Monday, May 19, 2014

[Fanfiction] The Beginning (Chapter 6)

Title: The Beginning

Chapter: 6/? 
Genre: Romance, Comedy, School-life

Rate: PG-12

Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').

Cast:
-EXO members
-Original Characters

Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.

Author notes:
AKHIRNYA UPDATE JUGA~ YEHET~ OHORAT~
Kemarin sempet mau update cuma ya karena ada 'masalah itu' membuat saya sempat tidak mau update. Tapi pada akhirnya saya mau update juga.
Ya saya sih berharap semoga masalah ini berakhir dengan baik-baik, deh, amin.
Anyway happy read~ 




~oOo~

Akhirnya Heerin bisa kembali berangkat ke sekolah seperti biasa lagi–maksudnya berangkat bersama Minseok lagi. Bukan berangkat dengan Joonmyeon lagi.
Padahal dia ‘kan berangkat bersama tetangganya cuma pada hari Jumat yang lalu itu. Harusnya dia bahagia-bahagia saja karena sudah tidak perlu merepotkan keluarga Kim lagi.
Harusnya.....
“Heerin-ah. Kau kenapa?” tanya Minseok begitu melihat raut wajah adiknya yang seolah terlihat memikirkan sesuatu yang membebani adiknya.
Saat ini mereka tengah berada di dalam bus yang akan mengantar mereka ke sekolah mereka masing-masing. Dimana Heerin duduk di posisi dekat jendela sementara Minseok duduk di sebelahnya.
Mendengar sang kakak tengah menanyai dirinya, Heerin menoleh lalu menjawab, “Aniya. Aku baik-baik saja kok, oppa.”
“Kau yakin? Dari tadi pagi wajahmu begini terus. Kusut seperti pakaian yang belum disetrika sama sekali.” Heerin tertawa pelan mendengar omongan kakaknya barusan.
Kakaknya yang satu ini memang tidak begitu aktif dalam berbicara–sama dengan Heerin sendiri. Tapi kalau sudah soal adiknya sendiri, pasti Minseok akan berbicara dengan baik.
Sembari menyunggingkan senyum yang menunjukkan kalau ia tidak apa-apa, Heerin menjawab, “Jinjja na gwaenchana, oppa.”
“Benar kau tidak apa-apa?”
Heerin menganggukkan kepalanya. Jari telunjuk dan tengah tangan kanannya membentuk ‘V’.
“Ah! Sudah sampai!” seru Heerin begitu ia sadar bus yang tengah ia naiki ini telah sampai di tujuan; Jeguk Middle School. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya ketika bus mulai berhenti di halte Jeguk Middle School.
Oppa, aku duluan ya,” pamit Heerin kepada kakaknya.
Ne. Kau belajar dengan benar, ya.” Heerin memutar kedua bola matanya begitu ia mendengar pesan dari kakaknya.
“Lama-lama oppa sudah seperti jiplakan eomma saja,” ledek putri bungsu keluarga Shin itu. Setelah itu ia turun dari bus, Heerin langsung berjalan dari halte menuju sekolahnya.
Begitu ia sudah melewati gerbang sekolahnya, kedua mata Heerin langsung menangkap sebuah mobil yang entah kenapa begitu familiar.
Bukankah itu mobil keluarga Kim? batin Heerin. Tetapi kemudian ia teringat sesuatu lagi.
Hari ini ‘kan hari pertama Tao masuk sebagai siswa Jeguk Middle School. Gadis itu berspekulasi kalau kedua orangtua Joonmyeon –yang notabene menjadi wali dari Tao– tengah mengurus administrasi.
Heerin pun kembali melanjutkan perjalanannya ke dalam gedung sekolahnya.
“Heerin-ah, tunggu!” tiba-tiba terdengar suara seseorang dari arah belakang Heerin, membuat yang dipanggil langsung menghentikan langkahnya. Ia menolehkan kepalanya untuk melihat siapa yang baru saja memanggilnya tadi.
Dapat dilihatnya sosok tinggi Chanyeol yang tengah berjalan menghampirinya. Pemuda bermarga Park itu tampak sedikit kerepotan, apalagi ia membawa gitar. Astaga. Pemuda itu selalu setia dengan gitar kesayangannya itu.
“Kau tampak kerepotan. Mau aku bantu?” tawar Heerin yang agak kasihan melihat Chanyeol yang tengah kerepotan antara membawa tas sekolahnya dan juga tas gitarnya.
“Tidak apa-apa? Takutnya aku merepotkanmu,” kata Chanyeol merasa tidak enak. Masalahnya yang mau menolongnya ini adalah seorang perempuan.
“Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa membawa barang milik orang lain. Sebut saja Seungwoo dan Hyunra,” tukas Heerin. “Toh aku bisa menjelaskannya kepada kekasihmu itu yang sebenarnya agar ia tidak cemburu berkelanjutan.”
Spontan wajah Chanyeol langsung merona begitu mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh teman sekelasnya itu.
“Kau ini bisa sekali,” ucap pemuda itu salah tingkah sembari memberi tas ranselnya kepada Heerin–walau masih dengan perasaan agak tidak enak.
Namun tampaknya Heerin sendiri merasa tidak keberatan. Buktinya dengan santai gadis itu langsung mengambil tas milik Chanyeol dan langsung menggendongnya. Jadi sekarang Heerin tengah membawa dua tas.
Terbalik, bukan? Harusnya laki-laki yang melakukan hal seperti itu. Tetapi ini.....malah perempuan yang melakukannya.....
Mereka berdua pun akhirnya melanjutkan perjalanan menuju kelas mereka. Tentunya selama di perjalanan menuju kelas mereka pun tak hentinya bercengkerama.
“Aku masih tidak menyangka kalau ternyata kau orang yang ramah juga,” Chanyeol melanjutkan kembali pembicaraan mereka yang sempat terhenti. Sementara Heerin sendiri yang mendengarkannya hanya bisa mengernyitkan dahinya.
“Maksudmu?” Heerin bertanya heran.
“Maksudku, begini. Pada hari pertama masuk sekolah ini terlihat jelas kalau kau itu susah didekati karena kau begitu dingin pada orang-orang,” terang Chanyeol. Heerin langsung menghela nafasnya.
“Sudah berapa orang yang berkata seperti itu padaku,” gumam Heerin namun masih tertangkap pada indera pendengaran Chanyeol. Pemuda dengan tinggi tubuh yang luar biasa itu terkekeh.
Jinjjayo, Heerin-ah! Aku ingat sekali ketika hari pertama aku mau meminjam pulpen padamu, kau menatapku dengan tatapan tajam seolah berkata ‘menjauhlah dari teritoriku’,” Heerin tertawa mendengar penjelasan Chanyeol barusan.
“Kau ini ada-ada saja, sih,” kata Heerin. “Memangnya aku terlihat sedingin itu, ya?”
Chanyeol menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Makanya itu. Kurangilah aura dingin yang memancar darimu itu, Heerin-ah.”
Kembali Heerin hanya bisa menghela nafasnya. “Entahlah, Chanyeol-ah. Semenjak saat itu aku jadi susah percaya dengan orang lain....”
“Eh? Saat itu? Maksudmu?” Chanyeol bertanya begitu ia mendengar dua kata yang meluncur dari bibir Heerin.
Sementara Heerin langsung tersentak dengan ucapannya sendiri. “A-aniya. B-bukan.....bukan apa-apa, kok. Bukan hal yang penting.”
Sebenarnya Chanyeol ingin bertanya lebih, namun begitu ia melihat raut wajah Heerin yang terlihat jelas seolah ingin menghindari pembicaraan ini membuat Chanyeol jadi tidak ingin bertanya lagi.
Lain lagi dengan Heerin yang bernafas lega. Hampir saja.....
~oOo~
Sementara itu, masih di Jeguk Middle School....
Tampak sosok Joonmyeon, Tao, serta kedua orangtua Joonmyeon yang baru saja keluar dari ruang administrasi. Setelah mereka sempat berbincang sebentar, akhirnya kedua orangtua Joonmyeon memutuskan pulang ke rumah setelah mengurus administrasi Tao.
Dan, oh. Tidak lupa dengan ayah Joonmyeon yang sempat berpesan kepada putranya agar tidak lupa mengajak menantu idamannya pulang bersama.
Siapa lagi kalau bukan Shin Heerin yang dimaksud?
“Ada-ada saja sih,” gerutu Joonmyeon pelan. Kini ia dan Joonmyeon tengah berjalan menuju kelas masing-masing.
Lain dengan Joonmyeon yang terlihat kusut, lain pula dengan Tao yang terlihat begitu cerah. Sejak keluar dari ruang administrasi tadi wajahnya terlihat cerah bagai matahari yang tengah menyinari bumi saat ini.
Ia membaca kertas yang ada di genggaman tangannya.

Jadwal Pelajaran Kelas 1-7’

Tidakkah kalian merasa asing dengan kelas itu?
Yap, kelas 1-7 akan menjadi kelas dimana Tao belajar di Jeguk Middle School selama tahun pertamanya. Kalau ia tidak salah ingat Heerin juga berada di kelas 1-7. Itu berarti setidaknya ada yang bisa membantunya untuk berkomunikasi dengan anak-anak di kelas barunya nanti.
Kalau soal kelas 1-7 dan Heerin, itu berarti nanti akan ada....
“—Park Hyunra,” gumamnya tanpa sadar. Ya, siapa lagi kalau bukan gadis yang kini menjadi tambatan hatinya?
Tapi sayang. Joonmyeon sempat mendengar sekilas apa yang digumamkan pemuda berkantung mata itu.
“Tadi kau bilang apa?” tanya Joonmyeon. Untungnya sih, hanya sekilas.
Mengetahui kalau saudara jauhnya sempat mendengar sekilas apa yang digumamkannya secara tanpa sadar barusan, Tao langsung salah tingkah.
“T-tidak ada apa-apa, kok, gēgē. A-aku hanya bilang kalau mungkin ini akan menjadi menyenangkan,” jawab Tao gelagapan.
Ia masih tidak berani untuk menceritakan kepada saudara jauhnya kalau ia tengah dirundung asmara.
Dan lagi, untungnya Joonmyeon percaya. Pemuda itu langsung tersenyum kepada Tao. “Tenang saja. Pasti akan menyenangkan, kok,” ucap Joonmyeon.
Sementara Tao hanya bisa tersenyum canggung.
~oOo~
Bel masuk sudah berbunyi. Anak-anak yang masih ada di luar kelas pun langsung bergegas menuju kelas mereka masing-masing. Begitu pula dengan kelas 1-7.
Jam pertama digunakan sebagai jam untuk wali kelas. Tampak wali kelas 1-7, Yoo-seonsaeng–guru Bahasa Inggris, memasuki kelas. Spontan suasana ricuh di ruang kelas itu langsung meredam begitu wali kelas mereka memasuki ruangan kelas.
Salah seorang siswa laki-laki kelas 1-7, yang merupakan ketua kelas, berdiri dari tempat duduknya. “Perhatian!” serunya dengan tegas. “Memberi salam.” Kemudian semua murid di kelas itu memberi salam kepada Yoo-seonsaeng dengan membungkukkan badan mereka.
Annyeong haseyo, seonsaengnim,” mereka memberi salam dengan suara yang lebih tenang. Tidak seperti sebelumnya ketika guru belum masuk ke kelas.
“Terima kasih, hoejang,” kata Yoo-seonsaeng yang secara tidak langsung menyuruh agar sang ketua kelas kembali duduk di bangkunya. Sang ketua kelas pun langsung duduk di bangkunya.
“Baiklah. Hari ini kalian akan kedatangan murid baru. Dia mengikuti program pertukaran pelajar dari sekolahnya di Cina,” Yoo-seonsaeng mulai bersuara. Hal itu membuat kegaduhan kembali terdengar di seisi ruangan kelas 1-7.
Sementara itu, Hyunra dan Seungwoo yang mengerti maksud dari ucapan wali kelas mereka langsung menolehkan kepala ke arah Heerin yang duduk di belakang mereka.
Mwo? Kenapa kalian menatapku seperti itu?” tanya Heerin dengan santai. Tentunya dengan suara yang pelan, terdengar hampir seperti berbisik.
“Kau tidak cerita kalau Tao akan masuk sekolah kita dan menjadi teman sekelas kita,” jawab Seungwoo dengan suara yang tak kalah pelan. Heerin sendiri hanya mengangkat kedua bahunya.
“Kalian sendiri tidak bertanya,” balas Heerin lagi.
“Semua, harap tenang!” Yoo-seonsaeng menenangkan kelas dengan suaranya yang terdengar tegas. Membuat seisi kelas kembali diam.
“Dimohon agar kalian dapat menyambut teman baru kalian ini dengan baik,” ucap Yoo-seonsaeng sebelum ia menyuruh murid ‘pindahan’ itu masuk.
Pintu kelas pun terbuka. Menampilkan sosok tinggi dengan kantung mata yang terlihat dengan jelas di bawah matanya. Semua murid di kelas sontak terkejut melihat kehadiran murid ‘pindahan’ itu. Baiklah, pengecualian untuk Heerin.
Tao berjalan dengan langkah pelan ke dalam kelasnya. Ia menatap kelas yang akan menjadi kelasnya selama (hampir) 1 tahun ke depan nanti itu. Kemudian kedua mata tajamnya menangkap sosok yang sedari tadi dicarinya.
Park Hyunra.
Dapat dilihat gadis itu menatap Tao kaget, tidak menyangka kalau pemuda kelahiran Qingdao itu akan masuk ke Jeguk Middle School. Masuk kelas 1-7 pula.
Sebuah senyum terukir pada wajah Tao. Yang membuat para siswi di kelas menahan pekikan kagum mereka.
“Nah. Kau bisa memperkenalkan dirimu, Zitao-sshi,” kata Yoo-seonsaeng dengan nada yang ramah dan senyum yang ramah pula.
Dengan agak gugup Tao membungkukkan badannya. Kemudian ia memperkenalkan dirinya. ”A-annyeong haseyo. Huang Zitao imnida. M-manaseo bangapseubnida.”
Rasanya Tao ingin merutuk dirinya karena ia yakin betul kalau suaranya terdengar aneh tadi. Apalagi ia memperkenalkan dirinya di depan sang pujaan hati.
“Zitao-sshi. Kau bisa duduk di, uhmm.....ah! Karena kau tinggi, kau bisa duduk di sebelah Wonshik-sshi!” kata Yoo-seonsaeng sembari menunjuk sebuah bangku yang berada di pojok belakang kelas.
Oh, tunggu.
Calon bangkunya selama (hampir) 1 tahun kedepan nanti berada sederetan dengan bangku Hyunra. Hal itu membuat Tao berusaha menahan senyumnnya mati-matian.
Tao kemudian melangkahkan kedua kaki jenjangnya menuju bangku yang dimaksud oleh wali kelasnya itu. Tidak dipedulikannya tatapan-tatapan yang tertuju kepadanya.
Pengecualian untuk tatapan dari Hyunra tentunya. Serta tatapan dari Seungwoo dan Chanyeol yang juga baru tahu kalau mereka akan sekelas dengan pemuda keturunan Cina itu.
Pemuda itu kemudian mendudukkan tubuhnya di atas kursi yang akan menjadi partner-nya selama beberapa lama kedepan nanti sampai ia naik ke kelas 2 nanti.
“Baiklah. Hanya itu saja dari saya. Hoejang,” Yoo-seonsaeng memanggil ketua kelas untuk memimpin kelas memberikan salam kepada wali kelas. Setelah memberi salam, Yoo-seonsaeng berjalan keluar dari kelas.
Begitu Yoo-seonsaeng keluar dari kelas, sontak seluruh murid di kelas 1-7 (kecuali Heerin, Hyunra, Seungwoo, dan Chanyeol) langsung menghampiri Tao. Mencoba mengajak pemuda itu berkenalan.
“Kau berasal dari sekolah mana?”
“Kau kelahiran daerah mana?”
“Tinggalnya dimana?”
“Kau sudah punya pacar?”
Sontak Tao hanya bisa melongo begitu teman sekelasnya langsung menghampiri dirinya dan menghujaminya berbagai macam pertanyaan.
Jadi ini yang dimaksud Junmian-gēgē menyenangkan? batinnya tidak percaya. Bahkan ketika ia di Cina saja keadaannya tidak separah ini.

Sementara itu, keempat insan yang tidak menghampiri Tao karena sudah kenal dengannya lebih dahulu hanya bisa tertawa karena dalam sekejap saja Tao sudah menjadi populer.

Chanyeol yang kini duduk di bangku sebelah bangku Heerin–karena sang pemilik bangku tengah menanyai Tao juga, angkat bicara, “Aku yakin kalau sebentar lagi ia akan menjadi topik hangat di sekolah.”

“Kau benar. Toh, daya tariknya kuat sekali,” sahut Seungwoo. Sementara Heerin dan Hyunra hanya bisa terkekeh mendengar celotehan pasangan yang satu itu.

~oOo~

Singkat cerita, bel istirahat pun berbunyi. Guru pada jam pelajaran itu langsung keluar dari kelas. Tak lama setelah sang guru keluar, siswa-siswi di kelas 1-7 langsung keluar dari kelas mereka. Bergegas menuju kantin karena tidak sabar ingin mengisi perut mereka yang sudah berbunyi.

Namun lain dengan Chanyeol yang sudah bergegas bersama dengan tas gitarnya menuju suatu tempat yang selalu menjadi tempat favoritnya setiap istirahat.

Menyadari kebiasaan kekasihnya, Seungwoo yang sudah siap sedia bersama dengan kotak bekalnya langsung mengikuti Chanyeol yang sudah berjalan keluar terlebih dahulu dari kelasnya.

“Chanyeol-ah! Tunggu aku!” seru Seungwoo pada Chanyeol yang berjalan di depannya.

Mendengar suara seseorang yang memanggilnya, Chanyeol langsung menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya. Senyuman langsung terukir pada wajahnya begitu ia menyadari kalau yang memanggilnya adalah Seungwoo.

“Kau mau kemana?” tanya Seungwoo begitu ia sudah berdiri di samping Chanyeol. Gadis itu sampai harus mendongakkan kepalanya karena, astaga, Chanyeol tinggi sekali! Atau tubuh Seungwoo saja yang kelewat mungil?
 

“Pergi,” jawab Chanyeol singkat. Cukup membuat Seungwoo mendengus sebal.

“Ya pergi kemana?” tanya Seungwoo lagi.

Wae? Kau mau ikut?” kini Chanyeol yang bertanya balik. Seungwoo memiringkan kepalanya, tanda kalau ia bingung.

“Eh? Kemana?” Seungwoo mengulang pertanyaannya lagi. Tanpa merasa ragu, Chanyeol langsung menyeret tangan Seungwoo dari koridor tempat mereka berdiri.
~oOo~

Seungwoo melongo melihat pemandangan yang tersuguhkan di hadapannya saat ini.

“Jadi.....setiap kau istirahat, kau sering kesini?” tanya Seungwoo sembari menatap Chanyeol yang berdiri di sebelahnya. Yang ditanya menganggukkan kepalanya.

“Memangnya kau tidak tahu kalau ada tempat seperti ini di sekolah?” kembali, kini giliran Chanyeol yang bertanya.

Gadis bermarga Lee itu menggembungkan kedua pipinya kesal. Ia menepuk pelan lengan kekasihnya itu. “Aku ‘kan tidak begitu hafal dengan daerah sekolah ini, tidak sepertimu.” Sementara itu Chanyeol hanya bisa tertawa pelan mendengar ucapan kekasihnya.

Mungkin kalian bingung ada dimana mereka saat ini?

Baiklah. Saat ini mereka berada di taman belakang Jeguk Middle School. Kalau dilihat dari keadaannya, taman itu tampak selalu sepi. Padahal taman itu terlihat terawat.

Dan lagi, siapa sangka kalau seorang Park Chanyeol lebih senang menghabiskan waktu istirahatnya tempat indah seperti ini?

“Kau curang sekali. Tidak mengajakku ke tempat seperti ini,” gerutu Seungwoo kesal. Sementara Chanyeol terkekeh melihat kelakuan kekanak-kanakkan kekasihnya sebelum ia mengacak pelan rambut Seungwoo.

“Habisnya kau lebih memilih menghabiskan waktu istirahat bersama Hyunra dan Heerin. Jadinya aku lebih memilih sendiri saja di tempat ini,” jelas Chanyeol. Hal itu membuat Seungwoo tertegun karenanya.

Mianhae, Chanyeol-ah. Aku tidak tahu,” sesal Seungwoo.

Ya. Kenapa kau jadi minta maaf begitu? Sudahlah, tidak apa-apa. Yang jelas aku sudah mengajakmu kesini,” ujar Chanyeol seraya menghibur kekasihnya itu.

Mendengar ucapan Chanyeol membuat senyuman terpatri pada wajah manis Seungwoo. Gadis itu mengangukkan kepalanya setuju.

Chanyeol kemudian mengajak Seungwoo duduk di bangku yang ada di taman itu. Begitu mereka mendudukkan diri mereka di bangku itu, Chanyeol langsung mengeluarkan gitarnya dari dalam tas gitarnya.

“Kau selalu memainkan gitarmu disini?” tanya Seungwoo lagi. Chanyeol mengangukkan kepalanya.

“Biasanya aku sering menyanyikan lagu apapun yang kutahu. Tapi karena kau ada disini, aku akan menyanyikan lagu romantis untukmu,” jawab Chanyeol. Wajah Seungwoo merona mendengar gombalan Chanyeol barusan.

“Aish kau ini,” gerutunya sambil meninju pelan lengan Chanyeol. “Masih kelas 1 SMP saja sudah menyanyikan lagu romantis.”

“Salah sendiri kau membuatku jatuh hati padamu di saat kita masih seumur jagung begini,” canda Chanyeol yang disambut tawaan yang mengalir dari bibir Seungwoo.

Chanyeol kemudian memainkan gitarnya. Ia memainkan lagu berjudul ‘I to You, You to Me’ yang merupakan soundtrack dari ‘The Classic’. Sementara Seungwoo menikmati alunan gitar yang dimainkan dengan baik oleh Chanyeol.

Tidak lupa Seungwoo menyantap bekalnya. Dan tentunya gadis itu berbagi dengan Chanyeol dengan menyuapi kekasihnya itu. Mereka berdua tampak begitu mesra sekali. Orang-orang yang melihat mereka juga mungkin akan berpendapat demikian.



Tetapi tidak untuk seseorang yang tengah menatap mereka dari kejauhan. Orang itu tampak cemburu dengan apa yang kedua insan itu lakukan.

~oOo~

0 comments:

Post a Comment

 
;