuk Tao lagi.

“Aku tidak perlu protes dengan berbicara. Cukup kupatahkan lenganmu saja pasti masalah akan selesai,” ancam Tao (berusaha mencoba) tenang.

Dan voila. Ancaman darinya tadi sukses membuat seorang Park Chanyeol berhenti menggodanya.

“Hei, panda. Jangan marah begitu. Aku takut nih kalau kau seperti itu,” kata Chanyeol sambil menunjukkan cengiran tanda mengajak perdamaian.

“Habisnya aku tidak enak karena kalian meledek Hyunra terus-terusan seperti itu,” tukas Tao (yang masih berusaha mencoba) tenang. Ia kemudian melanjutkan kegiatan belajarnya yang terhenti.

Sementara itu Hyunra tertegun mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Tao. Gadis itu menatap Tao yang dengan tenangnya belajar kembali. Secercah perasaan bahagia membuncah dalam diri Hyunra.

Tanpa kedua insan itu sadari, Seungwoo dan Chanyeol tengah merencanakan sesuatu untuk Tao dan Hyunra.

~oOo~

Musim ujian pun tiba. Seluruh siswa Jeguk Middle School mencoba mengingat-ingat kembali materi-materi yang telah dipelajari untuk ujian. Semangat belajar mereka tampak begitu membara demi mendapatkan nilai bagus.

Yah, kecuali untuk satu orang.

“Ayolah, Joonmyeon-ah,” Luhan mulai bersuara begitu teman sebangkunya itu mengakhiri ceritanya. Diliriknya sosok Joonmyeon yang membenamkan wajahnya kepada lengannya yang berada di atas meja.

“Masa hanya karena hal seperti itu saja kau langsung begini sih?” tanya Luhan. “Kau tampak lebih nge-down karena masalah ini dibandingkan masalah nilaiku lebih tinggi darimu.”

Joonmyeon mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan pada lipatan kedua lengannya, lalu menatap Luhan dengan tatapan tak percaya.

“Kau ini benar-benar tidak mengerti situasiku, Luhan,” kata Joonmyeon dengan suara seolah-olah ia tidak dikasih makan selama hampir 1 tahun. “Aku mencoba mendekatinya, memberikan perhatian yang lebih kepadanya, tetapi pada akhirnya......”

“Kau dianggap seperti kakak olehnya,” Sungchan melanjutkan kalimat Joonmyeon yang terhenti karena pemuda itu tidak sanggup melanjutkan perkataannya.

Luhan menghela nafasnya. “Tampaknya kau benar-benar jatuh cinta pada gadis itu,” ucap pemuda Cina itu asal namun mengenai tepat di hati Joonmyeon.

“Apa sih yang membuatmu berambisius mengejarnya? Kau ‘kan biasanya lebih berambisi mengejar nilaimu,” tanya Sungchan pada akhirnya. Luhan pun langsung antusias ingin mendengar jawaban dari Joonmyeon.

Joonmyeon terdiam sejenak, haruskah ia mengatakan semuanya kepada kedua temannya ini?

Pemuda berambut hitam itu menghela nafasnya sebelum akhirnya ia menjawab dengan suara yang pelan–namun masih terdengar dalam indera pendengaran Luhan dan Sungchan, “Aku disuruh oleh ayahku untuk menjadikannya sebagai pendamping hidupku.”

Kedua mata Luhan dan Sungchan membelalak mendengar jawaban dari Joonmyeon.

MWO?! JADI TERNYATA KAU DAN DIA–“

Spontan Joonmyeon langsung membekap mulut Luhan yang hampir saja membocorkan semuanya. Inilah alasan kenapa ia tidak mau menceritakannya terutama di depan Luhan.

Baik Joonmyeon maupun Sungchan langsung meminta maaf kepada teman-teman sekelas mereka yang lain yang kini tengah menatap kearah mereka akibat mendengar seekor rusa memekik tadi.

Begitu perhatian tidak tertuju kepada mereka kembali, Joonmyeon melepas tangannya dari mulut Luhan.

Ya! Neo michyeosseo?! Satu sekolah bisa heboh kalau kau membocorkan segalanya!” omel Joonmyeon dengan suara setengah berbisik. Sementara Luhan membentuk jari telunjuk dan tengahnya menjadi huruf V.

“Aku ‘kan tidak sengaja. Lagipula kau pikir aku tidak kaget karena ayahmu menjodohkanmu dengan adiknya Minseok-hyung?” tanya Luhan dengan nada tak kalah kesal.

“Bukan menjodohkan, tetapi menyuruhku menjadikannya sebagai pendamping hidup,” ralat Joonmyeon.

“Aish sama saja!”

“Kalau ayahmu sudah angkat bicara berarti kau memang tidak bisa berkutik lagi, hm?” terka Sungchan–yang menjadi manusia paling normal diantara mereka bertiga. Kali ini Joonmyeon melirik sengit gadis bermarga Han itu.

“Oh, ayolah. Sudah terlihat jelas kalau kau tertarik pada gadis itu. Dan lagi, kau bilang orangtuamu menyuruhmu seperti itu ‘kan? Itu berarti kau sudah mendapat restu dari orangtuamu. Tinggal mendapat restu dari orangtua gadis itu saja. Walaupun entah kenapa aku yakin kalau mereka sudah merestuinya,” jelas Sungchan.

Luhan tersenyum kagum kepada gadis itu. “Wah, Sungchan pintar sekali,” pujinya dan terdengar tulus.

Pipi Sungchan merona mendengar pujian yang tulus dari Luhan tadi.

“Memangnya kau sendiri tidak tertarik dengan seorang namja saat ini?” tanya Joonmyeon sekenanya namun ia yakin kalau Sungchan akan salah tingkah mendengar pertanyaannya barusan.

Benar saja. Gadis itu sempat salah tingkah untuk sejenak sebelum akhirnya ia mencoba tenang kembali. Dengan (mencoba untuk) tenang ia menjawab, “Saat ini aku lebih tertarik untuk belajar.”

Joonmyeon hanya ber-‘oh’ ria mendengarnya. Kedua matanya kini melirik Luhan, dan.....oh? Apa ia baru saja menangkap gurat kekecewaan pada ekspresi pemuda Cina itu?

Pemuda bermarga Kim itu menahan dirinya untuk tidak tersenyum. Kena kau, rusa, batinnya.

Sementara itu suasana yang sama pun juga hadir di ruang kelas 1-7. Para siswa masih mencoba mempelajari materi-materi yang sudah mereka pelajari dari kemarin-kemarin. Jam pertama adalah ulangan sejarah.

“Aish pelajaran seperti ini bukan materi penguasaanku,” gerutu Chanyeol yang masih setia membaca buku sejarahnya. Ia menoleh kearah Hyunra dan Seungwoo yang belajar sambil bercengkerama satu sama lain.

“Hoi, peringkat 1 dan peringkat 2. Ajari aku, dong,” pinta Chanyeol kepada kedua gadis yang pintar itu.

“Kau ‘kan jenius dalam main game, Yeol-ah. Kenapa minta tolong kepada kami?” tukas Seungwoo santai yang kemudian lanjut belajar bersama Hyunra.

Chanyeol merengut kesal. Ia kemudian menatap Heerin yang dengan tenang dan seriusnya belajar sendiri.

“Kau serius sekali, Heerin-ah,” kata Chanyeol sembari menatap temannya yang satu itu. Heerin menoleh sejenak kearah Chanyeol sebelum ia menjawab, “Demi kemajuan nilaiku, Chanyeol-ah. Aku tidak mau santai-santai terus.”

Pemuda bermarga Park itu menatap kagum Heerin yang biasanya lebih memilih untuk bermain dengan ponselnya.

“Eumm.....Heerin-ah,” panggil Chanyeol lagi.

Wae, Chanyeol?”

Chanyeol pun menatap Heerin dengan puppy eyes-nya. “Kau mau membantu mengajariku sejarah, tidak? Hanya kau satu-satunya harapanku. Seungwoo dan Hyunra tidak mau membantuku,” pintanya.

Heerin terkekeh mendengar pintaan Chanyeol barusan. “Kau bingung di bagian mana?”

Raut wajah Chanyeol mencerah begitu tahu Heerin mau membantunya. Pemuda itu langsung duduk di bangku sebelah bangku Heerin yang kosong lalu menjawab, “Aku masih bingung bagian Zaman Tembikar Jeulmun dan Zaman Tembikar Mumun.”

Dengan baik hati Heerin membantu Chanyeol menjelaskan tentang zaman tembikar yang pernah ada di Korea. Sampai akhirnya bel masuk berbunyi.

Hampir seluruh siswa mengerang frustasi begitu tahu bel telah berbunyi. Mereka langsung kembali ke tempat duduk mereka dan memasukkan buku mereka ke dalam tas begitu guru pengawas telah memasuki ruangan. Tidak lupa mereka memasukkan ponsel mereka ke dalam kotak untuk menyimpan ponsel yang diletakkan di atas meja guru.

Lembar soal dan jawaban pun mulai dibagikan dari deretan meja paling depan menuju deretan paling belakang. Seluruh siswa memeriksa lembar soal apabila ada kecacatan dalam lembar soal. Barulah kemudiannya mereka mengerjakan soal ujian dengan tenang dan tentram.

Heerin tampak begitu tenang dan santai mengerjakan soal. Lagipula sejarah merupakan kesukaannya. Guru pembimbing pelajaran sejarah pun juga memberikan poin plus kepada Heerin.

Sementara itu Joonmyeon juga tampak tenang dalam mengerjakan soal sekalipun sejarah bukanlah materi kesukaannya. Tapi karena ia cerdas secara alamiah makanya Joonmyeon bisa mengingat materi dengan baik.

90 menit kemudian, bel tanda ujian selesai dibunyikan. Seluruh siswa langsung mengumpulkan lembar jawaban beserta soal kepada guru pengawas. Setelah menyusun lembar jawaban secara urut, guru pengawas keluar dari ruang kelas menuju ruang pengawas.

Ujian kedua pada hari itu adalah ujian sains. Waktu istirahat mereka pakai untuk makan di kantin sekaligus belajar bersama.

Seperti biasa, Seungwoo dan Hyunra pun belajar dengan santainya sampai-sampai tidak bisa diganggu. Membuat baik Chanyeol maupun Tao yang ingin bertanya-tanya kepada mereka (sekaligus pendekatan untuk Tao) tidak digubris sama sekali.

“Mereka senang sekali sih, bermesraan seperti itu,” gerutu Chanyeol sembari membaca rumus-rumus di buku catatan fisikanya.

“Sudahlah. Mereka ‘kan termasuk yang paling pintar di kelas, makanya mereka punya cara belajar tersendiri demi mempertahankan peringkat mereka,” kata Tao.

“Tapi tidak harus seperti itu juga,” Chanyeol menggembungkan pipinya kesal. Ia menoleh kearah Heerin yang belajar sendiri dengan tenangnya.

“Bahkan Heerin saja belajar sendiri dan masih mau membantu kalau ada yang bertanya kepadanya,” lanjut pemuda bermarga Park itu. Merasa terpanggil, Heerin menoleh kearah Chanyeol.

“Ada apa bawa-bawa namaku?” tanya Heerin.

“Lihat teman-temanmu. Aku mencoba bertanya kepada mereka tentang vektor tapi mereka tidak mau membantu,” celoteh Chanyeol yang masih kesal karena Hyunra dan Seungwoo–terutama  kekasihnya sendiri tidak mau membantunya.

Heerin terkekeh mendengar celotehan Chanyeol. “Sudahlah. Kau ‘kan bisa bertanya pada Tao,” ujar Heerin.

“Dia maunya bertanya kepada kekasihnya sendiri,” sahut Tao. Chanyeol menatap pemuda Cina di sebelahnya itu sengit.

“Memangnya kau pikir aku tidak tahu kalau kau mau bertanya kepada Hyunra juga, eoh?” balas Chanyeol yang sukses membuat Tao terdiam dengan wajah yang memerah.

Kembali Heerin hanya bisa terkekeh mendengar kedua pemuda bertubuh tinggi seperti tiang itu ‘bertengkar’ seperti biasa.

Seperti Hyunra dan Seungwoo saja, batinnya. Ia kemudian membaca kembali catatan rumus-rumus fisika serta contoh-contoh soal yang ia dapat dari Joonmyeon.

Yap, selain matematika Heerin juga bertanya-tanya tentang pelajaran fisika kepada tetangganya itu. Karena fisika juga termasuk pelajaran hitung-hitungan yang Heerin sendiri tidak suka.

Ia merasa tertolong karena Joonmyeon. Pemuda itu mau membantunya mengajari matematika dan fisika dengan sepenuh hati. Membuat Heerin menjadi tidak enak lagi karena ia pernah berperilaku keterlaluan kepada Joonmyeon sampai pemuda itu marah padanya.

Andaikan gadis itu tahu kalau sebenarnya Joonmyeon sama sekali tidak marah kepadanya karena kejadian malam itu.....

Bel tanda ujian berbunyi. Para siswa yang berada di luar kelas langsung bergegas menuju kelas mereka masing-masing.

~oOo~

Hari demi hari pada musim ujian itu dapat terlewati dengan baik. Sampai akhirnya hari terakhir ujian pun tiba.....

“Akhirnya ujian matematika tiba juga~” seru Seungwoo yang tampak senang–ia ahlinya pelajaran matematika.

Chanyeol hanya memutar bola matanya bosan. “Iya aku tahu kau ini peringkat 1 di kelas apalagi kalau soal ujian matematika,” gerutu pemuda itu.

“Aish kau ini kenapa sih? Memangnya salah kalau aku suka matematika?” tanya Seungwoo merasa tidak terima.

“Tentu saja salah. Kau sampai tidak mau mempedulikan namjachingu-mu ini,” jawab Chanyeol masih dengan kesalnya.

“Sudah, sudah. Kalian jangan bertengkar begitu. Seungwoo-ah, mending kita belajar bersama lagi,” Hyunra mencoba melerai mereka. Mendengar perkataan Hyunra membuat kedua mata Chanyeol terbelalak.

Mwo?! Ya! Kenapa sih harus kalian berdua yang belajar bersama terus?!?” omel Chanyeol.

“Aish....kau ini kebanyakan mengomel. Lihatlah Tao dan Heerin, mereka berdua belajar dengan tenangnya,” kata Seungwoo sembari menunjuk Heerin dan Tao yang tengah belajar bersama dengan tenangnya.

Chanyeol menghela nafasnya. “Terserah kalian,” gumamnya kesal sebelum ia menghampiri dua manusia yang namanya disebutkan oleh Seungwoo tadi.

“....jadi jawaban dari x adalah -2. Kau mengerti, ‘kan, Tao?” Heerin–yang ternyata sedang membantu Tao, mengakhiri penjelasannya mengenai salah satu soal yang Tao agak kesusahan mengerjakannya.

Tao menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti sekarang! Wah, kau seperti Junmian-gēgē saja. Jenius sekali,” puji Tao.

Heerin sendiri tersenyum mendengarnya. “Tidak juga. Dia ‘kan sudah jenius dari lahir. Aku seperti ini karena diajarinya, tahu,” Heerin merendah diri.

“Tapi Junmian- sendiri berkata kalau kau itu jenius. Bahkan kau sudah bisa memecahkan soal untuk anak kelas 2 SMP sementara kau sendiri tidak suka matematika,” ujar Tao. Heerin terdiam mendengarnya.

“Joonmyeon-sunbaenim menceritakan bagian itu?” tanya Heerin. Tao menganggukkan kepalanya.

Ne. Bahkan Junmian- sendiri senang karena akhirnya kau mau termotivasi untuk belajar matematika. Dia bilang kalau kau berkembang dengan sangat baik, dan itu membuat dia terkagum-kagum padamu,” terang Tao.

Heerin tertegun mendengar penjelasan Tao barusan. Perasaan bahagia membuncah dalam dirinya begitu tahu kalau ternyata Joonmyeon membanggakan dirinya. Entah kenapa setiap Joonmyeon bangga kepada Heerin membuat gadis itu jadi termotivasi.

Benar-benar contoh kakak yang sangat baik, batinnya. Segaris senyum terukir pada wajahnya.

Ah, kalau pemuda bermarga Kim itu mendengar kata batin Heerin mungkin ia akan down lagi seperti hari pertama ujian.

Bel masuk pun berbunyi. Seluruh murid langsung bergegas menuju tempat duduk mereka sebelum guru pengawas masuk ke dalam ruangan.

Heerin berdoa agar ia bisa mengerjakan soal matematika dengan sangat baik. Tepat setelah gadis itu selesai berdoa, guru pengawas ujian matematika di kelas 1-7 masuk ke dalam ruangan.

Semoga aku bisa mengerjakannya dengan baik dan tidak mengecewakan semuanya, harap gadis bermarga Shin itu dalam hati. Terutama Joonmyeon-sunbaenim.....

~oOo~

Hasil ujian pun sudah keluar. Para murid merasa was-was, penasaran dengan hasil ujian mereka.

Yoo-seonsaeng memasuki ruang kelas 1-7, membuat para siswa di kelas itu menjadi tambah antusias dan penasaran akan hasil ujian tengah semester mereka.

Ketua kelas menyiapkan kelas kemudian memimpin untuk memberi salam kepada wali kelas mereka.

“Terima kasih, hoejang,” kata Yoo-seonsaeng sebelum sang ketua kelas duduk. Pria separuh baya itu membaca isi kertas yang murid-murid yakini sebagai hasil ujian dari siswa kelas 1-7.

“Hasil ujian tengah semester kalian sangat baik dan bahkan rata-rata kelas kita menjadi yang paling tertinggi diantara kelas-kelas lainnya,” mulai Yoo-seonsaeng yang membuat seluruh siswa di kelas 1-7 bersorak senang.

“Semua, harap tenang. Saya belum selesai,” Yoo-seonsaeng mencoba menenangkan suasana. “Berterimakasihlah kepada kedua teman kalian yang memberikan nilai yang begitu luar biasa kepada kelas kita.”

Seluruh murid langsung menatap Seungwoo dan Hyunra – yang notabene menjadi murid terpintar di kelas.

Chukhahamnida, Shin Heerin-sshi, geurigo Park Chanyeol-sshi,” spontan semua siswa di kelas 1-7 langsung memandang Heerin dan Chanyeol tidak percaya.

Sementara yang menjadi pusat perhatian langsung tercengang, tidak menyangka kalau mereka menjadi peraih nilai tertinggi di kelas.

“Kalian tidak hanya meraih nilai tertinggi di kelas, tetapi juga meraih nilai tertinggi se-angkatan,” lanjutan dari ucapan Yoo-seonsaeng sekali lagi membuat semua siswa kelas 1-7 (kecuali Heerin dan Chanyeol, tentunya) terkesiap kagum kepada mereka berdua.

Baik Heerin maupun Chanyeol langsung tersenyum karena ucapan Yoo-seonsaeng sekaligus karena mendengar pujian dari teman sekelas mereka.

Ingatkan Heerin untuk berterima kasih kepada seseorang bernama Kim Joonmyeon nanti.

~oOo~

“Aku masih kaget karena kalian berdua mendapat nilai tertinggi tidak hanya di kelas, tetapi juga se-angkatan,” Hyunra masih tak henti-hentinya menelontarkan kekagumannya kepada Heerin dan Chanyeol.

Saat ini Heerin, Seungwoo, Hyunra, Chanyeol, dan Tao tengah berjalan pulang bersama.

“Padahal yang aku tahu kalian berdua itu ‘kan lebih senang bermain game daripada belajar. Tapi pada akhirnya jadi begini, ya,” ujar Seungwoo. Chanyeol langsung memeluk pinggang kekasihnya itu.

“Justru orang yang bermain game itu sudah dihadiahkan otak jenius, Seungie-ya,” kata Chanyeol dengan suara beratnya. Spontan wajah Seungwoo merona mendengar suara berat Chanyeol barusan.

Ya! Kalian berdua masih kelas 1 SMP tapi sudah bermesra-mesraan seperti orang dewasa!” omel Hyunra yang merasa geli melihat kemesraan Seungwoo dan Chanyeol.

“Kalau kau mau seperti kami, ajaklah Tao. Dia pasti tidak keberatan,” balas Chanyeol santai. Dan itu sukses membuat telinga Tao memerah mendengarnya.

“Yaish....jaga bicaramu, Park Chanyeol. Kau mau membuat Tao terkena culture shock?”

“Apa hubungannya dengan culture shock? Di negara lain juga orang-orang bermesraan seperti ini, tahu!”

“Tapi tidak untuk anak kelas 1 SMP!”

Kedua orang yang sama-sama bermarga Park itu terus saja beradu mulut dengan Seungwoo yang terus menyoraki agar mereka berdua berakhir dengan adu gulat di pinggir jalan.

Sementara Heerin hanya tertawa mendengar teman-temannya bertengkar seperti itu. Namun mendengar ucapan Chanyeol sebelumnya membuat Heerin jadi penasaran juga.

“Hei, Tao,” Heerin memanggil Tao, yang saat ini berjalan di sebelahnya. Yang dipanggil menoleh.

Waeyo, Heerin-ah?”

Heerin menyunggingkan senyum lalu bertanya, “Kau menyukai Hyunra?”

Mendengar pertanyaan Heerin barusan sukses membuat kedua kaki Tao berhenti melangkah, begitu pula dengan Heerin. Kembali Heerin hanya bisa tertawa karena kelakuan pemuda itu. Apalagi wajahnya yang memerah membuat semua terlihat jelas bagi Heerin.

“Ayolah, Tao. Kalau kau seperti ini malah makin ketahuan,” kata Heerin.

“T-tidak, kok..... A-aku tidak, m-menyukai Hyunra......” kilah Tao terbata-bata.

Ya. Kau pikir aku tidak tahu ketika pertama kali kau bertemu dengan Hyunra, kau langsung membatu di tempat?” tanya Heerin. Tao hanya bisa menundukkan kepalanya karena malu.

“Aku tidak tahu apa Chanyeol juga menyadarinya saat itu, tapi yang jelas aku langsung tahu. Tenang saja, aku tidak akan membocorkannya kepada mereka,” tutur Heerin seraya menatap Seungwoo dan Chanyeol–yang notabene terkenal berisik.

Pemuda berkantung mata itu menghela nafasnya mendengar perkataan Heerin. Ia tahu kalau Heerin bukanlah tipikal orang yang berisik terutama ketika mendapat suatu berita yang menghebohkan.

“Dan tampaknya Hyunra juga cukup tertarik denganmu. Mungkin kau punya kesempatan,” Tao menatap Heerin penuh harap begitu ia mendengar perkataan Heerin tadi.

“Kau yakin?” Heerin menganggukkan kepalanya.

“Lebih baik kita menyusul mereka daripada kita nanti ditinggal,” ucap Heerin begitu ia menoleh kearah teman-temannya yang sudah agak jauh dari tempat ia dan Tao berdiri saat ini.

Ne, kkaja,” mereka berdua pun langsung menghampiri ketiga teman mereka yang sudah berjalan terlebih dahulu. Yang pertama kali menyadarinya adalah Seungwoo.

Aigoo....aku baru sadar kalau daritadi kalian tertinggal,” kata Seungwoo begitu Heerin dan Tao sudah berjalan di belakangnya.

“Kalian habis membicarakan apa?” tanya gadis bermarga Lee itu agak curiga. Heerin tersenyum kecil kemudian menjawab, “Hanya berbicara hal-hal yang tidak penting saja, kok.”

Ah, jinjja?” tanya Seungwoo lagi–gadis itu terkadang suka tidak gampang percaya.

Ne. Hanya masalah antar tetangga, kok,” jawab Heerin lagi. Barulah Seungwoo mau percaya dengan Heerin.

Mereka berlima pun terus berjalan sampai akhirnya mereka melewati sebuah toko yang berhasil menarik perhatian mereka.

“Eh? Itu toko apa?” tanya Seungwoo sembari menunjuk kearah sebuah toko yang menampilkan berbagai figuran di etalase-nya.

“Kalau aku tidak salah, itu toko boneka yang baru buka,” jawab Hyunra.

“Ah, jinjja? Aku mau melihat-lihat~” pinta Seungwoo kepada Chanyeol. Pemuda itu terkekeh melihat kekasihnya berpinta seperti itu kepadanya.

“Kau mau lihat-lihat?” Seungwoo menganggukkan kepalanya. Chanyeol kemudian menoleh kearah teman-temannya.

“Kami juga mau melihat-lihat, kok. Memangnya kalian berdua saja yang mau membeli boneka?” tanya Hyunra dengan nada sewot.

“Sudahlah, Hyunra. Jangan marah-marah seperti itu,” Tao mencoba menenangkan gadis bermarga Park itu. Bisa-bisa perang antar Park kembali terjadi lagi.

Dan untungnya Hyunra langsung tenang begitu mendengar Tao yang mencoba menenangkannya. Gadis itu langsung tersenyum kearah pemuda Cina itu, membuat Tao sempat salah tingkah sejenak.

“Sudahlah. Daripada berdiri seperti orang idiot terus disini, lebih baik kita masuk saja,” ajak Heerin pada akhirnya. Mereka berlima langsung masuk ke dalam toko itu.

Begitu masuk ke dalam, mereka berlima terkagum-kagum akan interior toko boneka itu. Setiap rak terdiri dari berbagai macam boneka yang lucu dan menggemaskan.

“Uwaah~ Neomu kiyeopta~” pekik Seungwoo begitu melihat berbagai macam boneka yang ada di toko itu. Tanpa ia sadari, Chanyeol tengah menatap gemas Seungwoo yang langsung berubah 180 derajat begitu melihat boneka-boneka itu.

Sementara itu Hyunra tengah melihat-lihat beragam boneka itu sampai akhirnya pandangannya jatuh kepada sesuatu.

Panda Section’

Begitulah tulisan papan yang ada di atas rak-rak yang berisikan berbagai macam boneka panda. Kedua mata Hyunra berbinar melihat berbagai macam boneka-boneka yang disusun begitu rapi di rak.

Ia berjalan mendekati salah satu rak berisikan boneka panda itu. Kedua tangannya mengambil salah satu boneka. Segaris senyum gemas terukir pada wajah Hyunra.

Hyunra mencari-cari tag harga yang terdapat pada boneka itu. Ketika menemukannya, Hyunra langsung membacanya. Betapa terkejutnya gadis itu begitu mengetahui boneka yang tengah ia pegang seharga 5500 won. Sementara dirinya sendiri tidak punya uang sebesar itu–mengingat ia sendiri masih anak SMP.

Dengan berat hati Hyunra menaruh boneka itu kembali ke raknya. Ia pun memutuskan untuk melihat-lihat boneka yang lain, tanpa menyadari sepasang mata yang sedari tadi mengawasinya.

Masih di toko yang sama, tampak Heerin yang tengah melihat-lihat di ‘Teddy Bear Section’. Yaitu rak-rak khusus untuk boneka teddy bear yang terlihat begitu menggemaskan. Boneka-boneka itu tersusun dengan begitu rapi.

Heerin melihat boneka-boneka teddy bear itu dengan kagum. Ia jadi ingin membelinya. Sampai akhirnya kedua matanya menemukan salah satu boneka yang menarik perhatiannya.

Entah kenapa boneka itu mengingatkannya pada Joonmyeon. Dan lagi, ia teringat satu hal yang ingin dilakukannya. Ia ingin berterimakasih kepada Joonmyeon.

Gadis itu mengambil boneka teddy bear itu. Ia berniat ingin membelinya dan kemudian memberikannya kepada Joonmyeon nanti. Untung saja ia teringat kalau ia membawa uang yang lebih karena tadinya ia berniat ingin membeli video game terbaru.

Tapi siapa sangka pada akhirnya ia malah membeli boneka teddy bear sebagai ucapan terimakasih untuk Joonmyeon.

Heerin kemudian berjalan menuju kasir, membayar boneka itu. Sang kasir menyapanya dengan ramah.

“Hanya ingin membeli ini saja?” tanya kasir toko itu ramah sembari menunjuk boneka teddy bear yang dipegangnya. Heerin menganggukkan kepalanya.

“Kau mau membeli ini untuk siapa?” tanya kasir toko itu lagi. Agak heran juga melihat siswi SMP membeli boneka sendiri.

“Untuk seseorang yang sudah kuanggap kakakku sendiri. Dia membantuku mendapat nilai bagus, jadinya aku ingin memberinya hadiah itu,” jawab Heerin dengan polosnya. Sang kasir yang merupakan seorang perempuan itu mengangguk paham.

Heoksi......mungkin ada kartu ucapan disini?” tanya Heerin. Sang kasir menganggukkan kepalanya.

“Tentu saja. Kau bisa melihatnya di bagian kartu ucapan,” jawab kasir itu sembari menunjuk bagian kartu ucapan.

Kamsahamnida,” ucap Heerin sebelum ia berlalu menuju bagian kartu ucapan di toko itu. Dilihatnya berbagai kartu ucapan yang unik. Kedua matanya menelusuri kartu-kartu ucapan itu sampai akhirnya ia menemukan sebuah kartu ucapan yang menarik.

Sebuah kartu ucapan dengan bagian depannya bergambar coklat batangan.

Tangan kanan Heerin langsung mengambil kartu ucapan itu. Dilihat-lihat kartu ucapan bergambar coklat di bagian depannya itu. Kemudian dia teringat satu hal. Ia langsung mencari-cari sosok yang dicarinya saat ini.

“Seungwoo-ah!” Heerin memanggil nama Seungwoo begitu ia menemukan Seungwoo dan Chanyeol yang tengah melihat-lihat boneka Rilakkuma.

Waeyo, Heerin-ah?” tanya Seungwoo heran melihat Heerin yang tiba-tiba menghampirinya.

“Kau punya parfum berbau coklat itu, ‘kan? Apa kau sedang membawanya sekarang?” Heerin bertanya balik.

“Ah itu! Aku sedang membawanya sekarang! Memangnya untuk apa?” Seungwoo pun mulai mengambil parfum yang dimaksud Heerin dari dalam tasnya.

“Aku sedang memerlukan itu. Nanti kukembalikan, kok,” jawab Heerin sembari mengambil parfum itu dari tangan Seungwoo. Kemudian gadis itu kembali berjalan menuju kasir.

“Aku juga ingin membeli ini,” kata Heerinn sembari memperlihatkan kartu ucapan yang ia ambil tadi kepada sang kasir yang tampaknya sudah membungkus boneka teddy bear yang dibeli Heerin dengan kertas kado plastik bening.

“Kau juga ingin membeli itu?” tanya sang kasir. Heerin menganggukkan kepalanya lagi.

“Aku boleh menulisnya sekarang, ‘kan?”

“Tentu saja,” Heerin langsung mengambil spidol perak yang biasanya selalu ia bawa.

Kenapa harus membeli kartu ucapan? Karena Heerin selalu kesusahan dalam mengungkapkan perasaannya secara langsung. Apalagi kepada seorang Joonmyeon, entah mengapa. Makanya Heerin memutuskan untuk membeli kartu ucapan.

Gadis itu menuliskan apa yang ingin ia sampaikan kepada Joonmyeon. Setelah selesai ia mulai menyemprotkan parfum coklat milik Seungwoo pada kartu ucapan itu.

Kasir toko boneka itu tersenyum melihat kelakuan Heerin. “Tampaknya ia orang yang spesial sekali untukmu, hmm,” kata kasir itu.

Sembari tersenyum Heerin membalas, “Begitulah. Hitung-hitung juga sebagai permintaan maaf karena aku pernah keterlaluan kepadanya.”

Kembali sang kasir hanya bisa tersenyum. “Total belanjaanmu sebesar 5520 won,” Heerin langsung mengambil sejumlah uang dari dalam tasnya. Ia memberikan uang sejumlah 6000 won itu kepada kasir. Kasir itu kemudian mengambil uang kembalian.

“Ini kembalianmu. Totalnya 480 won, dan ini belanjaanmu,” Heerin mengambil uang kembalian serta belanjaannya dari tangan kasir itu.

“Terima kasih. Kapan-kapan datang lagi, ya,” ucap kasir itu dengan nada ramah. Heerin sempat melihat nametag kasir itu sebelum ia membalas, “Ne. Kapan-kapan aku datang lagi kok, Sera-eonni.”

Kasir bernama Sera itu sempat kaget karena Heerin menyebutkan namanya. Namun ia langsung sadar kalau Heerin tahu namanya dari nametag yang ada di kemejanya.

“Oh? Heerin-ah, kau membeli boneka juga?” tanya Chanyeol begitu ia berpapasan dengan Heerin di dekat kasir. Tangannya memegang boneka Rilakkuma yang berukuran cukup besar.

Ne. Kau membelikan boneka untuk Seungwoo?” Heerin bertanya balik sambil menunjuk boneka yang berada di tangan Chanyeol.

“Iya, dia minta dibelikan boneka Rilakkuma. Kau tahu ‘kan betapa cintanya dia dengan boneka Rilakkuma?” Heerin terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.

“Ah iya. Seungwoo-ah,” Heerin memanggil nama Seungwoo begitu yang dipanggil tengah berjalan kearah Chanyeol. Heerin kemudian mengembalikan parfum coklat milik Seungwoo dan tidak lupa mengucapkan terima kasih.

“Untung kau masih ingat untuk mengembalikannya. Kalau tidak aku bisa dimarahi Kyungsoo-oppa,” celoteh Seungwoo seraya memasukkan parfum coklat itu ke dalam tasnya.

Heerin tertawa mendengar celotehan Seungwoo. Kemudian ia menatap bingkisan boneka yang berada di tangannya saat ini. Ia hanya perlu memikirkan cara memberikannya kepada Joonmyeon nanti.

~oOo~

Tampaknya Heerin tidak perlu berpikir panjang cara memberikan boneka yang ia beli tadi kepada Joonmyeon.

Karena orangtuanya hari ini mengadakan barbecue party karena setiap dua bulan sekali keluarga Shin pasti mengadakan barbecue party.

Dan tidak lupa keluarga Kim pun turut diundang. Membuat Heerin jadi tidak perlu memikirkan cara untuk mengirimkan boneka teddy bear itu kepada putra tunggal keluarga Kim itu.

Saat ini Heerin beserta keluarganya sudah berada di halaman belakang. Ayah dan ibu Heerin yang memanggang daging-daging itu, sementara Heerin dan Minseok tengah bertanding Tekken 6 via Multiplayer dengan PSP mereka masing-masing.

“Heerin-ah, tolong ambilkan saus barbecue yang ada di dapur, ne?” Heerin langsung mem-pause PSP-nya, kemudian beranjak dari tempatnya duduk untuk pergi ke dapur mengambilkan saus barbecue.

Sesampainya di dapur, Heerin langsung mengambilkan saus barbecue yang berada di lemari tempat menyimpan saus-saus serta bahan makanan lainnya.

Tiba-tiba bel pintu rumahnya berbunyi. Namun Heerin tidak perlu berpikir panjang untuk tahu siapa yang bertamu. Sembari menggenggam sebotol saus barbecue Heerin membukakan pintu.

Hal yang pertama kali Heerin temui begitu ia membuka pintu adalah Joonmyeon yang tepat berada di depan pintu. Hal kedua yang Heerin temui adalah Tao yang berada di belakang Joonmyeon, lengkap dengan sebuah senyum entah apa artinya itu.

A-annyeong, Heerin-ah....” Joonmyeon adalah orang yang pertama kali menyapa Heerin begitu pintu dibuka. Dari caranya berbicara tadi ia terlihat gugup.

Bagaimana tidak gugup ketika ia disuruh kedua orangtuanya untuk pergi ke kediaman keluarga Shin terlebih dahulu –dengan pengawalan oleh Tao– dengan alasan agar bisa dekat dengan sang ‘calon pendamping hidup’ lebih dalam?

Belum lagi sedari tadi Tao meledekinya terus. Benar-benar tipikal pendukung pasangan Joonmyeon dan Heerin....

Heerin mengulas sebuah senyum. “Annyeong, Joonmyeon-sunbaenim geurigo Tao. Silahkan masuk,” ia pun mempersilahkan kedua pemuda itu masuk.

“Paman dan bibi tidak datang?” tanya Heerin begitu menyadari kalau yang datang benar-benar hanya Joonmyeon dan Tao.

“Mereka datang agak belakangan,” jawab Tao. Heerin menganggukkan kepalanya sembari ber-oh ria.

“Ah iya. Yang lain ada di halaman belakang. Kkaja,” mereka bertiga kemudian berjalan menuju halaman belakang. Begitu berada di halaman belakang kediaman keluarga Kim, kedatangan kedua pemuda itu langsung disambut oleh ibu Heerin.

Aigoo.....kalian sudah datang,” begitulah kata ibu Heerin ketika ia melihat Joonmyeon dan Tao yang sudah datang.

“Ayah dan ibu akan datang sedikit terlambat, imonim,” tukas Joonmyeon. “Mungkin sebelum ayah dan ibu datang, aku dan Tao bisa membantu-bantu?”

Tao menatap saudara jauhnya itu tidak percaya dan dibalas dengan lirikan tajam dari sang pemuda bermarga Kim. Akhirnya Tao pun menghela nafasnya pasrah.

“Jadi kami bisa membantu apa?” tanya Tao pada akhirnya.

“Mungkin kau bisa membantu memanggang, Tao,” jawab Minseok yang kini sudah sibuk memanggang daging-daging itu diatas pemanggang. Tao sendiri langsung menyengir begitu tahu kalau ia diberi tugas memanggang daging. Sementara Joonmyeon hanya menggelengkan kepalanya–saudara jauhnya yang satu itu memang tukang makan.

Heerin tertawa kecil melihat kelakuan ketiga pemuda itu. Kemudian ia teringat dengan boneka yang ia beli tadi sore.

Kapan ia akan memberikan boneka itu untuk Joonmyeon?

“Ah iya. Joonmyeon, Tao, bisakah kalian mengambilkan minyak serta beberapa arang yang ada di dapur?” tanya Minseok.

“Memangnya hyung tidak bisa mengambilkan sendiri?” Tao bertanya balik, sedikit sebal.

“Ia meminta tolong padamu, Tao. Bagaimana kau ini,” sahut Joonmyeon. Tao memasang raut wajah sebal. Tiba-tiba sebuah ide melintas dalam benaknya.

Aigo. Ponselku bergetar!” Tao mengambil ponselnya dari dalam kantung celananya. “Dari Hyunra. Aku mau menerima telepon dulu,” pemuda Cina itu (berpura-pura) menerima telepon masuk dari Hyunra itu.

Joonmyeon yang tahu betul kalau saudara jauhnya itu tengah berpura-pura menerima telepon masuk berniat menegur Tao kalau saja ia ayah Heerin tidak angkat bicara.

“Ya sudah. Joonmyeon bisa meminta bantuan Heerin, bukan?” begitulah kata ayah Heerin.

“Ah iya. Ada di dapur, ‘kan? Biar kami ambilkan,” setelah itu Heerin kemudian berjalan kembali ke dalam rumahnya menuju dapur dan diikuti oleh Joonmyeon.

Begitu mereka berada di dapur, Heerin dan Joonmyeon langsung mengambil minyak dan dapur yang terletak di atas meja kabinet dapur itu. Melihat situasi seperti ini membuat Heerin teringat dengan rencananya tadi.

“Eumm, sunbaenim. Bisakah kau menunggu disini sebentar?”

Dahi Joonmyeon mengernyit mendengar ucapan Heerin barusan. Namun ia tetap mau memenuhi permintaan Heerin tadi.

Ne. Memangnya ada apa?” tanya Joonmyeon. Sementara yang ditanya hanya menyunggingkan senyum kecilnya sebelum ia berlalu menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Meninggalkan sosok Joonmyeon yang hanya bisa menatap heran gadis bermarga Shin itu.

Sebenarnya ada apa sih? tanya Joonmyeon dalam hati. Ia tetap bersabar menunggu di dapur itu.

Beberapa lama kemudian, Heerin kembali dari kamarnya menuju dapur......sembari membawa sebuah bungkusan?

Kali ini Joonmyeon menatap bungkusan itu dengan penuh tanya dalam benaknya. “Itu apa?” tanya Joonmyeon sembari menunjuk bungkusan yang berada dalam genggaman tangan Heerin itu.

Dengan senyum kecil yang masih terpatri pada wajahnya, Heerin memberikan bungkusan itu untuk Joonmyeon. “Untukmu, sunbaenim.”

Mwo? Untukku?” Heerin mengangguk.

Joonmyeon pun mengambil bungkusan itu dari tangan Heerin. Dilihatnya isi dari bungkusan itu.



Pemuda bermarga Kim itu terperangah begitu melihat sebuah boneka teddy bear yang memakai kostum karakter superhero Marvel, yaitu Thor.

“Tadi sore aku bersama teman-temanku mengunjungi toko boneka. Lalu begitu melihat boneka itu aku langsung teringat sunbaenim,” terang Heerin. “Anggap saja itu ucapan terima kasih.”

“Ucapan terima kasih? Untuk apa?”

“Aku meraih peringkat 1 se-angkatan pada ujian kemarin.” Kembali, Joonmyeon terperangah mendengar perkataan Heerin barusan. Setelahnya sebuah senyum terukir pada wajah tampan Joonmyeon.

Gomapta, Heerin-ah,” ucap Joonmyeon dengan nada yang begitu tulus.

Cheonmaneyo. Walaupun sebenarnya aku yang harusnya berterima kasih.” Kedua insan itu kemudian tertawa.

Aigoo.....kalian tampak akrab sekali,” tiba-tiba terdengar sebuah suara. Refleks, Heerin dan Joonmyeon langsung menengok ke arah sumber suara.

“Kalian sedang apa? Kalian tampak asyik sekali seolah-olah dunia milik kalian berdua saja,” tanya ibu Heerin–bermaksud menggoda putrinya.

“E-eumm, k-kami sedang–“

“Kami sedang mengambilkan minyak dan arang, kok,” jawab Joonmyeon santai.

Geuraeyo? Tapi kalian malah terlihat seperti bercengkerama satu sama lain saja,” kali ini ibu Joonmyeon (yang sudah datang) yang angkat bicara. Sementara sang ayah hanya bisa tersenyum penuh arti.

Dengan santainya Joonmyeon merangkul bahu Heerin. “Kami sedang pendekatan sebagai tetangga, eomma.”

Sementara Heerin sendiri tersentak kaget. Ia tidak pernah dirangkul seperti ini oleh pria lain selain ayahnya dan juga kakaknya. Dan ia merasa tidak nyaman dirangkul seperti itu.

“Ah baiklah. Terserah kalian saja. Lebih baik kalian membawa minyak dan arang itu ke belakang.”

Joonmyeon melepas rangkulannya pada Heerin lalu mengambil kantong plastik berisi arang-arang dari atas meja kabinet dapur. Sementara Heerin sendiri mengambil minyak.

Sensasi ketika dirinya dirangkul oleh Joonmyeon barusan masih menghantui Heerin. Tubuhnya sedikit bergemetar. Dan itu tertangkap dalam pandangan Joonmyeon.

“Heerin-ah, neo gwaenchana?” tanya Joonmyeon khawatir. Tangannya menyentuh bahu kanan Heerin, membuat gadis itu tersentak dan hampir saja berteriak.

N-na gwaenchana.....” jawab Heerin terbata-bata.

“Kau yakin?”

Ne. Aku tidak apa-apa. Oh iya, sunbaenim. Jangan lupa bonekanya.” Joonmyeon tertawa pelan sebelum ia mengambil boneka tadi dengan satu tangannya yang tidak memegang apa-apa. Setelah itu barulah mereka berdua berjalan menuju halaman belakang kediaman keluarga Shin.

~oOo~

0 comments:

Post a Comment

 
;