Title: The Beginning
Chapter: 8/?
Genre: Romance, Comedy, School-life
Rate: PG-12
Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').
Cast:
-EXO members
-Original Characters
Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.
Author notes:
AKHIRNYA UPDATE LAGI~ (sampe kapan lo akan terus berkata seperti ini tiap lo update? -_-) Maaf kalo terlalu lama ngga update (melirik Audra). Soalnya otak langsung nge-blank terutama setelah saya sudah melaksanakan tugas sebagai panitia kesehatan acara sekolah saya. Btw chapter yang ini bakalan panjang dalam arti BANGET. Maaf kalo terlalu membosankan. Akibat otak lagi blank dipaksa mikir wkwk
AKHIRNYA UPDATE LAGI~ (sampe kapan lo akan terus berkata seperti ini tiap lo update? -_-) Maaf kalo terlalu lama ngga update (melirik Audra). Soalnya otak langsung nge-blank terutama setelah saya sudah melaksanakan tugas sebagai panitia kesehatan acara sekolah saya. Btw chapter yang ini bakalan panjang dalam arti BANGET. Maaf kalo terlalu membosankan. Akibat otak lagi blank dipaksa mikir wkwk
Happy read~
~oOo~
Musim ujian tengah semester pun mulai tiba. Seluruh
siswa Jeguk Middle School mulai mempersiapkan diri mereka masing-masing untuk
ujian tengah semester nanti.
Begitu pula dengan Heerin. Gadis itu menjadi rajin
belajar sesuai dengan apa yang ia janjikan pada Joonmyeon pada hari ketika ia
‘meminta maaf’ kepada Joonmyeon. Pemuda bermarga Kim itu sendiri jadi senang
melihat Heerin jadi bersemangat seperti itu.
Dan ternyata tidak membutuhkan waktu lama agar
Heerin memahami matematika. Hanya dalam
waktu satu minggu ia sudah bisa mengerti materi-materi untuk ujian tengah
semester. Itu cukup membuat Joonmyeon –yang juga cerdas secara alamiah–
terkagum karenanya.
Apalagi
ini menyangkut gadis yang disukainya.
“.....jadi hasilnya x sama dengan 3 dan y sama
dengan -1. Majjyeo?” tanya Heerin begitu ia berhasil memecahkan soal
tentang linear dua variabel.
Mungkin kalian heran, kenapa anak kelas 1 SMP sudah
mengerjakan soal tentang persamaan linear dua variabel yang notabene materi
kelas 2 SMP?
Ya karena itu tadi. Gadis itu sudah memahami
tentang persamaan linear dalam sekejap. Dan ia menemui soal persamaan linear
dua variabel di buku latihan soal milik Joonmyeon (tahu sendiri ‘kan dia suka
pelajaran matematika?).
Karena penasaran Heerin ingin mencoba mengerjakan
soal itu. Awalnya Joonmyeon ragu apa ia perlu mengajari Heerin materi itu atau
tidak. Namun akhirnya ia pun mengajarinya juga. Tidak lupa juga dengan metode
penyelesaiannya yaitu metode grafik, substitusi, dan eliminasi.
Tapi siapa sangka dalam sekejap saja seorang Shin
Heerin yang –katanya– tidak bisa berdamai dengan matematika itu ternyata bisa
menjawab salah satu soal dengan baik dan benar?
Joonmyeon sendiri –yang notabene cerdas secara
alamiah– melongo karena ternyata Heerin bisa mengerti dalam sekejap. Siapa
sangka ternyata gadis itu benar-benar cerdas (sama seperti dirinya)?
Tak lama sebuah senyum terukir pada wajah tampan
Joonmyeon. “Ne, maja,” jawabnya singkat namun cukup membuat Heerin yang
–katanya– dingin itu bersorak senang.
Satu lagi keajaiban ekspresi dari seorang Shin
Heerin yang baru dilihat oleh Joonmyeon.
“Aku baru tahu kalau seorang yang katanya tidak
bisa berdamai dengan matematika ternyata bisa memecahkan persoalan kelas 2
SMP,” komentar Joonmyeon yang masih tersenyum kagum. “Padahal baru diterangkan
materinya hari ini.”
“Entahlah. Mungkin sebenarnya aku juga cerdas sepertimu,”
ujar Heerin.
Ah iya. Satu lagi. Semenjak kejadian itu juga
perlahan Heerin mulai membuka diri terhadap Joonmyeon. Walaupun masih ada
sedikit kehati-hatian karena ia tidak mau membuat pemuda bermarga Kim itu marah
lagi.
Joonmyeon tertawa pelan mendengarnya. Satu
tangannya mengacak pelan rambut Heerin–entah kenapa hal itu sudah menjadi
kebiasaan tersendiri baginya.
“Kau ini ada-ada saja,” ucap Joonmyeon. Kembali
Heerin hanya bisa terperangah karena diperlakukan seperti itu.
“Gomawo, sunbaenim. Karena kau masih
mau baik padaku,” kata Heerin jujur.
Mengerti akan maksud dari perkataan Heerin barusan
membuat Joonmyeon tersenyum. “Gwaenchana. Kau ‘kan memang begitu,
makanya aku masih bisa mewajarinya,” balasnya.
Heerin tersenyum kecil mendengarnya. “Kau ini sudah
seperti kakakku saja,” tukasnya pelan.
Hening sejenak. Kedua mata Joonmyeon berkedip
berkali-kali.
“Maksudmu....??” tanya Joonmyeon, agak tidak
mengerti maksud perkataan Heerin barusan. Ia memang pernah dibilang seperti itu
oleh Heerin, tapi kenapa sekarang rasanya agak berbeda......
“Iya. Kau itu seperti Minseok-oppa saja. Kau
sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri,” jawab Heerin yang masih setia dengan
senyum kecilnya.
Kau
sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.
Kenapa rasanya Joonmyeon seperti tersambar oleh
petir begitu ia mendengar kalimat itu?
Sudah kenal (lumayan) dekat, memberikan perhatian
yang begitu lebih, dan ternyata perhatian itu dianggap sebagai.......perhatian seorang kakak?
“Ah sayang sekali Tao tidak bisa ikut belajar
bersama.....” gumam Heerin yang kemudian kembali sibuk mengerjakan soal
matematikanya. Tidak menghiraukan sosok Joonmyeon yang diam di tempatnya duduk
saat ini.
~oOo~
-Sementara itu, di waktu yang bersamaan.....-
Hari ini Seungwoo, Hyunra, Chanyeol, dan Tao
berencana untuk belajar bersama di rumah Seungwoo. Awalnya mereka berniat ingin
mengajak Heerin juga, namun gadis itu tidak bisa.
“Sayang sekali ya Heerin tidak bisa ikut bersama
kita,” keluh Seungwoo sembari mengerjakan latihan soal fisika dari buku
cetaknya.
“Kau tahu sendiri ‘kan kalau dia itu jarang keluar
rumah? Dia bukan tipikal orang yang senang jalan-jalan,” tutur Hyunra yang
sedang membaca-baca buku sejarah.
“Sudah, sudah. Lebih baik kalian fokus belajar
untuk ujian tengah semester nanti,” sahut Chanyeol yang juga sibuk membaca buku
sejarah. Seungwoo melirik kekasihnya–tidak, tepatnya buku yang tengah dibaca
Chanyeol.
“Aish! Bilangnya menyuruh kita belajar padahal
sendirinya saja membaca komik! Cih, tipu daya,” omel Seungwoo begitu sadar
kalau sedari tadi Chanyeol membaca komik yang diselipkan di dalam buku sejarah.
“Ayolah, Seungie-ya. Aku sedang membaca
Kuroshitsuji dan sedang bagian seru-serunya,” ujar Chanyeol yang masih sibuk
dengan kegiatan membaca komiknya.
“Sini, berikan komiknya padaku. Aku akan
mengajarimu fisika,” Chanyeol mengerang kesal mendengar perkataan Seungwoo
barusan.
“Aku tidak suka fisika. Matematika juga. Yang jelas
aku tidak suka hitung-hitungan!” protes Chanyeol.
“Aish.....kau ini sama saja dengan Heerin. Sini,
kemarikan komiknya padaku!” Seungwoo mencoba mengambil komik itu dari tangan
Chanyeol. Namun Chanyeol malah menjauhkan komik yang ia baca dari jangkauan
Seungwoo.
“Park Chanyeol, kembalikan tidak! Atau tidak–“
tubuh Seungwoo hampir saja terjatuh menimpa kalau pemuda bermarga Park itu
tidak menahan tubuh Seungwoo dengan satu tangannya.
Seungwoo terkejut begitu menyadari posisi mereka
saat ini, sementara Chanyeol hanya tersenyum kepada kekasihnya.
“Walaupun kau terkadang galak tapi tetap saja kau
tidak bisa menghilangkan kecerobohanmu itu ya,” tutur Chanyeol. Sementara wajah
Seungwoo merona hebat begitu menyadari posisi mereka saat ini.
“EHEM!” suara deheman sukses membuat pasangan itu
beranjak dari posisi mereka. Mereka berdua menoleh kearah Hyunra dan Tao yang
kini menatap mereka tajam.
“Kalau mau mesra-mesraan jangan disini,” gerutu
Hyunra.
“Kalian berdua masih kelas 1 SMP. Jangan melakukan
hal yang tidak-tidak,” ucap Tao dengan horror. Seungwoo menundukkan kepalanya
malu, sementara Chanyeol memasang cengiran khasnya kepada kedua temannya itu.
“Hahaha, mian mian. Aku tidak bermaksud
membuat kalian berdua cemburu, kok,” kata Chanyeol yang diakhiri dengan tawa
renyahnya.
Telinga Tao memerah mendengar ucapan Chanyeol
barusan. Ia kemudian sedikit melirik Hyunra yang kini menghela nafasnya.
“Ya! Tao! Kau sendiri malah melirik-lirik
Hyunra!” balas Chanyeol sembari menunjuk Tao.
Spontan Hyunra langsung menoleh kearah Tao yang
kini menatap Chanyeol seolah ingin memakan pemuda bermarga Park itu.
“Ya! Jaga bicaramu!” omel Tao. Sementara
yang diomeli menjulurkan lidahnya. Melihat Tao seperti itu membuat Hyunra
tertawa pelan, dan membuat Tao menoleh kearah Hyunra.
“Apa ada yang lucu, Hyunnie?” tanya Tao kepada
Hyunra yang masih tertawa sembari menatapnya.
“Aigoo.....bahkan sekarang Tao mulai
memanggil Hyunra dengan panggilan Hyunnie~” goda Seungwoo. Tampaknya ia mulai
semangat menggoda kedua temannya ini.
Baik wajah Tao maupun Hyunra memerah tatkala mereka
mendengar ledekan dari Seungwoo. “Apaan sih, kau ini. Heerin juga memanggilku
dengan panggilan itu,” kilah Hyunra.
“Tapi ‘kan kalau Heerin memanggilmu ‘Hyunnie’ kan
berbeda makna, Hyunra,” ujar Chanyeol. Hyunra menatap tajam temannya yang
bertubuh tinggi seperti Tao itu.
“Tiang listrik sepertimu diam saja, deh!” omel
Hyunra. “S-sudahlah! Lebih baik kita kembali melanjutkan kegiatan
belajarnya.....” katanya yang kemudian mulai mencari-cari soal matematika yang
mungkin bisa dikerjakannya.
“Aish, jangan salah tingkah seperti itu, Hyunra~”
Seungwoo tampaknya masih tak puas menggoda temannya itu.
“Ya! Aku dan Tao itu tidak ada hubungan
apa-apa! Kami hanya teman!”
“Tepatnya ‘belum ada hubungan apa-apa’,” balas
Seungwoo dan Chanyeol serempak. Rona merah pada wajah Tao makin menjadi-jadi,
namun ia tak ada niatan untuk protes seperti Hyunra.
“Lihatlah, Hyunra. Tao saja tidak protes,” kata
Chanyeol sambil menunjuk Tao lagi.
“Aku tidak perlu protes dengan berbicara. Cukup
kupatahkan lenganmu saja pasti masalah akan selesai,” ancam Tao (berusaha
mencoba) tenang.
Dan voila. Ancaman darinya tadi sukses membuat
seorang Park Chanyeol berhenti menggodanya.
“Hei, panda. Jangan marah begitu. Aku takut nih
kalau kau seperti itu,” kata Chanyeol sambil menunjukkan cengiran tanda
mengajak perdamaian.
“Habisnya aku tidak enak karena kalian meledek
Hyunra terus-terusan seperti itu,” tukas Tao (yang masih berusaha mencoba)
tenang. Ia kemudian melanjutkan kegiatan belajarnya yang terhenti.
Sementara itu Hyunra tertegun mendengar kalimat
yang meluncur dari bibir Tao. Gadis itu menatap Tao yang dengan tenangnya
belajar kembali. Secercah perasaan bahagia membuncah dalam diri Hyunra.
Tanpa kedua insan itu sadari, Seungwoo dan Chanyeol
tengah merencanakan sesuatu untuk Tao dan Hyunra.
~oOo~
Musim ujian pun tiba. Seluruh siswa Jeguk Middle
School mencoba mengingat-ingat kembali materi-materi yang telah dipelajari
untuk ujian. Semangat belajar mereka tampak begitu membara demi mendapatkan
nilai bagus.
Yah, kecuali untuk satu orang.
“Ayolah, Joonmyeon-ah,” Luhan mulai bersuara
begitu teman sebangkunya itu mengakhiri ceritanya. Diliriknya sosok Joonmyeon
yang membenamkan wajahnya kepada lengannya yang berada di atas meja.
“Masa hanya karena hal seperti itu saja kau
langsung begini sih?” tanya Luhan. “Kau tampak lebih nge-down karena masalah
ini dibandingkan masalah nilaiku lebih tinggi darimu.”
Joonmyeon mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia
sembunyikan pada lipatan kedua lengannya, lalu menatap Luhan dengan tatapan tak
percaya.
“Kau ini benar-benar tidak mengerti situasiku,
Luhan,” kata Joonmyeon dengan suara seolah-olah ia tidak dikasih makan selama
hampir 1 tahun. “Aku mencoba mendekatinya, memberikan perhatian yang lebih
kepadanya, tetapi pada akhirnya......”
“Kau dianggap seperti kakak olehnya,” Sungchan
melanjutkan kalimat Joonmyeon yang terhenti karena pemuda itu tidak sanggup
melanjutkan perkataannya.
Luhan menghela nafasnya. “Tampaknya kau benar-benar
jatuh cinta pada gadis itu,” ucap pemuda Cina itu asal namun mengenai tepat di
hati Joonmyeon.
“Apa sih yang membuatmu berambisius mengejarnya?
Kau ‘kan biasanya lebih berambisi mengejar nilaimu,” tanya Sungchan pada
akhirnya. Luhan pun langsung antusias ingin mendengar jawaban dari Joonmyeon.
Joonmyeon terdiam sejenak, haruskah ia mengatakan
semuanya kepada kedua temannya ini?
Pemuda berambut hitam itu menghela nafasnya sebelum
akhirnya ia menjawab dengan suara yang pelan–namun masih terdengar dalam indera
pendengaran Luhan dan Sungchan, “Aku disuruh oleh ayahku untuk menjadikannya
sebagai pendamping hidupku.”
Kedua mata Luhan dan Sungchan membelalak mendengar
jawaban dari Joonmyeon.
“MWO?! JADI TERNYATA KAU DAN DIA–“
Spontan Joonmyeon langsung membekap mulut Luhan
yang hampir saja membocorkan semuanya. Inilah alasan kenapa ia tidak mau
menceritakannya terutama di depan Luhan.
Baik Joonmyeon maupun Sungchan langsung meminta
maaf kepada teman-teman sekelas mereka yang lain yang kini tengah menatap
kearah mereka akibat mendengar seekor rusa memekik tadi.
Begitu perhatian tidak tertuju kepada mereka
kembali, Joonmyeon melepas tangannya dari mulut Luhan.
“Ya! Neo michyeosseo?! Satu sekolah
bisa heboh kalau kau membocorkan segalanya!” omel Joonmyeon dengan suara
setengah berbisik. Sementara Luhan membentuk jari telunjuk dan tengahnya
menjadi huruf V.
“Aku ‘kan tidak sengaja. Lagipula kau pikir aku
tidak kaget karena ayahmu menjodohkanmu dengan adiknya Minseok-hyung?”
tanya Luhan dengan nada tak kalah kesal.
“Bukan menjodohkan, tetapi menyuruhku menjadikannya
sebagai pendamping hidup,” ralat Joonmyeon.
“Aish sama saja!”
“Kalau ayahmu sudah angkat bicara berarti kau
memang tidak bisa berkutik lagi, hm?” terka Sungchan–yang menjadi manusia
paling normal diantara mereka bertiga. Kali ini Joonmyeon melirik sengit gadis
bermarga Han itu.
“Oh, ayolah. Sudah terlihat jelas kalau kau
tertarik pada gadis itu. Dan lagi, kau bilang orangtuamu menyuruhmu seperti itu
‘kan? Itu berarti kau sudah mendapat restu dari orangtuamu. Tinggal mendapat
restu dari orangtua gadis itu saja. Walaupun entah kenapa aku yakin kalau
mereka sudah merestuinya,” jelas Sungchan.
Luhan tersenyum kagum kepada gadis itu. “Wah,
Sungchan pintar sekali,” pujinya dan terdengar tulus.
Pipi Sungchan merona mendengar pujian yang tulus
dari Luhan tadi.
“Memangnya kau sendiri tidak tertarik dengan
seorang namja saat ini?” tanya Joonmyeon sekenanya namun ia yakin kalau
Sungchan akan salah tingkah mendengar pertanyaannya barusan.
Benar saja. Gadis itu sempat salah tingkah untuk
sejenak sebelum akhirnya ia mencoba tenang kembali. Dengan (mencoba untuk)
tenang ia menjawab, “Saat ini aku lebih tertarik untuk belajar.”
Joonmyeon hanya ber-‘oh’ ria mendengarnya. Kedua
matanya kini melirik Luhan, dan.....oh? Apa ia baru saja menangkap gurat
kekecewaan pada ekspresi pemuda Cina itu?
Pemuda bermarga Kim itu menahan dirinya untuk tidak
tersenyum. Kena kau, rusa, batinnya.
Sementara itu suasana yang sama pun juga hadir di
ruang kelas 1-7. Para siswa masih mencoba mempelajari materi-materi yang sudah
mereka pelajari dari kemarin-kemarin. Jam pertama adalah ulangan sejarah.
“Aish pelajaran seperti ini bukan materi
penguasaanku,” gerutu Chanyeol yang masih setia membaca buku sejarahnya. Ia
menoleh kearah Hyunra dan Seungwoo yang belajar sambil bercengkerama satu sama
lain.
“Hoi, peringkat 1 dan peringkat 2. Ajari aku,
dong,” pinta Chanyeol kepada kedua gadis yang pintar itu.
“Kau ‘kan jenius dalam main game, Yeol-ah.
Kenapa minta tolong kepada kami?” tukas Seungwoo santai yang kemudian lanjut
belajar bersama Hyunra.
Chanyeol merengut kesal. Ia kemudian menatap Heerin
yang dengan tenang dan seriusnya belajar sendiri.
“Kau serius sekali, Heerin-ah,” kata
Chanyeol sembari menatap temannya yang satu itu. Heerin menoleh sejenak kearah
Chanyeol sebelum ia menjawab, “Demi kemajuan nilaiku, Chanyeol-ah. Aku
tidak mau santai-santai terus.”
Pemuda bermarga Park itu menatap kagum Heerin yang
biasanya lebih memilih untuk bermain dengan ponselnya.
“Eumm.....Heerin-ah,” panggil Chanyeol lagi.
“Wae, Chanyeol?”
Chanyeol pun menatap Heerin dengan puppy eyes-nya.
“Kau mau membantu mengajariku sejarah, tidak? Hanya kau satu-satunya harapanku.
Seungwoo dan Hyunra tidak mau membantuku,” pintanya.
Heerin terkekeh mendengar pintaan Chanyeol barusan.
“Kau bingung di bagian mana?”
Raut wajah Chanyeol mencerah begitu tahu Heerin mau
membantunya. Pemuda itu langsung duduk di bangku sebelah bangku Heerin yang
kosong lalu menjawab, “Aku masih bingung bagian Zaman Tembikar Jeulmun dan
Zaman Tembikar Mumun.”
Dengan baik hati Heerin membantu Chanyeol
menjelaskan tentang zaman tembikar yang pernah ada di Korea. Sampai akhirnya
bel masuk berbunyi.
Hampir seluruh siswa mengerang frustasi begitu tahu
bel telah berbunyi. Mereka langsung kembali ke tempat duduk mereka dan
memasukkan buku mereka ke dalam tas begitu guru pengawas telah memasuki
ruangan. Tidak lupa mereka memasukkan ponsel mereka ke dalam kotak untuk
menyimpan ponsel yang diletakkan di atas meja guru.
Lembar soal dan jawaban pun mulai dibagikan dari
deretan meja paling depan menuju deretan paling belakang. Seluruh siswa
memeriksa lembar soal apabila ada kecacatan dalam lembar soal. Barulah
kemudiannya mereka mengerjakan soal ujian dengan tenang dan tentram.
Heerin tampak begitu tenang dan santai mengerjakan
soal. Lagipula sejarah merupakan kesukaannya. Guru pembimbing pelajaran sejarah
pun juga memberikan poin plus kepada Heerin.
Sementara itu Joonmyeon juga tampak tenang dalam
mengerjakan soal sekalipun sejarah bukanlah materi kesukaannya. Tapi karena ia
cerdas secara alamiah makanya Joonmyeon bisa mengingat materi dengan baik.
90 menit kemudian, bel tanda ujian selesai
dibunyikan. Seluruh siswa langsung mengumpulkan lembar jawaban beserta soal
kepada guru pengawas. Setelah menyusun lembar jawaban secara urut, guru
pengawas keluar dari ruang kelas menuju ruang pengawas.
Ujian kedua pada hari itu adalah ujian sains. Waktu
istirahat mereka pakai untuk makan di kantin sekaligus belajar bersama.
Seperti biasa, Seungwoo dan Hyunra pun belajar
dengan santainya sampai-sampai tidak bisa diganggu. Membuat baik Chanyeol
maupun Tao yang ingin bertanya-tanya kepada mereka (sekaligus pendekatan untuk
Tao) tidak digubris sama sekali.
“Mereka senang sekali sih, bermesraan seperti itu,”
gerutu Chanyeol sembari membaca rumus-rumus di buku catatan fisikanya.
“Sudahlah. Mereka ‘kan termasuk yang paling pintar
di kelas, makanya mereka punya cara belajar tersendiri demi mempertahankan
peringkat mereka,” kata Tao.
“Tapi tidak harus seperti itu juga,” Chanyeol
menggembungkan pipinya kesal. Ia menoleh kearah Heerin yang belajar sendiri
dengan tenangnya.
“Bahkan Heerin saja belajar sendiri dan masih mau
membantu kalau ada yang bertanya kepadanya,” lanjut pemuda bermarga Park itu.
Merasa terpanggil, Heerin menoleh kearah Chanyeol.
“Ada apa bawa-bawa namaku?” tanya Heerin.
“Lihat teman-temanmu. Aku mencoba bertanya kepada
mereka tentang vektor tapi mereka tidak mau membantu,” celoteh Chanyeol yang
masih kesal karena Hyunra dan Seungwoo–terutama
kekasihnya sendiri tidak mau membantunya.
Heerin terkekeh mendengar celotehan Chanyeol.
“Sudahlah. Kau ‘kan bisa bertanya pada Tao,” ujar Heerin.
“Dia maunya bertanya kepada kekasihnya sendiri,”
sahut Tao. Chanyeol menatap pemuda Cina di sebelahnya itu sengit.
“Memangnya kau pikir aku tidak tahu kalau kau mau
bertanya kepada Hyunra juga, eoh?” balas Chanyeol yang sukses membuat Tao
terdiam dengan wajah yang memerah.
Kembali Heerin hanya bisa terkekeh mendengar kedua
pemuda bertubuh tinggi seperti tiang itu ‘bertengkar’ seperti biasa.
Seperti
Hyunra dan Seungwoo saja, batinnya. Ia
kemudian membaca kembali catatan rumus-rumus fisika serta contoh-contoh soal
yang ia dapat dari Joonmyeon.
Yap, selain matematika Heerin juga bertanya-tanya
tentang pelajaran fisika kepada tetangganya itu. Karena fisika juga termasuk
pelajaran hitung-hitungan yang Heerin sendiri tidak suka.
Ia merasa tertolong karena Joonmyeon. Pemuda itu
mau membantunya mengajari matematika dan fisika dengan sepenuh hati. Membuat
Heerin menjadi tidak enak lagi karena ia pernah berperilaku keterlaluan kepada
Joonmyeon sampai pemuda itu marah padanya.
Andaikan gadis itu tahu kalau sebenarnya Joonmyeon
sama sekali tidak marah kepadanya karena kejadian malam itu.....
Bel tanda ujian berbunyi. Para siswa yang berada di
luar kelas langsung bergegas menuju kelas mereka masing-masing.
~oOo~
Hari demi hari pada musim ujian itu dapat terlewati
dengan baik. Sampai akhirnya hari terakhir ujian pun tiba.....
“Akhirnya ujian matematika tiba juga~” seru
Seungwoo yang tampak senang–ia ahlinya pelajaran matematika.
Chanyeol hanya memutar bola matanya bosan. “Iya aku
tahu kau ini peringkat 1 di kelas apalagi kalau soal ujian matematika,” gerutu
pemuda itu.
“Aish kau ini kenapa sih? Memangnya salah kalau aku
suka matematika?” tanya Seungwoo merasa tidak terima.
“Tentu saja salah. Kau sampai tidak mau
mempedulikan namjachingu-mu ini,” jawab Chanyeol masih dengan kesalnya.
“Sudah, sudah. Kalian jangan bertengkar begitu.
Seungwoo-ah, mending kita belajar bersama lagi,” Hyunra mencoba melerai
mereka. Mendengar perkataan Hyunra membuat kedua mata Chanyeol terbelalak.
“Mwo?! Ya! Kenapa sih harus kalian
berdua yang belajar bersama terus?!?” omel Chanyeol.
“Aish....kau ini kebanyakan mengomel. Lihatlah Tao
dan Heerin, mereka berdua belajar dengan tenangnya,” kata Seungwoo sembari
menunjuk Heerin dan Tao yang tengah belajar bersama dengan tenangnya.
Chanyeol menghela nafasnya. “Terserah kalian,”
gumamnya kesal sebelum ia menghampiri dua manusia yang namanya disebutkan oleh
Seungwoo tadi.
“....jadi jawaban dari x adalah -2. Kau mengerti,
‘kan, Tao?” Heerin–yang ternyata sedang membantu Tao, mengakhiri penjelasannya
mengenai salah satu soal yang Tao agak kesusahan mengerjakannya.
Tao menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti
sekarang! Wah, kau seperti Junmian-gēgē saja. Jenius sekali,”
puji Tao.
Heerin sendiri tersenyum mendengarnya. “Tidak juga.
Dia ‘kan sudah jenius dari lahir. Aku seperti ini karena diajarinya, tahu,”
Heerin merendah diri.
“Tapi Junmian-gē sendiri berkata kalau
kau itu jenius. Bahkan kau sudah bisa memecahkan soal untuk anak kelas 2 SMP
sementara kau sendiri tidak suka matematika,” ujar Tao. Heerin terdiam
mendengarnya.
“Joonmyeon-sunbaenim menceritakan bagian itu?”
tanya Heerin. Tao menganggukkan kepalanya.
“Ne. Bahkan Junmian-gē
sendiri senang karena akhirnya kau mau termotivasi untuk belajar matematika.
Dia bilang kalau kau berkembang dengan sangat baik, dan itu membuat dia
terkagum-kagum padamu,” terang Tao.
Heerin tertegun
mendengar penjelasan Tao barusan. Perasaan bahagia membuncah dalam dirinya
begitu tahu kalau ternyata Joonmyeon membanggakan dirinya. Entah kenapa setiap
Joonmyeon bangga kepada Heerin membuat gadis itu jadi termotivasi.
Benar-benar contoh kakak yang sangat baik, batinnya. Segaris
senyum terukir pada wajahnya.
Ah, kalau pemuda
bermarga Kim itu mendengar kata batin Heerin mungkin ia akan down lagi seperti hari pertama ujian.
Bel masuk pun berbunyi.
Seluruh murid langsung bergegas menuju tempat duduk mereka sebelum guru
pengawas masuk ke dalam ruangan.
Heerin berdoa agar ia
bisa mengerjakan soal matematika dengan sangat baik. Tepat setelah gadis itu
selesai berdoa, guru pengawas ujian matematika di kelas 1-7 masuk ke dalam
ruangan.
Semoga aku bisa mengerjakannya dengan baik dan tidak mengecewakan semuanya, harap gadis bermarga Shin itu
dalam hati. Terutama
Joonmyeon-sunbaenim.....
~oOo~
Hasil ujian pun sudah
keluar. Para murid merasa was-was, penasaran dengan hasil ujian mereka.
Yoo-seonsaeng memasuki ruang kelas 1-7, membuat para siswa di kelas itu
menjadi tambah antusias dan penasaran akan hasil ujian tengah semester mereka.
Ketua kelas menyiapkan
kelas kemudian memimpin untuk memberi salam kepada wali kelas mereka.
“Terima kasih, hoejang,” kata Yoo-seonsaeng sebelum sang ketua kelas duduk. Pria separuh baya itu
membaca isi kertas yang murid-murid yakini sebagai hasil ujian dari siswa kelas
1-7.
“Hasil ujian tengah
semester kalian sangat baik dan bahkan rata-rata kelas kita menjadi yang paling
tertinggi diantara kelas-kelas lainnya,” mulai Yoo-seonsaeng yang membuat seluruh siswa di kelas 1-7 bersorak senang.
“Semua, harap tenang.
Saya belum selesai,” Yoo-seonsaeng
mencoba menenangkan suasana. “Berterimakasihlah kepada kedua teman kalian yang
memberikan nilai yang begitu luar biasa kepada kelas kita.”
Seluruh murid langsung
menatap Seungwoo dan Hyunra – yang notabene menjadi murid terpintar di kelas.
“Chukhahamnida, Shin Heerin-sshi,
geurigo Park Chanyeol-sshi,”
spontan semua siswa di kelas 1-7 langsung memandang Heerin dan Chanyeol tidak
percaya.
Sementara yang menjadi
pusat perhatian langsung tercengang, tidak menyangka kalau mereka menjadi
peraih nilai tertinggi di kelas.
“Kalian tidak hanya
meraih nilai tertinggi di kelas, tetapi juga meraih nilai tertinggi
se-angkatan,” lanjutan dari ucapan Yoo-seonsaeng
sekali lagi membuat semua siswa kelas 1-7 (kecuali Heerin dan Chanyeol,
tentunya) terkesiap kagum kepada mereka berdua.
Baik Heerin maupun
Chanyeol langsung tersenyum karena ucapan Yoo-seonsaeng sekaligus karena mendengar pujian dari teman sekelas
mereka.
Ingatkan Heerin untuk
berterima kasih kepada seseorang bernama Kim Joonmyeon nanti.
~oOo~
“Aku masih kaget karena
kalian berdua mendapat nilai tertinggi tidak hanya di kelas, tetapi juga
se-angkatan,” Hyunra masih tak henti-hentinya menelontarkan kekagumannya kepada
Heerin dan Chanyeol.
Saat ini Heerin,
Seungwoo, Hyunra, Chanyeol, dan Tao tengah berjalan pulang bersama.
“Padahal yang aku tahu
kalian berdua itu ‘kan lebih senang bermain game
daripada belajar. Tapi pada akhirnya jadi begini, ya,” ujar Seungwoo. Chanyeol
langsung memeluk pinggang kekasihnya itu.
“Justru orang yang bermain
game itu sudah dihadiahkan otak
jenius, Seungie-ya,” kata Chanyeol
dengan suara beratnya. Spontan wajah Seungwoo merona mendengar suara berat
Chanyeol barusan.
“Ya! Kalian berdua masih kelas 1 SMP tapi sudah bermesra-mesraan
seperti orang dewasa!” omel Hyunra yang merasa geli melihat kemesraan Seungwoo
dan Chanyeol.
“Kalau kau mau seperti
kami, ajaklah Tao. Dia pasti tidak keberatan,” balas Chanyeol santai. Dan itu
sukses membuat telinga Tao memerah mendengarnya.
“Yaish....jaga bicaramu,
Park Chanyeol. Kau mau membuat Tao terkena culture
shock?”
“Apa hubungannya dengan culture shock? Di negara lain juga
orang-orang bermesraan seperti ini, tahu!”
“Tapi tidak untuk anak
kelas 1 SMP!”
Kedua orang yang
sama-sama bermarga Park itu terus saja beradu mulut dengan Seungwoo yang terus
menyoraki agar mereka berdua berakhir dengan adu gulat di pinggir jalan.
Sementara Heerin hanya
tertawa mendengar teman-temannya bertengkar seperti itu. Namun mendengar ucapan
Chanyeol sebelumnya membuat Heerin jadi penasaran juga.
“Hei, Tao,” Heerin
memanggil Tao, yang saat ini berjalan di sebelahnya. Yang dipanggil menoleh.
“Waeyo, Heerin-ah?”
Heerin menyunggingkan
senyum lalu bertanya, “Kau menyukai Hyunra?”
Mendengar pertanyaan
Heerin barusan sukses membuat kedua kaki Tao berhenti melangkah, begitu pula
dengan Heerin. Kembali Heerin hanya bisa tertawa karena kelakuan pemuda itu.
Apalagi wajahnya yang memerah membuat semua terlihat jelas bagi Heerin.
“Ayolah, Tao. Kalau kau
seperti ini malah makin ketahuan,” kata Heerin.
“T-tidak, kok..... A-aku
tidak, m-menyukai Hyunra......” kilah Tao terbata-bata.
“Ya. Kau pikir aku tidak tahu ketika pertama kali kau bertemu dengan
Hyunra, kau langsung membatu di tempat?” tanya Heerin. Tao hanya bisa
menundukkan kepalanya karena malu.
“Aku tidak tahu apa
Chanyeol juga menyadarinya saat itu, tapi yang jelas aku langsung tahu. Tenang
saja, aku tidak akan membocorkannya kepada mereka,” tutur Heerin seraya menatap
Seungwoo dan Chanyeol–yang notabene terkenal berisik.
Pemuda berkantung mata
itu menghela nafasnya mendengar perkataan Heerin. Ia tahu kalau Heerin bukanlah
tipikal orang yang berisik terutama ketika mendapat suatu berita yang
menghebohkan.
“Dan tampaknya Hyunra
juga cukup tertarik denganmu. Mungkin kau punya kesempatan,” Tao menatap Heerin
penuh harap begitu ia mendengar perkataan Heerin tadi.
“Kau yakin?” Heerin
menganggukkan kepalanya.
“Lebih baik kita
menyusul mereka daripada kita nanti ditinggal,” ucap Heerin begitu ia menoleh
kearah teman-temannya yang sudah agak jauh dari tempat ia dan Tao berdiri saat
ini.
“Ne, kkaja,” mereka berdua
pun langsung menghampiri ketiga teman mereka yang sudah berjalan terlebih
dahulu. Yang pertama kali menyadarinya adalah Seungwoo.
“Aigoo....aku baru sadar kalau daritadi kalian tertinggal,” kata
Seungwoo begitu Heerin dan Tao sudah berjalan di belakangnya.
“Kalian habis
membicarakan apa?” tanya gadis bermarga Lee itu agak curiga. Heerin tersenyum
kecil kemudian menjawab, “Hanya berbicara hal-hal yang tidak penting saja,
kok.”
“Ah, jinjja?” tanya Seungwoo lagi–gadis itu terkadang suka tidak
gampang percaya.
“Ne. Hanya masalah antar tetangga, kok,” jawab Heerin lagi. Barulah
Seungwoo mau percaya dengan Heerin.
Mereka berlima pun terus
berjalan sampai akhirnya mereka melewati sebuah toko yang berhasil menarik
perhatian mereka.
“Eh? Itu toko apa?”
tanya Seungwoo sembari menunjuk kearah sebuah toko yang menampilkan berbagai
figuran di etalase-nya.
“Kalau aku tidak salah,
itu toko boneka yang baru buka,” jawab Hyunra.
“Ah, jinjja? Aku mau melihat-lihat~” pinta
Seungwoo kepada Chanyeol. Pemuda itu terkekeh melihat kekasihnya berpinta
seperti itu kepadanya.
“Kau mau lihat-lihat?”
Seungwoo menganggukkan kepalanya. Chanyeol kemudian menoleh kearah
teman-temannya.
“Kami juga mau
melihat-lihat, kok. Memangnya kalian berdua saja yang mau membeli boneka?”
tanya Hyunra dengan nada sewot.
“Sudahlah, Hyunra.
Jangan marah-marah seperti itu,” Tao mencoba menenangkan gadis bermarga Park
itu. Bisa-bisa perang antar Park kembali terjadi lagi.
Dan untungnya Hyunra
langsung tenang begitu mendengar Tao yang mencoba menenangkannya. Gadis itu
langsung tersenyum kearah pemuda Cina itu, membuat Tao sempat salah tingkah
sejenak.
“Sudahlah. Daripada
berdiri seperti orang idiot terus disini, lebih baik kita masuk saja,” ajak
Heerin pada akhirnya. Mereka berlima langsung masuk ke dalam toko itu.
Begitu masuk ke dalam,
mereka berlima terkagum-kagum akan interior
toko boneka itu. Setiap rak terdiri dari berbagai macam boneka yang lucu dan
menggemaskan.
“Uwaah~ Neomu kiyeopta~” pekik Seungwoo begitu
melihat berbagai macam boneka yang ada di toko itu. Tanpa ia sadari, Chanyeol
tengah menatap gemas Seungwoo yang langsung berubah 180 derajat begitu melihat
boneka-boneka itu.
Sementara itu Hyunra
tengah melihat-lihat beragam boneka itu sampai akhirnya pandangannya jatuh
kepada sesuatu.
‘Panda Section’
Begitulah tulisan papan
yang ada di atas rak-rak yang berisikan berbagai macam boneka panda. Kedua mata
Hyunra berbinar melihat berbagai macam boneka-boneka yang disusun begitu rapi
di rak.
Ia berjalan mendekati
salah satu rak berisikan boneka panda itu. Kedua tangannya mengambil salah satu
boneka. Segaris senyum gemas terukir pada wajah Hyunra.
Hyunra mencari-cari tag harga yang terdapat pada boneka itu.
Ketika menemukannya, Hyunra langsung membacanya. Betapa terkejutnya gadis itu
begitu mengetahui boneka yang tengah ia pegang seharga 5500 won. Sementara
dirinya sendiri tidak punya uang sebesar itu–mengingat ia sendiri masih anak
SMP.
Dengan berat hati Hyunra
menaruh boneka itu kembali ke raknya. Ia pun memutuskan untuk melihat-lihat
boneka yang lain, tanpa menyadari sepasang mata yang sedari tadi mengawasinya.
Masih di toko yang sama,
tampak Heerin yang tengah melihat-lihat di ‘Teddy
Bear Section’. Yaitu rak-rak khusus untuk boneka teddy bear yang terlihat begitu menggemaskan. Boneka-boneka itu
tersusun dengan begitu rapi.
Heerin melihat
boneka-boneka teddy bear itu dengan
kagum. Ia jadi ingin membelinya. Sampai akhirnya kedua matanya menemukan salah
satu boneka yang menarik perhatiannya.
Entah kenapa boneka itu
mengingatkannya pada Joonmyeon. Dan lagi, ia teringat satu hal yang ingin
dilakukannya. Ia ingin berterimakasih
kepada Joonmyeon.
Gadis itu mengambil
boneka teddy bear itu. Ia berniat
ingin membelinya dan kemudian memberikannya kepada Joonmyeon nanti. Untung saja
ia teringat kalau ia membawa uang yang lebih karena tadinya ia berniat ingin
membeli video game terbaru.
Tapi siapa sangka pada
akhirnya ia malah membeli boneka teddy
bear sebagai ucapan terimakasih untuk Joonmyeon.
Heerin kemudian berjalan
menuju kasir, membayar boneka itu. Sang kasir menyapanya dengan ramah.
“Hanya ingin membeli ini
saja?” tanya kasir toko itu ramah sembari menunjuk boneka teddy bear yang dipegangnya. Heerin menganggukkan kepalanya.
“Kau mau membeli ini
untuk siapa?” tanya kasir toko itu lagi. Agak heran juga melihat siswi SMP
membeli boneka sendiri.
“Untuk seseorang yang
sudah kuanggap kakakku sendiri. Dia membantuku mendapat nilai bagus, jadinya
aku ingin memberinya hadiah itu,” jawab Heerin dengan polosnya. Sang kasir yang
merupakan seorang perempuan itu mengangguk paham.
“Heoksi......mungkin ada kartu ucapan disini?” tanya Heerin. Sang
kasir menganggukkan kepalanya.
“Tentu saja. Kau bisa
melihatnya di bagian kartu ucapan,” jawab kasir itu sembari menunjuk bagian
kartu ucapan.
“Kamsahamnida,” ucap Heerin sebelum ia berlalu menuju bagian kartu
ucapan di toko itu. Dilihatnya berbagai kartu ucapan yang unik. Kedua matanya
menelusuri kartu-kartu ucapan itu sampai akhirnya ia menemukan sebuah kartu
ucapan yang menarik.
Sebuah kartu ucapan
dengan bagian depannya bergambar coklat batangan.
Tangan kanan Heerin
langsung mengambil kartu ucapan itu. Dilihat-lihat kartu ucapan bergambar
coklat di bagian depannya itu. Kemudian dia teringat satu hal. Ia langsung
mencari-cari sosok yang dicarinya saat ini.
“Seungwoo-ah!” Heerin memanggil nama Seungwoo
begitu ia menemukan Seungwoo dan Chanyeol yang tengah melihat-lihat boneka
Rilakkuma.
“Waeyo, Heerin-ah?” tanya
Seungwoo heran melihat Heerin yang tiba-tiba menghampirinya.
“Kau punya parfum berbau
coklat itu, ‘kan? Apa kau sedang membawanya sekarang?” Heerin bertanya balik.
“Ah itu! Aku sedang
membawanya sekarang! Memangnya untuk apa?” Seungwoo pun mulai mengambil parfum
yang dimaksud Heerin dari dalam tasnya.
“Aku sedang memerlukan
itu. Nanti kukembalikan, kok,” jawab Heerin sembari mengambil parfum itu dari
tangan Seungwoo. Kemudian gadis itu kembali berjalan menuju kasir.
“Aku juga ingin membeli
ini,” kata Heerinn sembari memperlihatkan kartu ucapan yang ia ambil tadi
kepada sang kasir yang tampaknya sudah membungkus boneka teddy bear yang dibeli Heerin dengan kertas kado plastik bening.
“Kau juga ingin membeli
itu?” tanya sang kasir. Heerin menganggukkan kepalanya lagi.
“Aku boleh menulisnya
sekarang, ‘kan?”
“Tentu saja,” Heerin
langsung mengambil spidol perak yang biasanya selalu ia bawa.
Kenapa harus membeli
kartu ucapan? Karena Heerin selalu kesusahan dalam mengungkapkan perasaannya
secara langsung. Apalagi kepada seorang Joonmyeon, entah mengapa. Makanya
Heerin memutuskan untuk membeli kartu ucapan.
Gadis itu menuliskan apa
yang ingin ia sampaikan kepada Joonmyeon. Setelah selesai ia mulai
menyemprotkan parfum coklat milik Seungwoo pada kartu ucapan itu.
Kasir toko boneka itu
tersenyum melihat kelakuan Heerin. “Tampaknya ia orang yang spesial sekali
untukmu, hmm,” kata kasir itu.
Sembari tersenyum Heerin
membalas, “Begitulah. Hitung-hitung juga sebagai permintaan maaf karena aku
pernah keterlaluan kepadanya.”
Kembali sang kasir hanya
bisa tersenyum. “Total belanjaanmu sebesar 5520 won,” Heerin langsung mengambil
sejumlah uang dari dalam tasnya. Ia memberikan uang sejumlah 6000 won itu
kepada kasir. Kasir itu kemudian mengambil uang kembalian.
“Ini kembalianmu.
Totalnya 480 won, dan ini belanjaanmu,” Heerin mengambil uang kembalian serta
belanjaannya dari tangan kasir itu.
“Terima kasih.
Kapan-kapan datang lagi, ya,” ucap kasir itu dengan nada ramah. Heerin sempat
melihat nametag kasir itu sebelum ia
membalas, “Ne. Kapan-kapan aku datang
lagi kok, Sera-eonni.”
Kasir bernama Sera itu
sempat kaget karena Heerin menyebutkan namanya. Namun ia langsung sadar kalau
Heerin tahu namanya dari nametag yang
ada di kemejanya.
“Oh? Heerin-ah, kau membeli boneka juga?” tanya
Chanyeol begitu ia berpapasan dengan Heerin di dekat kasir. Tangannya memegang
boneka Rilakkuma yang berukuran cukup besar.
“Ne. Kau membelikan boneka untuk Seungwoo?” Heerin bertanya balik
sambil menunjuk boneka yang berada di tangan Chanyeol.
“Iya, dia minta
dibelikan boneka Rilakkuma. Kau tahu ‘kan betapa cintanya dia dengan boneka
Rilakkuma?” Heerin terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.
“Ah iya. Seungwoo-ah,” Heerin memanggil nama Seungwoo
begitu yang dipanggil tengah berjalan kearah Chanyeol. Heerin kemudian
mengembalikan parfum coklat milik Seungwoo dan tidak lupa mengucapkan terima
kasih.
“Untung kau masih ingat
untuk mengembalikannya. Kalau tidak aku bisa dimarahi Kyungsoo-oppa,” celoteh Seungwoo seraya memasukkan
parfum coklat itu ke dalam tasnya.
Heerin tertawa mendengar
celotehan Seungwoo. Kemudian ia menatap bingkisan boneka yang berada di
tangannya saat ini. Ia hanya perlu memikirkan cara memberikannya kepada
Joonmyeon nanti.
~oOo~
Tampaknya Heerin tidak
perlu berpikir panjang cara memberikan boneka yang ia beli tadi kepada
Joonmyeon.
Karena orangtuanya hari
ini mengadakan barbecue party karena
setiap dua bulan sekali keluarga Shin pasti mengadakan barbecue party.
Dan tidak lupa keluarga
Kim pun turut diundang. Membuat Heerin jadi tidak perlu memikirkan cara untuk
mengirimkan boneka teddy bear itu
kepada putra tunggal keluarga Kim itu.
Saat ini Heerin beserta
keluarganya sudah berada di halaman belakang. Ayah dan ibu Heerin yang
memanggang daging-daging itu, sementara Heerin dan Minseok tengah bertanding
Tekken 6 via Multiplayer dengan PSP mereka masing-masing.
“Heerin-ah, tolong ambilkan saus barbecue yang ada di dapur, ne?” Heerin langsung mem-pause PSP-nya, kemudian beranjak dari
tempatnya duduk untuk pergi ke dapur mengambilkan saus barbecue.
Sesampainya di dapur,
Heerin langsung mengambilkan saus barbecue
yang berada di lemari tempat menyimpan saus-saus serta bahan makanan lainnya.
Tiba-tiba bel pintu
rumahnya berbunyi. Namun Heerin tidak perlu berpikir panjang untuk tahu siapa
yang bertamu. Sembari menggenggam sebotol saus barbecue Heerin membukakan pintu.
Hal yang pertama kali
Heerin temui begitu ia membuka pintu adalah Joonmyeon yang tepat berada di
depan pintu. Hal kedua yang Heerin temui adalah Tao yang berada di belakang
Joonmyeon, lengkap dengan sebuah senyum entah apa artinya itu.
“A-annyeong, Heerin-ah....” Joonmyeon adalah orang yang
pertama kali menyapa Heerin begitu pintu dibuka. Dari caranya berbicara tadi ia
terlihat gugup.
Bagaimana tidak gugup
ketika ia disuruh kedua orangtuanya untuk pergi ke kediaman keluarga Shin
terlebih dahulu –dengan pengawalan oleh Tao– dengan alasan agar bisa dekat
dengan sang ‘calon pendamping hidup’ lebih dalam?
Belum lagi sedari tadi
Tao meledekinya terus. Benar-benar tipikal pendukung pasangan Joonmyeon dan
Heerin....
Heerin mengulas sebuah
senyum. “Annyeong, Joonmyeon-sunbaenim geurigo Tao. Silahkan masuk,”
ia pun mempersilahkan kedua pemuda itu masuk.
“Paman dan bibi tidak
datang?” tanya Heerin begitu menyadari kalau yang datang benar-benar hanya
Joonmyeon dan Tao.
“Mereka datang agak
belakangan,” jawab Tao. Heerin menganggukkan kepalanya sembari ber-oh ria.
“Ah iya. Yang lain ada di halaman belakang. Kkaja,” mereka bertiga kemudian berjalan
menuju halaman belakang. Begitu berada di halaman belakang kediaman keluarga
Kim, kedatangan kedua pemuda itu langsung disambut oleh ibu Heerin.
“Aigoo.....kalian
sudah datang,” begitulah kata ibu Heerin ketika ia melihat Joonmyeon dan Tao
yang sudah datang.
“Ayah dan ibu akan datang sedikit terlambat, imonim,” tukas Joonmyeon. “Mungkin
sebelum ayah dan ibu datang, aku dan Tao bisa membantu-bantu?”
Tao menatap saudara jauhnya itu tidak percaya
dan dibalas dengan lirikan tajam dari sang pemuda bermarga Kim. Akhirnya Tao
pun menghela nafasnya pasrah.
“Jadi kami bisa membantu apa?” tanya Tao pada
akhirnya.
“Mungkin kau bisa membantu memanggang, Tao,”
jawab Minseok yang kini sudah sibuk memanggang daging-daging itu diatas
pemanggang. Tao sendiri langsung menyengir begitu tahu kalau ia diberi tugas
memanggang daging. Sementara Joonmyeon hanya menggelengkan kepalanya–saudara
jauhnya yang satu itu memang tukang makan.
Heerin tertawa kecil melihat kelakuan ketiga
pemuda itu. Kemudian ia teringat dengan boneka yang ia beli tadi sore.
Kapan ia akan memberikan boneka itu untuk
Joonmyeon?
“Ah iya. Joonmyeon, Tao, bisakah kalian
mengambilkan minyak serta beberapa arang yang ada di dapur?” tanya Minseok.
“Memangnya hyung
tidak bisa mengambilkan sendiri?” Tao bertanya balik, sedikit sebal.
“Ia meminta tolong padamu, Tao. Bagaimana kau
ini,” sahut Joonmyeon. Tao memasang raut wajah sebal. Tiba-tiba sebuah ide
melintas dalam benaknya.
“Aigo.
Ponselku bergetar!” Tao mengambil ponselnya dari dalam kantung celananya. “Dari
Hyunra. Aku mau menerima telepon dulu,” pemuda Cina itu (berpura-pura) menerima
telepon masuk dari Hyunra itu.
Joonmyeon yang tahu betul kalau saudara jauhnya
itu tengah berpura-pura menerima telepon masuk berniat menegur Tao kalau saja
ia ayah Heerin tidak angkat bicara.
“Ya sudah. Joonmyeon bisa meminta bantuan
Heerin, bukan?” begitulah kata ayah Heerin.
“Ah iya. Ada di dapur, ‘kan? Biar kami ambilkan,”
setelah itu Heerin kemudian berjalan kembali ke dalam rumahnya menuju dapur dan
diikuti oleh Joonmyeon.
Begitu mereka berada di dapur, Heerin dan
Joonmyeon langsung mengambil minyak dan dapur yang terletak di atas meja kabinet
dapur itu. Melihat situasi seperti ini membuat Heerin teringat dengan
rencananya tadi.
“Eumm, sunbaenim.
Bisakah kau menunggu disini sebentar?”
Dahi Joonmyeon mengernyit mendengar ucapan
Heerin barusan. Namun ia tetap mau memenuhi permintaan Heerin tadi.
“Ne.
Memangnya ada apa?” tanya Joonmyeon. Sementara yang ditanya hanya menyunggingkan
senyum kecilnya sebelum ia berlalu menuju kamarnya yang berada di lantai atas.
Meninggalkan sosok Joonmyeon yang hanya bisa menatap heran gadis bermarga Shin
itu.
Sebenarnya ada apa sih? tanya Joonmyeon dalam
hati. Ia tetap bersabar menunggu di dapur itu.
Beberapa lama kemudian, Heerin kembali dari
kamarnya menuju dapur......sembari membawa sebuah bungkusan?
Kali ini Joonmyeon menatap bungkusan itu dengan
penuh tanya dalam benaknya. “Itu apa?” tanya Joonmyeon sembari menunjuk
bungkusan yang berada dalam genggaman tangan Heerin itu.
Dengan senyum kecil yang masih terpatri pada
wajahnya, Heerin memberikan bungkusan itu untuk Joonmyeon. “Untukmu, sunbaenim.”
“Mwo?
Untukku?” Heerin mengangguk.
Joonmyeon pun mengambil bungkusan itu dari
tangan Heerin. Dilihatnya isi dari bungkusan itu.
Pemuda bermarga Kim itu terperangah begitu
melihat sebuah boneka teddy bear yang
memakai kostum karakter superhero Marvel, yaitu Thor.
“Tadi sore aku bersama teman-temanku mengunjungi
toko boneka. Lalu begitu melihat boneka itu aku langsung teringat sunbaenim,” terang Heerin. “Anggap saja
itu ucapan terima kasih.”
“Ucapan terima kasih? Untuk apa?”
“Aku meraih peringkat 1 se-angkatan pada ujian
kemarin.” Kembali, Joonmyeon terperangah mendengar perkataan Heerin barusan.
Setelahnya sebuah senyum terukir pada wajah tampan Joonmyeon.
“Gomapta,
Heerin-ah,” ucap Joonmyeon dengan
nada yang begitu tulus.
“Cheonmaneyo.
Walaupun sebenarnya aku yang harusnya berterima kasih.” Kedua insan itu
kemudian tertawa.
“Aigoo.....kalian
tampak akrab sekali,” tiba-tiba terdengar sebuah suara. Refleks, Heerin dan
Joonmyeon langsung menengok ke arah sumber suara.
“Kalian sedang apa? Kalian tampak asyik sekali
seolah-olah dunia milik kalian berdua saja,” tanya ibu Heerin–bermaksud menggoda
putrinya.
“E-eumm, k-kami sedang–“
“Kami sedang mengambilkan minyak dan arang, kok,”
jawab Joonmyeon santai.
“Geuraeyo?
Tapi kalian malah terlihat seperti bercengkerama satu sama lain saja,” kali ini
ibu Joonmyeon (yang sudah datang) yang angkat bicara. Sementara sang ayah hanya
bisa tersenyum penuh arti.
Dengan santainya Joonmyeon merangkul bahu
Heerin. “Kami sedang pendekatan sebagai tetangga, eomma.”
Sementara Heerin sendiri tersentak kaget. Ia
tidak pernah dirangkul seperti ini oleh pria lain selain ayahnya dan juga
kakaknya. Dan ia merasa tidak nyaman dirangkul seperti itu.
“Ah baiklah. Terserah kalian saja. Lebih baik
kalian membawa minyak dan arang itu ke belakang.”
Joonmyeon melepas rangkulannya pada Heerin lalu
mengambil kantong plastik berisi arang-arang dari atas meja kabinet dapur.
Sementara Heerin sendiri mengambil minyak.
Sensasi ketika dirinya dirangkul oleh Joonmyeon
barusan masih menghantui Heerin. Tubuhnya sedikit bergemetar. Dan itu
tertangkap dalam pandangan Joonmyeon.
“Heerin-ah,
neo gwaenchana?” tanya Joonmyeon
khawatir. Tangannya menyentuh bahu kanan Heerin, membuat gadis itu tersentak
dan hampir saja berteriak.
“N-na
gwaenchana.....” jawab Heerin terbata-bata.
“Kau yakin?”
“Ne.
Aku tidak apa-apa. Oh iya, sunbaenim.
Jangan lupa bonekanya.” Joonmyeon tertawa pelan sebelum ia mengambil boneka
tadi dengan satu tangannya yang tidak memegang apa-apa. Setelah itu barulah
mereka berdua berjalan menuju halaman belakang kediaman keluarga Shin.
~oOo~
0 comments:
Post a Comment