Chapter: 2/? [First Impressions]
Genre: Romance, Comedy, (a little bit of) School-life
Rate: PG-12
Disclaimer: Plot belongs to me yet inspirated from my friend's fic (you can check it in here. The title of the fic is 'Between You and Me').
Cast:
-EXO members
-Original Characters
Summary: Pertemuan pertama pasangan yang kalian kira manis awalnya tidak semanis yang kalian kira.
Author note:
Part 2 is in the house! Mungkin karena sudah malam jadi ga terlalu fokus bikinnya karena ngantuk wkwkwk. Anyway happy reading~
~oOo~
-Keesokan harinya, di Jeguk Middle School, ruang kelas 1-7....-
Heerin tengah memainkan game
di ponselnya. Hanya saja raut wajahnya terlihat lebih datar dari biasanya. Membuat
Hyunra yang baru datang ke sekolah dan kebetulan duduk di depan Heerin agak
kaget melihat teman dekatnya yang satu itu berwajah sangat datar dari biasanya.
“Ya! Kau kenapa?” tanya
Hyunra yang membuat Heerin menghentikan game-nya
sebentar. Yang ditanya menghela napasnya sejenak.
“Aku kesal,” jawab Heerin. “Hari ini aku ditinggal oleh
keluargaku. Uri eomma dan appa pergi ke Vietnam dan baru pulang
hari Minggu nanti, begitu pula Minseok-oppa
yang pergi karya wisata ke pulau Jeju sampai dan baru pulang hari Minggu nanti.”
“Mwo? Pulau Jeju? Enak
sekali~” sahut Seungwoo yang juga baru datang dan langsung menaruh tasnya di
bangku sebelah bangku Hyunra.
“Biasanya kau tidak pernah kesal kalau ditinggal sendirian seperti
itu,” terka Hyunra. “Jadi......apa yang membuatmu kesal sampai kau berwajah
datar seperti tadi?”
Kembali Heerin menghela napasnya sebelum akhirnya menjawab, “Aku ‘dititipkan’
orangtuaku di rumah teman dekat mereka.”
Alis Hyunra dan Seungwoo mengernyit. Sungguh, pikiran teman mereka yang satu ini terkadang agak sulit dimengerti.
Alis Hyunra dan Seungwoo mengernyit. Sungguh, pikiran teman mereka yang satu ini terkadang agak sulit dimengerti.
“Lalu kenapa kalau misalnya di rumah teman dekat orangtuamu? Apa
mereka tidak menyukaimu?” kini giliran Seungwoo yang bertanya.
Heerin menggelengkan kepalanya. “Ani. Malah teman kedua orangtuaku itu sangat menyambutku,” jawab
Heerin.
“Kalau begitu apa yang membuatmu kesal?” tanya Hyunra dan Seungwoo
serempak. Heerin jadi sedikit terhibur karena kekompakkan kedua temannya ini.
“Anak mereka,” jawab Heerin singkat namun memiliki makna yang
padat.
“Wae? Anak teman
orangtuamu tidak menyukaimu?”
“Molla,” jawab Heerin. “Tapi
ia tidak begitu memberikan kesan yang baik saat bertemu dengannya.”
“Kalau memang ia tidak menyukaimu apa ia bertingkah seolah ia
menolak kehadiranmu begitu?” tanya Seungwoo. Mendengar pertanyaannya membuat
Heerin mengingat-ingat sedikit mengenai perilaku Joonmyeon kepadanya.
Menurut pengamatannya, Joonmyeon tidak menunjukkan sikap tidak
suka pada Heerin. Tapi mereka tidak begitu sering melakukan komunikasi karena
kesibukan pribadi masing-masing. Joonmyeon sibuk belajar, sedangkan Heerin
sibuk dengan dunia menulisnya.
“Kalau kulihat sih tidak,” jawab Heerin.
“Lantas apa yang membuatmu berpikir ia tidak memberikan kesan yang
baik saat pertama bertemu dengannya?” tanya Hyunra. Kembali Heerin berpikir
lagi sejenak.
“Mungkin karena dia mengataiku ‘anak rumahan’ secara tidak
langsung?” terka Heerin.
“Kau ‘kan memang anak rumahan,” sahut Hyunra yang kembali sedikit
memancing emosi Heerin.
“Mungkin dia tidak bermaksud mengejekmu, Heerin-ah,” ujar Seungwoo bermaksud menenangkan
Heerin. Bagaimanapun juga, Heerin sangat menyeramkan kalau sudah marah.
“Kau yakin darimana, Seungwoo?” tanya Heerin.
“Kau bilang ia tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia tidak
menyukaimu, bukan? Berarti dia tidak bermaksud mengataimu sebagai anak rumahan.
Ia hanya mengucapkan fakta saja kok,” jelas Seungwoo. “Bukannya aku bermaksud
mengataimu atau apa. Tapi kau ‘kan jarang sekali keluar rumah. Bahkan kau tidak
dekat dengan tetangga-tetanggamu itu, hm?”
Heerin berusaha mencerna maksud penjelasan Seungwoo. Memang benar
sih kalau ia ini antisosial sampai-sampai kedua orangtuanya menegurnya karena
ia terlalu pendiam dan antisosial. Kakaknya sendiri bahkan pernah berkomentar
kalau Heerin sering mengumbarkan aura dingin dan tidak bersahabat kepada orang
asing yang baru ditemuinya.
“Kurangilah sifat dinginmu itu, Heerin-ah,” nasihat Seungwoo pada akhirnya.
“Aku tidak bermaksud bersikap dingin padanya, kok,” kilah Heerin.
“Kau selalu bersikap dingin kepada orang asing, hanya saja kau
tidak menyadarinya,” tukas Hyunra. “Atau kau tidak mau menyadarinya, eoh?”
Heerin hanya bisa menghela napasnya karena saat ini kedua temannya
pun juga menegurnya karena sifat dinginnya terhadap orang asing itu.
Apa benar aku ini selalu bersikap dingin
pada orang asing?, tanya
Heerin dalam hati.
~oOo~
-Sementara itu di sekolah yang sama, di ruang kelas 3-3....-
Joonmyeon tengah duduk di bangkunya. Dan seperti biasa, ia tengah
belajar untuk menghadapi ujian negara nanti. Benar-benar mencerminkan sosok
pangeran sekolah yang tidak hanya sekedar tampan tetapi juga rajin.
Dan hari ini pun, kegiatan belajar mandirinya pun terganggu lagi.
Gangguan itu pun berupa kertas latihan soalnya diambil secara paksa oleh
seseorang yang berdiri di hadapannya. Joonmyeon yang tahu betul siapa orang
yang mengambil kertas latihan soalnya itu menghela napas sebelum ia menatap
sang pelaku.
“Bisakah kau mengembalikan kertasku, Luhan-sshi?” tanya Joonmyeon kepada pemuda berkewarganegaraan Cina
berstatuskan teman dekatnya yang bernama Luhan itu, yang masih setia memegang
kertas latihan soal matematika milik Joonmyeon dengan tangan kanannya.
“Aniyo~ Ayolah,
Joonmyeon-ah. Sekarang masih semester
ganjil! Semester ini kita masih bisa bersantai sebelum akhirnya menghadapi
ujian pada semester genap nanti, dan kau sudah menyibukkan dirimu dengan
soal-soal seperti ini,” ujar Luhan dengan nada agak sarkastik.
“Aku tahu kau ini pintar, Luhan,” kata Joonmyeon yang sukses
mendapat hadiah berupa keplakan tepat di kepala dari Luhan sendiri.
“Ya! Kalau aku pintar,
kau ini apa, hah? Jenius seperti Einstein?!” tanya Luhan dengan nada
(pura-pura) galak sebelum akhirnya ia dan Joonmyeon tertawa. Pemuda Cina itu
kemudian mendudukkan tubuhnya di bangku sebelah bangku milik Joonmyeon. Tak
lupa ia mengembalikan kertas latihan soal yang sedari tadi ia pegang kepada
sang pemilik. Tentu saja Joonmyeon menerima itu langsung mengambilnya dan
mengerjakan soal-soal itu lagi.
“Oh iya, Joonmyeon-ah.
Ada yang ingin kutanyakan,” kata Luhan.
“Kau mau menanyakan apa? Tanyakan saja,” ucap Joonmyeon yang
kembali fokus dengan soal-soal matematika yang sudah menjadi konsumsinya di
waktu senggang (mungkin).
“Tadi kulihat kau datang ke sekolah bersama seorang yeoja,” mulai Luhan dengan suara yang
pelan agar tidak didengar oleh teman-teman sekelasnya yang wanita–karena kebanyakan
dari mereka merupakan penggemar dari Joonmyeon. “Dan tampaknya yeoja itu adik kelas kita. Memang dia
siapanya kau?”
Joonmyeon menghentikan kegiatannya. Entah kenapa mendengar Luhan menanyakan
Heerin membuatnya jadi tertarik ingin membicarakan tentang gadis yang kemarin
sore mulai menginap di rumahnya itu.
“Namanya Heerin. Shin Heerin. Dia itu adiknya Minseok-hyung,” jawab Joonmyeon singkat. Luhan,
yang kenal dengan Minseok, raut wajahnya berubah menjadi tambah antusias.
“Jinjja?! Jadi Minseok-hyung memperbolehkanmu untuk memacari
adiknya, begitu?” kini giliran Luhan yang mendapat keplakan tepat di kepala
dari Joonmyeon. Hitung-hitung sebagai balas dendam.
“Aish.....bukan begitu!” omel Joonmyeon. “Jadi begini. Kau tahu ‘kan
Minseok-hyung itu tetanggaku?
Orangtua kami berdua pun juga sangat dekat. Dan kemarin sore orangtuanya ‘menitipkan’
anak perempuan mereka–yaitu Heerin–di rumahku. Soalnya orangtuanya pergi ke
Vietnam karena urusan pekerjaan sementara Minseok-hyung pergi mengikuti kegiatan karyawisata di sekolahnya. Mereka
akan pulang hari Minggu nanti,” terang pemuda bermarga Kim itu. Luhan yang
mulai mengerti situasinya langsung membulatkan bibirnya, tanda kalau ia
mengerti.
“Lalu?” tanya Luhan lagi membuat sebelah alis Joonmyeon menaik.
“Lalu apanya?”
“Bagaimana dengan gadis itu?” Luhan memperjelas pertanyaannya.
Barulah Joonmyeon mengerti maksud dari pertanyaan teman dekatnya yang dianggap
sebagai jelmaan rusa itu. Ia pun langsung menghela napasnya.
“Tampaknya.....” Joonmyeon menggantungkan kalimatnya sejenak.
Berpikir apakah kalimat yang akan ia ucapkan berikutnya ini akan terdengar
tidak mengenakkan di telinga teman sebangkunya itu.
“Tampaknya?” beo Luhan–bermaksud untuk bertanya lanjutan dari
ucapan Joonmyeon. Kembali Joonmyeon menghela napasnya sebelum ia melanjutkan
kalimatnya.
“Tampaknya Heerin tidak menyukaiku,” jawab Joonmyeon.
“Mwo? Bagaimana bisa?
Memangnya terlihat jelas kalau ia tidak menyukaimu?” tanya Luhan lagi layaknya
seorang wartawan.
“Molla. Aku juga tidak
yakin apa Heerin benar-benar tidak menyukaiku atau bagaimana. Tapi dari
sikapnya kepadaku sepertinya ia sosok yang dingin. Ia juga tidak banyak bicara.
Yah walaupun mungkin karena kami baru pertama kali bertemu.”
“Hah? Memangnya kau tidak pernah bertemu dengannya?”
“Aku hanya pernah melihatnya. Tapi aku jarang melihat gadis itu
keluar dari rumahnya. Kau bisa menyebutnya sebagai ‘anak rumahan’.” Luhan
tampak mencoba mencerna penjelasan temannya mengenai gadis bernama Shin Heerin
ini.
“Sepertinya sih, bukannya ia tidak menyukaimu. Hanya saja ia
bingung mau berkata apa padamu,” terka Luhan.
“Kau yakin darimana?” tanya Joonmyeon tidak yakin.
“Dia ‘kan adiknya Minseok-hyung.
Kau tahu sendiri ‘kan waktu pertama kali kenal dengan Minseok-hyung dia itu tidak banyak bicara sampai
kita mengira dia orang yang dingin padahal sebenarnya ia terlalu bingung mau
berbicara apa?” tanya Luhan, mencoba menjelaskan terkaannya barusan. Joonmyeon
menganggukkan kepalanya. Ia tahu betul kalau Minseok juga tidak kalah pendiam dengan
Heerin. Hanya saja menurut Joonmyeon, beda dari Minseok dan Heerin ialah
Minseok masih memberikan aura bersahabat sedangkan Heerin.......tampaknya
tidak.
“Mungkin adiknya juga berpikir demikian padamu. Apalagi
baru......tunggu, kapan adiknya Minseok-hyung
menginap di rumahmu?”
“Kemarin sore.”
“Ne, kemarin sore itu ‘kan
pertemuan pertama kalian secara resmi dan langsung. Mungkin Heerin-sshi itu terlalu bingung dengan cara
bagaimana agar ia bisa kenal denganmu. Bagaimanapun juga kau itu teman dekat
kakaknya.”
Joonmyeon terdiam sejenak. Menurutnya hipotesa Luhan mengenai
Heerin termasuk logis juga. Walaupun aura gadis itu tidak bersahabat–demikian
menurutnya, tetapi pemuda bermarga Kim itu berpikir kalau sebenarnya Heerin itu
bersahabat. Sama seperti kakaknya.
“Dan hei, Joonmyeon-ah,”
panggil Luhan lagi.
“Mwoya?”
“Menurutku kau terlihat ingin mengenal gadis itu lebih dalam lagi.
Dan sepertinya kau menyukai gadis itu,” terka Luhan lagi, membuat Joonmyeon
berniat ingin memukul kepala temannya itu lagi. Tetapi tidak jadi karena guru
pelajaran pertama mereka sudah masuk kelas. Ternyata bel sudah berbunyi dari
tadi. Hanya saja karena mereka berdua terlalu asyik mengobrol jadi suara bel
masuk tidak terdengar oleh telinga mereka karena saking asyiknya mengobrol.
Apa iya aku tertarik pada Heerin?, tanya Joonmyeon dalam hati.
~oOo~
Part 2 akhirnya selesai yehet~ Rencananya bakalan saya lanjutin besok (padahal lusa saya baru UTS astaga =_=) Maaf kalau misalya part 2 tidak memuaskan. Mungkin karena udah malem juga jadi otak saya tidak fokus terus bingung mau bikinnya gimana buat part 2. Tapi pada akhirnya saya memutuskan buat bikin part ini sebagai komentar main hero and heroine kita mengenai calon pasangan mereka masing-masing setelah akhirnya pertama kali berkenalan wkwkwkwk
DAN SAYA PAKAI NAMA SMP-NYA JEGUK MIDDLE SCHOOL WKWKWKWK
Terus kalo ada yang kepo kenapa Luhan bisa kenal sama Minseok, jadi gini. Minseok itu alumni Jeguk Middle School dan pernah jadi ketua futsal di sekolah itu. Sementara Luhan adalah anggota futsal. Tapi Luhan gatau kalo Minseok punya adik saking 'anak rumahan' banget si Heerin wkwkwk. Maksa banget ye? Tapi biarin lah.
DAN SAYA PAKAI NAMA SMP-NYA JEGUK MIDDLE SCHOOL WKWKWKWK
Terus kalo ada yang kepo kenapa Luhan bisa kenal sama Minseok, jadi gini. Minseok itu alumni Jeguk Middle School dan pernah jadi ketua futsal di sekolah itu. Sementara Luhan adalah anggota futsal. Tapi Luhan gatau kalo Minseok punya adik saking 'anak rumahan' banget si Heerin wkwkwk. Maksa banget ye? Tapi biarin lah.
Anyway review? owo
0 comments:
Post a Comment