Title: The Beginning
Chapter: 4/? [The Chinese Cousin & The Love at First Sight]
Genre: Romance, Comedy, (a little bit of) School-life
Rate: PG-12
Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').
Cast:
-EXO members
-Original Characters
Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.
Author notes:
HUAKAKAKAKAK bisa lanjutin juga akhirnya. Dari kemarin udah ada niatan buat ngelanjutin sebenernya tapi ya karena UTS + saya tidur malem melulu yg menyebabkan saya tiap pulang sekolah jd rajin tidur siang menbuat saya tidak bisa melanjutkannya. Huhuhuhu maafkan daku ;w;
Anyway, happy read~ ^^
~ooooooo~
Sesampainya
di kediaman keluarga Kim, Joonmyeon dan Heerin disambut oleh para maid dan butler di kediaman keluarga Kim. Mereka tampak sibuk membersihkan
rumah yang megah itu sebelum akhirnya pulang. Maid dan butler yang dipekerjakan
di kediaman keluarga Kim bekerja sampai malamnya, tidak tinggal disana.
“Selamat
datang, tuan muda Kim dan nona muda Shin,” Sung-ahjussi yang pertama menyapa Joonmyeon dan Heerin begitu mereka
berdua sampai di rumah. Heerin yang tidak terbiasa dengan panggilan seperti itu
membungkukkan badannya dengan canggung.
“Tidak
perlu seperti itu, nona muda. Cukup saya saja yang membungkukkan badan kepada
Anda,” ucap Sung-ahjussi sopan.
Heerin menggelengkan kepalanya.
“Aniya. Tidak usah begitu. Dari dulu saya
diajarkan oleh kedua orangtua saya agar bisa lebih menghormati yang lebih tua
dari saya,” kata Heerin sopan membuat Joonmyeon serta Sung-ahjussi menatapnya kagum.
Tapi kepadaku dia dingin sekali, komentar Joonmyeon dalam hati.
“Ah
iya. Tuan muda,” Sung-ahjussi
mengalihkan perhatian kepada Joonmyeon. “Saudara Anda sudah datang.”
Dahi
Joonmyeon sedikit mengernyit. Saudara? Setahunya saudaranya ada banyak sekali.
Itupun saudara jauh karena ia sendiri anak tunggal.
“Saudara?
Nugu?” tanya Joonmyeon heran.
“Saat
ini dia sedang mandi, tuan mu—“
“JUNMA
HAO~” seru sebuah suara dari arah tangga menuju lantai 2. Spontan semua orang
yang ada di ruang tengah menoleh ke arah sumber suara. Mengetahui siapa yang
bersuara barusan membuat kedua mata Heerin terbelalak.
Seorang
pemuda yang berbadan sangat tinggi–bahkan melebihi Joonmyeon dan Minseok,
mungkin se-Chanyeol– berlari menghampiri Joonmyeon dan langsung memeluk tubuh
pemuda itu.
Namun
yang membuat Heerin kaget adalah....... PEMUDA YANG MEMELUK JOONMYEON ITU TIDAK
MEMAKAI BAJU ATASAN SEHELAI BENANGPUN. HANYA MEMAKAI CELANA JEANS PANJANG WARNA
HITAMNYA. Cukup untuk memperlihatkan abs-nya
dan cukup pula untuk membuat para maid
yang masih ada di kediaman keluarga Kim tersentak dengan wajah yang memerah.
“Aigoo.....jadi yang kau datang,
Tao.....” kata Joonmyeon yang sembari mencoba melepas dirinya dari pelukan erat
pemuda yang dipanggilnya Tao tadi. Tetapi pada akhirnya Tao melepas pelukannya
sehingga wajahnya terlihat jelas dalam zona penglihatan Heerin.
Pemuda
itu berambut hitam legam dengan ciri khas berupa kantung mata seperti corak
hitam pada mata panda. Bibirnya berbentuk seperti bibir kucing. Entahlah,
pemuda ini terlihat mengerikan namun juga menggemaskan di saat yang bersamaan.
Jarang sekali aku menemukan pemuda macam dia di
sekolah, batin Heerin yang
terkagum-kagum pada pemuda bernama Tao itu. Yah walaupun gadis itu agak sedikit
sebal karena dengan santainya Tao tidak memakai pakaian atasan saat ini. Tidak sopan, demikian pikirnya.
“Nan bogoshipeo, Junma hao~” ucap Tao
dengan suara yang cukup membuat Heerin kembali membelalakkan kedua matanya
begitu mendengar suara pemuda dengan logat yang aneh ketika mengucapkan kalimat
bahasa Korea itu.
Suaranya saja menggemaskan sekali astaga~ Dan
logatnya.....dia dari Cina?, Heerin
mencoba menebak-nebak mengenai identitas asli pemuda ini.
Sementara
itu Joonmyeon tengah tersenyum sembari mengacak poni Tao. “Nado. Kau sedang apa disini? Nǎlǐ shì nǐ de fùmǔ ne? (terjemahan: orangtuamu ada dimana?)” tanya Joonmyeon
dengan bahasa Mandarin yang tentu saja Heerin tidak mengerti.
Tunggu! Dia bisa bahasa Mandarin? Sebenarnya dia ini
keturunan Korea atau Cina, sih?, batin
Heerin yang makin penasaran terutama setelah mendengar Joonmyeon mengucapkan
bahasa Mandarin dengan lancar.
“Aku
sendirian saja ke sini, Gē
(terjemahan: kakak laki-laki). Soalnya aku ikut program pertukaran pelajar di
sekolahku,” jawab Tao dengan wajah berseri-seri. Kemudian pandangannya beralih
ke arah Heerin yang berdiri di belakang Joonmyeon dengan mulut sedikit
ternganga.
“Gē, Tā shì shuí? (terjemahan:
kak, dia siapa?)” tanya Tao sembari melihat Heerin–mungkin dia tahu kalau
menunjuk orang itu sebenarnya tidak sopan. Walau Heerin tidak tahu artinya tapi
Heerin merasa kalau ia kini tengah ditanyai.
“Ah iya! Tao, kau masih ingat Minseok-gē? Ini adik perempuannya. Namanya Shin Heerin,” Joonmyeon
akhirnya memperkenalkan Heerin kepada Tao.
Refleks Heerin langsung membungkukkan badannya. Kemudian
gadis itu memperkenalkan dirinya, “Annyeong
haseyo. Shin Heerin imnida.”
Ingat, gadis ini tidak bisa bahasa Mandarin.
“Uwaahh~ mirip sekali dengan Minshuo-gē~” seru Tao kagum. Mendengar kata ‘Minshuo’ membuat Heerin
mengernyit.
“Maaf. Minshuo?” tanya Heerin hati-hati.
“Ah itu nama Cina-nya Minseok-hyung,” terang Joonmyeon. “Dia sendiri yang bilang kalau nama
Mandarin-nya itu Minshuo jadi ya Tao langsung memanggilnya dengan panggilan
Minshuo.”
Heerin menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti. Aku lupa kalau Minseok-oppa bisa bahasa
Mandarin, batinnya.
“Hehehehe. Tenang saja, aku akan memanggilmu dengan nama
aslimu kok, Heerin-sshi. Aku sedang
belajar bahasa Korea saat ini,” tukas Tao. “Ah iya! Aku lupa! Namaku Huang
Zitao. Senang berkenalan denganmu, Heerin-sshi.”
Merasakan aura yang bersahabat dari Tao, Heerin pun tersenyum
kecil kearah pemuda bermata panda itu. “Nado bangapta, Tao-sshi,” balas gadis itu.
Sementara itu mulut Joonmyeon sedikit ternganga melihat
perilaku Heerin barusan. Kenapa giliran
Tao dia langsung bisa ramah seperti itu? Padahal mukaku ‘kan lebih ramah dari
Tao, batin Joonmyeon tidak terima.
“Sebenarnya kau ini siapanya Joonmyeon-sunbae?” tanya Heerin lagi.
“Oh, aku saudara jauhnya. Ayahnya Junmian- gē ada keturunan Cina. Jadi aku ini
keponakan ayahnya Junmian-gē,” terang
Tao. “Mianhae kalau misalnya bahasa
Korea-ku masih sulit dimengerti. Aku masih belajar soalnya.”
Sembari tersenyum maklum Heerin membalas, “Ah, tidak apa-apa
kok. Aku dapat mencerna apa yang kau ucapkan dengan baik.” Mendengar perkataan
Heerin barusan membuat wajah Tao kembali berseri-seri persis ketika Joonmyeon
dan Heerin baru pulang tadi.
Tanpa disadari oleh kedua makhluk yang masih bercengkerama
dengan akrabnya itu ada seseorang yang terdiam menatap mereka dengan
perasaan.......sebal?
“Junmian-gē!” seru
Tao sembari menoleh ke arah Joonmyeon. Yang dipanggil pun langsung merubah
ekspresi wajahnya seperti sedia kala.
“Ne?”
“Aku bawa banyak oleh-oleh dari Cina, lho. Ayo ikut ke
kamarku, soalnya oleh-olehnya masih ada di tas semua,” ajak Tao. Joonmyeon dan
Heerin pun mengangguk. Mereka bertiga pun berjalan menuju kamar yang ditempati
oleh Tao.
~oooooooo~
-Malamnya....-
Joonmyeon tengah berada di balkon kamarnya, menikmati
pemandangan kota Seoul ketika malam. Bangunan-bangunan yang lampunya sudah
dinyalakan terlihat indah dari kejauhan. Sekali-kali ia butuh penyegaran
seperti ini selepas dari dunia belajarnya.
Saat sedang asyik menikmati pemandangan kota Seoul, seseorang
memasuki kamarnya dengan seenaknya. Tapi Joonmyeon tahu siapa yang masuk ke
kamarnya tanpa perlu melihat siapa orang itu.
“Waeyo, Tao?” tanya
Joonmyeon tanpa menoleh ke arah belakangnya. Yang dipanggil sempat tersentak
namun akhirnya pemuda bertubuh tinggi itu berjalan dan akhirnya berdiri di
samping Joonmyeon, ikut hanyut dalam menikmati pemandangan kota Seoul pada
malam hari.
“Adiknya Minshuo-gē manis
sekali ya,” puji Tao dengan bahasa Mandarin, biar tidak ada yang mengerti apa
yang sedang mereka bicarakan saat itu. Terutama Heerin yang mengakui kalau ia
tidak bisa bahasa Mandarin seperti kakaknya.
Dahi Joonmyeon mengernyit mendengar kalimat yang dituturkan
Tao barusan.
“Maksudmu bicara seperti itu apa, Zitao?” tanya Joonmyeon
dengan raut wajah serius. Lain Joonmyeon, lain pula dengan Tao yang kini
terkikik pelan karena melihat raut serius yang terpatri di wajah saudara
jauhnya.
“Aish....lihatlah siapa yang cemburu sekarang,” ledek Tao.
Wajah Joonmyeon memerah mendengar ledekan saudara jauhnya yang seusia dengan
Heerin itu.
“A-apa maksudmu berkata seperti itu, hah? Aku tidak cemburu, kok,” kilah Joonmyeon. Namun tetap saja,
kilahan itu tidak mempan bagi Tao. Apalagi gēgē-nya
yang satu itu terlihat jelas kalau ia salah tingkah.
“Sudahlah, jangan mengelak. Aku tahu kalau gēgē sebenarnya tertarik sama Heerin,”
terka Tao. Joonmyeon pun menghela napasnya.
“Ya kau bisa lihat sendiri ‘kan kalau dia itu beda dengan
gadis-gadis yang selalu mencoba mendekatiku,” kata Joonmyeon. Tao paham betul
maksud dari perkataan gēgē-nya itu.
Waktu keluarga Joonmyeon menghadiri acara di Cina, dalam sekejap banyak
gadis-gadis yang langsung mendekati Joonmyeon demi bisa berkenalan dengannya,
meminta nomor ponselnya, pokoknya banyak. Dan Tao merasa iri sekaligus kasihan
sama Joonmyeon karena hal itu.
“Iya aku bisa melihatnya, kok,” ucap Tao.
“Saking bedanya ia bersikap sangat dingin kepadaku,” keluh
Joonmyeon.
“Dingin? Tapi kenapa denganku tidak?” tanya Tao dengan wajah
polos. Mendengar pertanyaan saudara jauhnya barusan membuat Joonmyeon mendengus
sebal.
“Mungkin kau lagi diselamatkan dewi fortuna,” jawab Joonmyeon
agak sarkastik. Kembali Tao terkikik karena kecemburuan Joonmyeon yang terekam
jelas di wajah tampan pemuda bermarga Kim itu.
“Harusnya aku yang iri padamu, gē,” tukas Tao. Joonmyeon menoleh ke arah pemuda yang berbadan
lebih tinggi darinya itu.
“Maksudmu?”
“Ya kau ‘kan sering didekati oleh banyak perempuan.
Eumm.....pengecualian buat Heerin,” jelas Tao. “Apalagi kau terlihat cocok
dengannya walaupun ia bersikap seperti itu padamu. Tapi aku yakin kau akan
berakhir bahagia dengannya. Beda denganku.”
Joonmyeon menatap Tao tidak mengerti. “Kau bicara apa sih?”
tanyanya.
“Gēgē tahu sendiri
kalau aku jarang tertarik pada perempuan, bukan?” Tao bertanya balik–atau lebih
tepatnya mengingatkan Joonmyeon mengenai masalah pribadinya. Untungnya
Joonmyeon langsung teringat. Buktinya ia langsung bersuara “Ah~ Masalah itu~”.
Tidak, jangan salah paham dulu. Seorang Huang Zitao bukanlah gay. Hanya saja ia belum menemukan yang
tepat baginya. Walau ia juga tak kalah populer dengan Joonmyeon tapi ia dan
Joonmyeon itu masih ada perbedaannya.
Kalau Joonmyeon masih bisa menggunakan formalitas apabila ada
yang mendekatinya, maka Tao tidak. Dengan dingin Tao langsung menjauh dari
gadis-gadis yang mencoba mendekatinya. Karena Tao merupakan tipikal orang yang
menghargai ketulusan..
Sementara gadis-gadis di sekolahnya yang ada di Cina
mendekatinya hanya karena ia ttu ‘pangeran sekolah’. Tidak ada ketulusan
dibalik makna pendekatan yang dilakukan oleh gadis-gadis itu. Makanya Tao belum
pernah mengalami jatuh cinta sekalipun.
“Gēgē enak, bisa
menjauh dari mereka dengan menggunakan formalitas.Sedangkan aku sendiri....yah
begitulah,” keluh Tao.
“Kau pikir aku didekati oleh mereka merasa senang atau apa?”
balas Joonmyeon. “Jadi apa tujuanmu kesini untuk mengingatkanku mengenai
masalahmu itu?”
Tao menggelengkan kepalanya. “Tidak hanya itu saja.”
“Lalu?”
Sembari tersenyum ke arah pemandangan kota Seoul yang masih
tersuguh di depan kedua matanya. “Aku berniat untuk mencari wanita yang cocok
untukku disini. Melihat Heerin yang ramah dengan tulus kepadaku membuatku
berpikir kalau mungkin saja ada gadis Korea lain yang berhati baik seperti
Heerin,”terang Tao jujur.
Joonmyeon tersenyum kearah Tao. Kagum juga sih melihat
saudaranya yang satu itu biasanya bertingkah layaknya anak kecil sudah tumbuh
dewasa setelah mereka tidak bertemu selama setahun.
“Pintar juga kau. Menggunakan kesempatan pertukaran pelajar
seperti ini sebagai peralihan petualanganmu mencari cinta,” komentar Joonmyeon.
Tao terkekeh mendengar komentar saudaranya.
“Memangnya kau saja yang pintar, gē? Aku juga tak kalah pintar darimu,” ledek Tao yang diakhiri
dengan memeletkan lidahnya. Joonmyeon tertawa sejenak sebelum akhirnya ia
membalas saudara jauhnya itu.
~ooooooo~
-Paginya.....-
Di ruang tengah kediaman keluarga Kim, tampak sosok Huang
Zitao yang tengah memakan camilannya sembari mencari-cari program televisi yang
menurutnya tepat untuk ditonton pada pagi Sabtu yang cerah itu.
Sementara itu di saat bersamaan, sosok Heerin yang sepertinya
baru saja sadar dari alam mimpinya memasuki ruang tengah. Tidak lupa ia disapa
oleh maid yang ditemuinya di dekat
ruang tengah dan tentu saja gadis itu menyapa mereka balik dengan ramah.
Menyadari ada sosok Tao di ruang tengah membuat Heerin
teringat dengan tujuan utama mengapa ia pergi ke ruang tengah kediaman keluarga
Kim itu.
“Tao-sshi,” panggil
Heerin. Yang dipanggil langsung menoleh.
“Oh! Kau sudah bangun, Heerin-sshi?” tanya Tao sembari menyunggingkan senyum manisnya. Melihat
itu membuat Heerin membalas senyuman pemuda bermata panda itu dengan senyum
ramahnya.
“Tentu saja. Ah iya. Joonmyeon-sunbae eodigasseo?” tanya
Heerin akhirnya–itulah tujuan utama ia ke ruang tengah. Mencari Joonmyeon
karena ada maksud tertentu.
“Belum lama ini ia pergi ke rumah temannya. Katanya sih mau
belajar bersama,” jawab Tao. Memang benar, sih. Tepat setelah sarapan Joonmyeon
langsung pamit ingin pergi ke rumah temannya–atau tepatnya seniornya di SMP
yang sekarang sudah duduk di bangku SMA– untuk belajar bersama.
“Kalau ahjumma dan ahjussi?” kali ini Heerin menanyai kedua
orangtua Joonmyeon.
“Tak lama setelah Junmian-gē pergi, mereka berdua langsung pergi juga,” mendengar jawaban Tao barusan
membuat Heerin menghela nafasnya.
“Aish.....sayang sekali.....” desahnya kecewa.
“Memangnya ada apa?” kini giliran Tao yang bertanya. Tampak
jelas sekali kalau gadis itu menanyai makhluk-makhluk (?) yang berstatuskan
pemilik rumah karena ada maksudnya.
“Eumm.....begini. Tadi malam teman-temanku mengabariku kalau
mereka ingin datang ke rumahku. Tapi yah, kau tahu sendiri ‘kan kalau saat ini
aku sedang menumpang di rumahnya Joonmyeon-sunbae?”
jelas Heerin. Tao langsung mengangguk paham.
“Ah! Jadi kau mau meminta izin kepada Junmian- gē serta paman dan bibi kalau
teman-temanmu mau datang?” terka Tao yang kemudian disambut anggukan kepala
dari Heerin.
“Ne. Makanya itu.
Kalau aku tidak meminta izin kepada mereka secara langsung aku jadi tidak enak.
Dan juga dari minggu lalu teman-temanku sudah merencanakan kalau mereka mau
datang ke rumahku minggu ini,” jawab Heerin. “Tapi siapa sangka pada akhirnya
minggu ini aku menginap di rumah tetanggaku.”
Tao terkekeh pelan. “Tenang saja. Nanti aku bisa
menyampaikannya kepada Junmian- gē sama
paman dan bibi,” mendengar perkataan Tao barusan membuat Heerin merasa agak
tidak enak. Pasalnya dia hanya menumpang sementara disini, dan tiba-tiba saja
dengan seenaknya (sebenarnya sih menurut Heerin sendiri) ia berkata kalau
teman-temannya akan datang kesini.
“T-tapi.....”
“Sudah. Bukannya bibi bilang kalau anggap saja ini rumahmu
sendiri?” tukas Tao. “Toh anggap saja aku adalah tuan rumah saat ini. Itu
berarti aku mengizinkannya, ‘kan?” tambahnya dan diakhiri dengan cengiran yang
terpatri di wajah manisnya.
Heerin terkekeh melihat kelakuan lucu pemuda yang baru
dikenalnya kemarin sore itu. Sepertinya
perlahan aku bisa membuka diri. Lagipula Tao memang orang yang menyenangkan,
batinnya.
~oooooo~
Sebuah pintu kamar di
lantai 2 terbuka, menampilkan sosok Heerin yang baru saja selesai mandi. Belum
lama ini ia menerima pesan dari Hyunra kalau sebentar lagi ia dan Seungwoo akan
datang. Oh iya, bahkan mereka juga mengajak Chanyeol. Atau tepatnya Seungwoo
yang mengajak Chanyeol?
Gadis bermarga Shin
itu kemudian melangkahkan kakinya menuju lantai bawah kediaman keluarga Kim.
Sesampainya di bawah ia langsung ke ruang tengah kembali, dimana ia menemukan
sosok Tao yang masih berkutat dengan televisinya. Tampaknya pemuda Cina itu
menyukai drama Korea.
"Jadi temanmu kapan datang?"
tanya Tao begitu ia melihat sosok Heerin yang sudah duduk di sebelahnya.
"Katanya sih sebentar lagi,"
jawab Heerin sembari melirik arlojinya. "Kau tak sabaran sekali bertemu
dengan calon-calon teman barumu selama kau disini."
Ya. Rencananya Tao akan menjadi siswa di Jeguk Middle School sampai semester pertama kelas 3 nanti. Dan katanya Tao akan masuk ke kelas 1-7 nanti. Yang berarti itu adalah kelas Heerin.
Sambil menyunggingkan cenginrannya, Tao mengangguk dengan semangat. "Habisnya aku tidak semangat ingin berkenalan dengan teman-teman baruku nanti," ujarnya. Membuat Heerin yang mendengarnya jadi tertawa pelan.
Saat sedang asyik berbincang tampak sosok Sung-ahjussi tengah berjalan menghampiri mereka berdua.
"Nona muda, ada yang datang mencari Anda," ucap Sung-ahjussi. Mendengar ucapan butler yang sudah cukup berusia itu membuat Heerin langsung beranjak dari sofa yang sedari tadi ia duduki.
"Ah, jinjja?" tanya Heerin memastikan. Sung-ahjussi mengangguk. Heerin sempat menoleh ke arah Tao bermaksud menyuruhnya untuk menunggu sebentar yang kemudian disambut dari pemuda berkantung mata itu. Kemudian Heerin berlalu ke arah pintu depan untuk menemui teman-temannya yang sudah menunggu.
Dan benar saja. Tampak sosok Hyunra, Seungwoo, serta Chanyeol yang tengah menatap kagum seisi rumah itu.
"Annyeong, yaedeura~" sapa Heerin. Yang disapa langsung menoleh. Hyunra dan Seungwoo pun langsung menghampiri sahabat mereka yang paling tua diantara mereka bertiga.
"Wah~ Rumah ini begitu megah, Heerin-ah!" seru Seungwoo kagum. Membuat orang-orang yang ada di tempat itu langsung terkekeh karena kelakuan Seungwoo.
"Apa tidak apa-apa, Heerin-ah? Bagaimanapun juga ini bukan rumahmu, 'kan?" tanya Hyunra agak ragu. Heerin menggelengkan kepalanya.
"Gwaenchana. Aku sudah meminta izin, kok. Dan untungnya diizinkan," jawab Heerin. "Apalagi kau tahu sendiri 'kan kalau kunci rumahku dibawa oleh kedua orangtuaku."
Heerin pun menoleh ke arah Chanyeol yang sedari tadi berdiri di belakang Hyunra dan Seungwoo. "Ah. Annyeong haseyo, Chanyeol."
Pemuda bermarga Park itu menyunggingkan senyum khasnya sembari berkata, "Tidak usah sesopan itu. Kita 'kan teman sekelas, Heerin-ah!" Heerin menatap Chanyeol dengan tatapan kagum. Ia benar-benar cocok dengan Seungwoo, pikirnya.
Di saat itu, Tao datang menghampiri Heerin yang masih asyik bersama teman-temannya.
"Heerin-sshi, tadi Junmian-gē mengirimiku pesan. Dia menanyaiku soal teman-temanmu yang mau da—"
Tetapi ucapan Tao seketika terhenti tatkala ia menatap sesuatu yang menangkap pandangan serta perhatiannya.
Sesuatu yang berwujud sosok manusia. Tepatnya seorang perempuan berambut panjang, berkulit putih, dan tampak begitu manis yang Tao asumsikan sebagai salah satu teman Heerin yang mau berkunjung.
Tao terpaku di tempatnya. Ia langsung lupa tujuannya menghampiri Heerin tadi. Pemuda itu sudah terlanjur terpesona dengan apa yang tersedia di hadapannya saat ini.
D-dia.......... dia.........
"Waeyo, Tao-sshi?" tanya Heerin karena tiba-tiba Tao menghentikan ucapannya seketika. "Joonmyeon-sunbaenim mengatakan apa padamu?"
Sadar kalau dirinya tengah ditanyai perhatian Tao langsung teralihkan kepada Heerin yang tengah menatapnya bingung. "A-ah, itu.....t-tadi....J-Junmian-gē bertanya......siapa saja teman-temanmu yang datang....." jawab Tao terbata-bata.
Hyunra yang dari awal sudah agak khawatir dengan kunjungan mereka ke rumah—tetangganya—Heerin akhirnya menanyai pemuda kelahiran Qingdao itu.
"Mianhae. Sebenarnya kami tidak bermaksud untuk datang ke sini mengingat ini bukan rumahnya Heerin, tapi—"
"Aniya!" Tao memotong ucapan Hyunra. Kemudian ia tersentak dengan ucapannya sendiri sebelum ia akhirnya berkata, "T-tidak, kok..... Tidak apa-apa. Toh aku juga sudah mengizinkan Heerin kalau kalian mau datang pun tidak masalah."
Dalam hati ia merutuki dirinya yang langsung bertindak ceroboh begitu ia bertatapan mata dengan gadis itu. Gadis yang langsung mengalihkan perhatiannya dari bumi yang ia pijaki saat ini.
"Ah geurae?" tanya Hyunra meyakinkan. Tao menganggukkan kepalanya dengan begitu yakin.
"Ne. Kalau mau sering datang kesini pun juga tidak apa-apa—" Tao langsung membekap mulutnya dengan kedua tangannya begitu ia menyadari apa yang ia ucapkan tadi. Tapi tampaknya tak ada yang memerhatikan karena ia mengucapkan kalimatnya dengan begitu cepat—saking gugupnya.
Hyunra pun mengulurkan senyumnya. "Baiklah kalau begitu," ucapnya kemudian.
"Ah iya! Aku lupa!" Heerin menepuk keningnya pelan. "Yeorobun, kenalkan. Dia Huang Zitao. Tao-sshi. Ini teman-temanku," gadis bermarga Shin itu akhirnya memperkenalkan Tao kepada teman-temannya begitu pula sebaliknya.
Mengingat situasi kalau ia belum kenal dengan teman-teman Heerin, Tao langsung membungkukkan badannya. "Annyeong haseyo. Huang Zitao imnida," katanya yang sudah tidak segugup tadi.
Kini giliran Seungwoo yang membuka mulutnya. "Eh? Kau orang Cina?" tanya Seungwoo. Yang ditanya menganggukkan kepalanya.
"Pantas saja namanya tidak seperti nama orang Korea pada umumnya walaupun ada 'Huang'-nya," gumam Chanyeol namun masih terdengar dalam indera pendengaran teman-temannya dan juga Tao.
Kedua mata Hyunra berbinar-binar. "Cina? Waah~ Dari dulu aku ingin sekali mengunjungi Cina dan juga mencoba berteman dengan orang Cina~" ujarnya.
Tao tersenyum mendengar pujian yang diberikan kepadanya. Tampaknya pembicaraannya dengan Joonmyeon tadi malam berbuah hasil. Hasil yang sangat bagus pula.
Baru sehari disini pun seorang Huang Zitao sudah jatuh cinta pada pandangan pertama......
"Manaseo bangapseumnida, Tao-sshi! Aku harap kita bisa berteman dengan baik!"
pada seorang gadis muda bernama Park Hyunra.
-To be Continued...-
~oooooo~
MUAHAHAHAHAHAH akhirnya bisa update juga~ Semua karena UTS menyebalkan. Udah gitu kemarin Minggu itu mau sempet update tapi karena saya kecapekan gara-gara habis dari Kota Kasablanka demi KTO saya langsung tepar begitu sampai rumah. Terus kemarin-kemarin juga udah masuk sekolah seperti biasa huftie :( Pokoknya saya senang karena akhirnya bisa update juga
Anyway, review? ^^
1 comments:
ALASKDJASKLJDSLFS LO HARUS TAU PAS BACA BAGIAN TERAKHIR MUKA GUE LANGSUNG MERAAAHHH O/////O WKWKWKK
btw fanfic lo makin keren ih. gak ada kata lain selain "Shin heerin jjangiji!!" ><
Post a Comment