Saturday, April 19, 2014

[Fanfiction] The Beginning (Chapter 2)

Title: The Beginning

Chapter: 2/? [First Impressions]


Genre: Romance, Comedy, (a little bit of) School-life

Rate: PG-12

Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').

Cast:
-EXO members
-Original Characters

Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.

Author note:
Part 2 is in the house! Mungkin karena sudah malam jadi ga terlalu fokus bikinnya karena ngantuk wkwkwk. Anyway happy reading~



~oOo~
-Keesokan harinya, di Jeguk Middle School, ruang kelas 1-7....-

Heerin tengah memainkan game di ponselnya. Hanya saja raut wajahnya terlihat lebih datar dari biasanya. Membuat Hyunra yang baru datang ke sekolah dan kebetulan duduk di depan Heerin agak kaget melihat teman dekatnya yang satu itu berwajah sangat datar dari biasanya.

Ya! Kau kenapa?” tanya Hyunra yang membuat Heerin menghentikan game-nya sebentar. Yang ditanya menghela napasnya sejenak.

“Aku kesal,” jawab Heerin. “Hari ini aku ditinggal oleh keluargaku. Uri eomma dan appa pergi ke Vietnam dan baru pulang hari Minggu nanti, begitu pula Minseok-oppa yang pergi karya wisata ke pulau Jeju sampai dan baru pulang hari Minggu nanti.”

Mwo? Pulau Jeju? Enak sekali~” sahut Seungwoo yang juga baru datang dan langsung menaruh tasnya di bangku sebelah bangku Hyunra.

“Biasanya kau tidak pernah kesal kalau ditinggal sendirian seperti itu,” terka Hyunra. “Jadi......apa yang membuatmu kesal sampai kau berwajah datar seperti tadi?”

Kembali Heerin menghela napasnya sebelum akhirnya menjawab, “Aku ‘dititipkan’ orangtuaku di rumah teman dekat mereka.”

Alis Hyunra dan Seungwoo mengernyit. Sungguh, pikiran teman mereka yang satu ini terkadang agak sulit dimengerti.

“Lalu kenapa kalau misalnya di rumah teman dekat orangtuamu? Apa mereka tidak menyukaimu?” kini giliran Seungwoo yang bertanya.

Heerin menggelengkan kepalanya. “Ani. Malah teman kedua orangtuaku itu sangat menyambutku,” jawab Heerin.

“Kalau begitu apa yang membuatmu kesal?” tanya Hyunra dan Seungwoo serempak. Heerin jadi sedikit terhibur karena kekompakkan kedua temannya ini.

“Anak mereka,” jawab Heerin singkat namun memiliki makna yang padat.

Wae? Anak teman orangtuamu tidak menyukaimu?”

Molla,” jawab Heerin. “Tapi ia tidak begitu memberikan kesan yang baik saat bertemu dengannya.”

“Kalau memang ia tidak menyukaimu apa ia bertingkah seolah ia menolak kehadiranmu begitu?” tanya Seungwoo. Mendengar pertanyaannya membuat Heerin mengingat-ingat sedikit mengenai perilaku Joonmyeon kepadanya.

Menurut pengamatannya, Joonmyeon tidak menunjukkan sikap tidak suka pada Heerin. Tapi mereka tidak begitu sering melakukan komunikasi karena kesibukan pribadi masing-masing. Joonmyeon sibuk belajar, sedangkan Heerin sibuk dengan dunia menulisnya.

“Kalau kulihat sih tidak,” jawab Heerin.

“Lantas apa yang membuatmu berpikir ia tidak memberikan kesan yang baik saat pertama bertemu dengannya?” tanya Hyunra. Kembali Heerin berpikir lagi sejenak.

“Mungkin karena dia mengataiku ‘anak rumahan’ secara tidak langsung?” terka Heerin.

“Kau ‘kan memang anak rumahan,” sahut Hyunra yang kembali sedikit memancing emosi Heerin.

“Mungkin dia tidak bermaksud mengejekmu, Heerin-ah,” ujar Seungwoo bermaksud menenangkan Heerin. Bagaimanapun juga, Heerin sangat menyeramkan kalau sudah marah.

“Kau yakin darimana, Seungwoo?” tanya Heerin.

“Kau bilang ia tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia tidak menyukaimu, bukan? Berarti dia tidak bermaksud mengataimu sebagai anak rumahan. Ia hanya mengucapkan fakta saja kok,” jelas Seungwoo. “Bukannya aku bermaksud mengataimu atau apa. Tapi kau ‘kan jarang sekali keluar rumah. Bahkan kau tidak dekat dengan tetangga-tetanggamu itu, hm?”

Heerin berusaha mencerna maksud penjelasan Seungwoo. Memang benar sih kalau ia ini antisosial sampai-sampai kedua orangtuanya menegurnya karena ia terlalu pendiam dan antisosial. Kakaknya sendiri bahkan pernah berkomentar kalau Heerin sering mengumbarkan aura dingin dan tidak bersahabat kepada orang asing yang baru ditemuinya.

“Kurangilah sifat dinginmu itu, Heerin-ah,” nasihat Seungwoo pada akhirnya.

“Aku tidak bermaksud bersikap dingin padanya, kok,” kilah Heerin.

“Kau selalu bersikap dingin kepada orang asing, hanya saja kau tidak menyadarinya,” tukas Hyunra. “Atau kau tidak mau menyadarinya, eoh?”

Heerin hanya bisa menghela napasnya karena saat ini kedua temannya pun juga menegurnya karena sifat dinginnya terhadap orang asing itu.

Apa benar aku ini selalu bersikap dingin pada orang asing?, tanya Heerin dalam hati.

~oOo~

-Sementara itu di sekolah yang sama, di ruang kelas 3-3....-

Joonmyeon tengah duduk di bangkunya. Dan seperti biasa, ia tengah belajar untuk menghadapi ujian negara nanti. Benar-benar mencerminkan sosok pangeran sekolah yang tidak hanya sekedar tampan tetapi juga rajin.

Dan hari ini pun, kegiatan belajar mandirinya pun terganggu lagi. Gangguan itu pun berupa kertas latihan soalnya diambil secara paksa oleh seseorang yang berdiri di hadapannya. Joonmyeon yang tahu betul siapa orang yang mengambil kertas latihan soalnya itu menghela napas sebelum ia menatap sang pelaku.

“Bisakah kau mengembalikan kertasku, Luhan-sshi?” tanya Joonmyeon kepada pemuda berkewarganegaraan Cina berstatuskan teman dekatnya yang bernama Luhan itu, yang masih setia memegang kertas latihan soal matematika milik Joonmyeon dengan tangan kanannya.

Aniyo~ Ayolah, Joonmyeon-ah. Sekarang masih semester ganjil! Semester ini kita masih bisa bersantai sebelum akhirnya menghadapi ujian pada semester genap nanti, dan kau sudah menyibukkan dirimu dengan soal-soal seperti ini,” ujar Luhan dengan nada agak sarkastik.

“Aku tahu kau ini pintar, Luhan,” kata Joonmyeon yang sukses mendapat hadiah berupa keplakan tepat di kepala dari Luhan sendiri.

Ya! Kalau aku pintar, kau ini apa, hah? Jenius seperti Einstein?!” tanya Luhan dengan nada (pura-pura) galak sebelum akhirnya ia dan Joonmyeon tertawa. Pemuda Cina itu kemudian mendudukkan tubuhnya di bangku sebelah bangku milik Joonmyeon. Tak lupa ia mengembalikan kertas latihan soal yang sedari tadi ia pegang kepada sang pemilik. Tentu saja Joonmyeon menerima itu langsung mengambilnya dan mengerjakan soal-soal itu lagi.

“Oh iya, Joonmyeon-ah. Ada yang ingin kutanyakan,” kata Luhan.

“Kau mau menanyakan apa? Tanyakan saja,” ucap Joonmyeon yang kembali fokus dengan soal-soal matematika yang sudah menjadi konsumsinya di waktu senggang (mungkin).

“Tadi kulihat kau datang ke sekolah bersama seorang yeoja,” mulai Luhan dengan suara yang pelan agar tidak didengar oleh teman-teman sekelasnya yang wanita–karena kebanyakan dari mereka merupakan penggemar dari Joonmyeon. “Dan tampaknya yeoja itu adik kelas kita. Memang dia siapanya kau?”

Joonmyeon menghentikan kegiatannya. Entah kenapa mendengar Luhan menanyakan Heerin membuatnya jadi tertarik ingin membicarakan tentang gadis yang kemarin sore mulai menginap di rumahnya itu.

“Namanya Heerin. Shin Heerin. Dia itu adiknya Minseok-hyung,” jawab Joonmyeon singkat. Luhan, yang kenal dengan Minseok, raut wajahnya berubah menjadi tambah antusias.

Jinjja?! Jadi Minseok-hyung memperbolehkanmu untuk memacari adiknya, begitu?” kini giliran Luhan yang mendapat keplakan tepat di kepala dari Joonmyeon. Hitung-hitung sebagai balas dendam.

“Aish.....bukan begitu!” omel Joonmyeon. “Jadi begini. Kau tahu ‘kan Minseok-hyung itu tetanggaku? Orangtua kami berdua pun juga sangat dekat. Dan kemarin sore orangtuanya ‘menitipkan’ anak perempuan mereka–yaitu Heerin–di rumahku. Soalnya orangtuanya pergi ke Vietnam karena urusan pekerjaan sementara Minseok-hyung pergi mengikuti kegiatan karyawisata di sekolahnya. Mereka akan pulang hari Minggu nanti,” terang pemuda bermarga Kim itu. Luhan yang mulai mengerti situasinya langsung membulatkan bibirnya, tanda kalau ia mengerti.

“Lalu?” tanya Luhan lagi membuat sebelah alis Joonmyeon menaik.

“Lalu apanya?”

“Bagaimana dengan gadis itu?” Luhan memperjelas pertanyaannya. Barulah Joonmyeon mengerti maksud dari pertanyaan teman dekatnya yang dianggap sebagai jelmaan rusa itu. Ia pun langsung menghela napasnya.

“Tampaknya.....” Joonmyeon menggantungkan kalimatnya sejenak. Berpikir apakah kalimat yang akan ia ucapkan berikutnya ini akan terdengar tidak mengenakkan di telinga teman sebangkunya itu.

“Tampaknya?” beo Luhan–bermaksud untuk bertanya lanjutan dari ucapan Joonmyeon. Kembali Joonmyeon menghela napasnya sebelum ia melanjutkan kalimatnya.

“Tampaknya Heerin tidak menyukaiku,” jawab Joonmyeon.

Mwo? Bagaimana bisa? Memangnya terlihat jelas kalau ia tidak menyukaimu?” tanya Luhan lagi layaknya seorang wartawan.

Molla. Aku juga tidak yakin apa Heerin benar-benar tidak menyukaiku atau bagaimana. Tapi dari sikapnya kepadaku sepertinya ia sosok yang dingin. Ia juga tidak banyak bicara. Yah walaupun mungkin karena kami baru pertama kali bertemu.”

“Hah? Memangnya kau tidak pernah bertemu dengannya?”

“Aku hanya pernah melihatnya. Tapi aku jarang melihat gadis itu keluar dari rumahnya. Kau bisa menyebutnya sebagai ‘anak rumahan’.” Luhan tampak mencoba mencerna penjelasan temannya mengenai gadis bernama Shin Heerin ini.

“Sepertinya sih, bukannya ia tidak menyukaimu. Hanya saja ia bingung mau berkata apa padamu,” terka Luhan.

“Kau yakin darimana?” tanya Joonmyeon tidak yakin.

“Dia ‘kan adiknya Minseok-hyung. Kau tahu sendiri ‘kan waktu pertama kali kenal dengan Minseok-hyung dia itu tidak banyak bicara sampai kita mengira dia orang yang dingin padahal sebenarnya ia terlalu bingung mau berbicara apa?” tanya Luhan, mencoba menjelaskan terkaannya barusan. Joonmyeon menganggukkan kepalanya. Ia tahu betul kalau Minseok juga tidak kalah pendiam dengan Heerin. Hanya saja menurut Joonmyeon, beda dari Minseok dan Heerin ialah Minseok masih memberikan aura bersahabat sedangkan Heerin.......tampaknya tidak.

“Mungkin adiknya juga berpikir demikian padamu. Apalagi baru......tunggu, kapan adiknya Minseok-hyung menginap di rumahmu?”

“Kemarin sore.”

Ne, kemarin sore itu ‘kan pertemuan pertama kalian secara resmi dan langsung. Mungkin Heerin-sshi itu terlalu bingung dengan cara bagaimana agar ia bisa kenal denganmu. Bagaimanapun juga kau itu teman dekat kakaknya.”

Joonmyeon terdiam sejenak. Menurutnya hipotesa Luhan mengenai Heerin termasuk logis juga. Walaupun aura gadis itu tidak bersahabat–demikian menurutnya, tetapi pemuda bermarga Kim itu berpikir kalau sebenarnya Heerin itu bersahabat. Sama seperti kakaknya.

“Dan hei, Joonmyeon-ah,” panggil Luhan lagi.

Mwoya?”

“Menurutku kau terlihat ingin mengenal gadis itu lebih dalam lagi. Dan sepertinya kau menyukai gadis itu,” terka Luhan lagi, membuat Joonmyeon berniat ingin memukul kepala temannya itu lagi. Tetapi tidak jadi karena guru pelajaran pertama mereka sudah masuk kelas. Ternyata bel sudah berbunyi dari tadi. Hanya saja karena mereka berdua terlalu asyik mengobrol jadi suara bel masuk tidak terdengar oleh telinga mereka karena saking asyiknya mengobrol.

Apa iya aku tertarik pada Heerin?, tanya Joonmyeon dalam hati.

~oOo~

Part 2 akhirnya selesai yehet~ Rencananya bakalan saya lanjutin besok (padahal lusa saya baru UTS astaga =_=) Maaf kalau misalya part 2 tidak memuaskan. Mungkin karena udah malem juga jadi otak saya tidak fokus terus bingung mau bikinnya gimana buat part 2. Tapi pada akhirnya saya memutuskan buat bikin part ini sebagai komentar main hero and heroine kita mengenai calon pasangan mereka masing-masing setelah akhirnya pertama kali berkenalan wkwkwkwk

DAN SAYA PAKAI NAMA SMP-NYA JEGUK MIDDLE SCHOOL WKWKWKWK

Terus kalo ada yang kepo kenapa Luhan bisa kenal sama Minseok, jadi gini. Minseok itu alumni Jeguk Middle School dan pernah jadi ketua futsal di sekolah itu. Sementara Luhan adalah anggota futsal. Tapi Luhan gatau kalo Minseok punya adik saking 'anak rumahan' banget si Heerin wkwkwk. Maksa banget ye? Tapi biarin lah.

Anyway review? owo

0 comments:

Post a Comment

 
;