Wednesday, June 19, 2013

[Fanfiction] A Bike Night Ride with You

Title: A Bike Night Ride with You (yeah I know I'm not good at titling -_-)

Genre: Romance                                                                                             Rate: T (maybe?)

Disclaimer: The castsexcept original characters are belong to God, themselves, and their family. Plot is mine. :)

Cast:
-EXO members
-Original Characters

Summary: Ketika sebuah kenangan lama terulang kembali...... (I’m not good at summary -_-)

------------------------------------------------------------------------------------------------



Di suatu malam yang cerah—karena banyak bintang yang menyinari langit malam ini, tepatnya di sebuah kafe yang ada di daerah Gangnam.......

“Haahhh.......aku menyesal sekali tidak bisa hadir ke acara ulang tahunnya Sehun-oppa. Andai saja tadi tidak ada kerja kelompok, mungkin aku akan hadir ke acara itu,” keluh seorang yeoja bernama Lee Seungwoo sembari merenggangkan tangannya. Ya, hari ini ia dan temannya, Shin Heerin baru saja pulang dari rumah teman mereka Park Hyunra setelah mengerjakan tugas kelompok bersama. Sedangkan 2 teman mereka yang lain, yaitu Jung Hyeshin dan Kim Yoori sudah pulang terlebih dahulu.

Sementara itu, Heerin yang sedang menikmati hot cappuccino-nya hanya bisa tersenyum memandangi kelakuan temannya itu. Apalagi saat mendengar suatu kata yang bisa membuatnya tersenyum lebar.

“Sudahlah, Seungwoo. Memangnya kau tidak mau mendapat nilai dari Song-seonsaeng? Kan kalau yang tidak ikut bekerja di kelompoknya tidak akan mendapat nilai tambah,” tanya Heerin.

Seungwoo menoleh dan menatap Heerin dengan pandangan yang sulit diartikan. “Aku kan sudah bilang tadi, KALAU MISALNYA tidak ada kerja kelompok sampai selarut ini aku lebih baik datang ke acara ulang tahunnya Sehun-oppa,” jawab Seungwoo sambil menyebut nama Sehun lagi. Ya, tentu saja. Sehun yang dimaksud itu tidak lain dan tidak bukan adalah Oh Sehun sang maknae grup EXO yang sedang naik daun itu.

“Bilang saja kau ingin ke acara ulang tahunnya Sehun karena ingin bertemu dengan Kai. Ayolah, mengaku saja,” ledek Heerin sambil tersenyum jahil.

BLUSH! Mendengar nama bias-nya disebut oleh sahabatnya, wajah Seungwoo langsung memerah. Gotcha!

“A-aish.......ka-kau ini......su-sudahlah! Lupakan saja!” kata Seungwoo malu yang langsung meminum hot chocolate-nya. Sedangkan Heerin malah tersenyum penuh kemenangan. Berhasil juga ia menggoda sahabatnya yang satu ini.

“Lagipula juga, Heerin-ah. Memangnya kau tidak ingin datang ke acara ulang tahunnya Sehun-oppa? Kan banyak sekali fans yang datang kesana. Toh juga dia itu biasmu, kan?” giliran Seungwoo yang bertanya. Membuat Heerin terdiam sejenak. Kemudian ia menoleh kearah Seungwoo sambil tersenyum penuh arti.

“Dia itu bukan sekedar biasku saja, Seungwoo. Apalagi kau tahu sendiri kan, dia baru lulus kemarin,” jawab Heerin. Seungwoo mencoba mencerna arti perkataan Heerin barusan. Sekedar informasi saja. Heerin, Seungwoo beserta ketiga teman mereka yang lain bersekolah di sekolah—tepatnya, SMA—yang sama dengan sekolah tempat Sehun menimba ilmu sebelum ia lulus.

“Oh iya!” pekik Seungwoo tiba-tiba. “Kudengar kalian berdua itu dulu dekat sekali. Benarkah itu?” tanya Seungwoo dengan suara yang pelan agar tidak terdengar oleh pengunjung yang lain. “Lalu kemudian kau menyukainya, begitu? Memangnya bagaimana bisa kalian berkenalan?” Heerin tampak ragu, haruskah ia menceritakannya kepada Seungwoo? Apalagi itu cerita lama. Tepatnya, cerita lama yang tak akan pernah ia lupakan.

“Itu sudah lama sekali. Tepatnya saat dia belum menjadi artis seperti sekarang ini,” kata Heerin.

“Ceritakan saja, sudah! Tidak apa-apa, kok! Jebal~” pinta Seungwoo. Matanya tampak berbinar seolah ia tertarik ingin mendengarkan cerita dari Heerin.

Yeoja bermarga Shin itu menghela nafasnya sejenak, kemudian setelah mengalami perang batin akhirnya ia memutuskan untuk bercerita.

“Semua ini berawal dari saat aku masih kelas 1, sedangkan ia masih kelas 2. Waktu itu, aku baru saja pulang dari sekolah. Lalu.......”


Flashback


Di dekat gerbang sekolah, berdirilah seorang yeoja yang tidak lain adalah Shin Heerin yang saat itu masih berstatuskan siswi kelas 1 Seoul of Performing Arts High School atau biasa disingkat SOPA (Author: saya lupa sama kepanjangannya SOPA itu apa. Kalau ngga salah sih ngga jauh-jauh dari itu. Jadi mohon maaf bila ada salah kata). Jam yang melingkar di tangannya menunjukkan sekarang pukul 16:24. Dan seharusnya dia sudah pulang jam 2 tadi. Namun karena ia menerima ajakan seorang teman sekelasnya yaitu Eunjoo untuk bergabung dalam klub dance akhirnya ia rela untuk pulang sesore ini. Setidaknya Heerin paling lama di sekolah itu jam setengah 3.
Tiba-tiba saja, ponselnya berdering. Heerin segera mengambil ponsel yang ia taruh dikantung blazer sekolahnya itu. Ternyata ada panggilan masuk dari ibunya. Segera ia angkat telepon masuk itu.

“Ne, umma?”
“.........”
“Mwo?!? Pulang sendiri?!?! Memangnya umma dan appa ingin pergi kemana???”
“.........”
“Rumah bibi Joomi? Lalu, Soohyun-oppa?”
“.........”
“Menginap di rumah temannya?? T-tapi.......ne, arasseo. Aku akan segera pulang.”

Heerin pun mengakhiri panggilannya. Ia menghela nafasnya. Lagi-lagi ia harus menjaga rumahnya sendirian. Kedua orangtuanya harus pergi ke rumah kerabat mereka karena kerabat mereka, yaitu bibi Joomi yang disebutkan Heerin tadi, sakit. Sedangkan kakaknya, Soohyun, menginap di rumah temannya karena ada tugas dari dosennya. Dan tugas itu tidak lain adalah tugas kelompok, tentunya.
Lagi-lagi seperti ini,’ batin Heerin. Ia baru saja mau melangkahkan kakinya kalau saja......

“Ya. Chamkkaman.”

........tidak terdengar suara seseorang dari belakangnya. Heerin menoleh ke belakang dan mendapati seorang namja berambut cokelat tua, berperawakan tinggi, tengah membawa sebuah sepeda.

Oh. Heerin tahu namja ini. Dia adalah kakak kelasnya yang bernama Oh Sehun. Anggota klub dance dan sekaligus juga tetangganya. Dan juga terkenal akan wajahnya yang datar atau biasa disebut pokerface. Walaupun bertetanggaan, mereka tidak kenal satu sama lain. Dikarenakan Heerin itu sejenis ‘anak rumahan’ yang berarti ia tidak pernah keluar rumah kecuali karena hal tertentu. Tapi ia tahu namja ini karena kedua orangtuanya dekat dengan kedua orangtua Sehun. Sederhana, bukan?

“Oh. Annyeong haseyo, Sehun-sunbaenim,” sapa Heerin dengan formal. Bahkan ia membungkukkan badannya 90 derajat. Contoh adik kelas yang baik, hmmm.

“Tidak usah seformal itu juga. Toh, orangtua kita kan dekat,” kata Sehun. Heerin memperhatikan wajah namja yang ada di hadapannya ini. Hidung yang mancung, sorot mata yang memiliki kesan tajam, bibir tipis berwarna pink, dan juga kulit yang putih seperti susu. Benar-benar sosok yang sempurna.

Tunggu. Aku ini berpikir apa, sih? Ayolah, Heerin! Ini pertama kalinya kau BENAR-BENAR mengobrol dengan tetanggamu ini! Masa kau bisa langsung terpesona dengannya, sih?’ batin Heerin.

“Sunbae belum pulang?” tanya Heerin. Sehun menggelengkan kepalanya, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Heerin mendengus kesal. ‘Dasar muka datar,’ gerutunya dalam hati.

“Kukira sunbae pulang bersama teman-temanmu,” ujar Heerin mencoba menahan kekesalannya pada namja datar ini.

“Rumah mereka tidak searah denganku,” kata Sehun singkat. “Kau sendiri? Tidak dijemput? Biasanya Soohyun-hyung sering menjemputmu.”

Oh iya, Heerin hampir lupa kalau Sehun dan Soohyun ini cukup dekat. Dan, hei! Bagaimana bisa ia tahu kalau Heerin sering dijemput oleh kakaknya? Tentu saja, rumah mereka bersebelahan. Jadi Sehun bisa tahu kalau Heerin sering dijemput kakaknya.

“Ani. Soohyun-oppa sedang di kampus. Toh ia tak akan sempat menjemputku karena setelahnya ia akan langsung pergi ke rumah temannya untuk mengerjakan tugas dari dosennya. Kemungkinan besarnya sih, ia akan menginap di rumah temannya,” terang Heerin panjang lebar. Tanpa disadari, Sehun tersenyum tipis. Sangat tipis bahkan tidak terlihat seperti senyuman.

“Bagaimana kalau kita pulang bersama saja?” tanya—tepatnya tawar—Sehun dengan nada (yang masih) datar.
Mendengar itu, Heerin tersentak.

“M-Mwo?!?! A-ani, tidak usah! Aku bisa pulang sendiri, kok!!” tolak Heerin dengan nada halus sebisa mungkin.

“Oh ayolah. Rumah kita ini bersebelahan, bukan? Lebih baik kita pulang bersama saja,” ujar Sehun. Heerin merutuk dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa lupa kalau mereka itu bertetanggaan? Ia menghela nafasnya sejenak, sebelum akhirnya ia menerima tawaran Sehun.

“Baiklah, kkaja.” Sehun tersenyum lagi. Namun beda dengan yang tadi, senyumnya yang kali ini terlihat begitu........lembut. Dan tentunya lebih lebar dari yang tadi.

DEG!

Jantung Heerin berdetak kencang saat melihat namja bermarga Oh itu tersenyum. Pipinya terasa memanas. Ia langsung menundukkan kepalanya agar Sehun tidak melihat wajahnya yang ia yakini sedang memerah seperti kepiting rebus itu.

“Naiklah,” Heerin menoleh kearah Sehun yang sudah menaiki sepedanya itu. Tangan kirinya menepuk tempat duduk belakang sepeda itu.

“E-eh? O-oh.....b-baiklah,” Heerin tampak ragu saat ia ingin duduk di sepeda itu. Sedikit informasi, Heerin itu tidak bisa naik sepeda. Waktu ia masih kecil, saat belajar menaiki sepeda ia pernah terjatuh. Semenjak saat itu Heerin tidak ingin menaiki sepeda lagi.

“Berpegangan saja padaku,” titah Sehun. Yang diperintah(?) seperti itu mengerutkan dahinya.“Kau tidak bisa naik sepeda, kan?” tanya Sehun yang membuat Heerin tertusuk beribu-ribu jarum. Sepertinya ia tahu siapa yang memberitahu Sehun soal rahasia kecilnya.

“Erghh.......umma, Soohyunie-oppa......” gerutu Heerin pelan, namun Sehun bisa mendengarnya. Dan tentu saja, ia hanya bisa tertawa pelan. Memang benar kan, ia tahu itu semua dari ibunya Heerin dan Soohyun?

“Baiklah, kita berangkat,” Sehun mulai mengayuh sepedanya. Refleks, Heerin langsung (ehem) memeluk pinggang Sehun saking takutnya karena setelah sekian lama ia naik sepeda lagi. Yang dipeluk pinggangnya sempat kaget sejenak. Namun ia tahu kalau Heerin memang takut naik sepeda.

“Tenang saja, nanti aku akan mengayuhnya dengan pelan. Jangan takut, ne?” Sehun berusaha menenangkan Heerin. Dan benar saja, Heerin langsung merasa sedikit tenang apalagi saat mendengar suara Sehun yang lembut dan agak serak-serak basah itu.

Perjalanan yang ditempuh oleh mereka berdua terasa begitu tenang dan sunyi. Karena tidak ada satupun dari mereka yang berbicara. Saking tenangnya, suasana terasa begitu awkward. Dan Heerin tidak ingin suasana terus-terusan seperti ini. Ia pun memutuskan untuk membuka pembicaraan.

“Eumm......sunbae. Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Heerin agak hati-hati.

“Ne, tentu saja,” sahut Sehun.

“Kudengar kau menjadi trainee di SM Entertainment. Apakah rasanya......menyenangkan selama menjadi trainee disana?” tanya Heerin. Namun Sehun tidak menjawab. Dia malah diam, fokus kepada jalanan yang tengah dilintasinya dan sepedanya ini.

Uh oh......sepertinya aku salah bertanya,’ batin Heerin.

“Awalnya sih terasa menyiksa. Apalagi dengan adanya pelatihan yang berat. Namun jika kau bisa mengimbangi itu semua, dan juga mempunyai banyak teman disana sih, pasti akan terasa menyenangkan. Kalau kataku sih, begitu,” jawab Sehun panjang lebar.(Author: HAHAHAHAHA saya ngga begitu tau apa yang ada di benak Sehun kalo ditanya saat-saat ia menjadi trainee. Tapi semoga readers pada senang dengan jawaban ciptaan saya itu =w=)

“Memangnya teman-teman disana sangat baik, ya?”

“Ada yang baik, ada yang tidak, sih. Dan tentu saja, aku lebih memilih untuk berteman dengan yang baik itu.”

“Apakah........menjadi artis itu sudah menjadi impian sunbae?”

Sehun tersenyum, kemudian menjawab, “Ne, tentu saja.” Kini gilirannya yang bertanya kepada Heerin. “Kalau kau sendiri?”

“Eh? Apanya?” tanya Heerin bingung.

“Impianmu sendiri apa?” Sehun mengulang pertanyaannya.

Heerin berpikir sejenak. Jujur, ia sendiri masih bingung akan menjadi apa nanti. “Mollayo. Inginnya sih menjadi penulis, tapi akhir-akhirnya malah masuk sekolah seni.”

Sehun tertawa, dan membuat Heerin terpana mendengar suara tawanya itu. Suaranya terdengar begitu jernih di telinganya. Sepertinya Heerin memang benar-benar mengagumi sosok Oh Sehun.

“Tergantung kau ingin menjadi penulis apa dulu,” kata Sehun.

“Inginnya sih menjadi penulis cerita. Aku tidak begitu tertarik menjadi penulis biografi,” jelas Heerin.

“Bukankah menulis cerita termasuk seni juga? Maksudku seni sastra.”

“Tapi kan sekolah kita berdua itu sekolah khusus untuk para calon artis, bukan calon penulis sepertiku. Namanya saja ‘Seoul of Performing Arts High School’.”

Lagi-lagi Sehun tertawa. Ia merasa nyaman mengobrol dengan Heerin. Sebenarnya banyak yeoja-yeoja berbicara dengannya. Itupun juga karena kebanyakan dari merasa terkagum-kagum dengan namja tampan macam Sehun. Namun dengan Heerin.........rasanya berbeda.

“Jangan tertawa, sunbae,” omel Heerin walau sebenarnya ia menyukai suara tawa Sehun yang unik itu.

“Habisnya kau lucu sekali, sih.”

Heerin merasakan wajahnya memerah mendengar pujian (menurutnya) dari Sehun. Walau ia yakin Sehun berkata seperti itu karena perkataannya tadi, tapi tetap saja itu berdampak besar bagi seorang Shin Heerin.

“Sunbae,” panggil Heerin.

“Ne?”

“Apa kau sudah punya pacar?” tanya Heerin agak serius. Namun kemudian ia merutuk dirinya sendiri. Kenapa juga ia harus bertanya seperti itu? Sepertinya ia memang benar-benar jatuh pada pesona seorang Sehun.

“Ani. Aku tidak punya pacar,” jawab Sehun singkat. Namun jawaban singkat itu cukup untuk membuat jantung Heerin bergemuruh lagi. Apakah ia mempunyai kesempatan? Heerin langsung menggelengkan kepalanya. ‘Jangan berpikiran seperti itu juga, Heerin-ah.

“Wae? Bukankah banyak yeoja yang memuja-muja ketampananmu itu? Bahkan tidak sedikit yang dekat denganmu,” tanya Heerin yang lebih terdengar seperti cemburu begitu mengucapkan kalimat terakhir. Ia memang tahu dari teman-temannya yang juga merupakan penggemarnya Sehun kalau banyak yeoja yang mendekati Sehun. Istilahnya sih, ‘sok kenal sok dekat’. (-_-)

“Mungkin karena tidak ada yang cocok denganku,” jawab Sehun singkat. Heerin tersentak mendengarnya.

“Namun saat aku mulai mengobrol denganmu seperti saat ini, rasanya amat berbeda,” lanjutnya. Kembali Heerin merasakan jantungnya berdetak kencang karena mendengar ucapan Sehun tadi.

“Padahal orangtua kita berdua dekat, rumah kita bersebelahan, namun kita tidak dekat. Saling sapa saja tidak pernah, bagaimana mau mengobrol satu sama lain? Makanya aku kaget kita bisa berbicara seperti saat ini. Apalagi kudengar kau itu anak yang pemalu, Heerin-ah,” terang namja berambut coklat tua itu. Heerin tertegun mendengar perkataan Sehun itu. Apalagi saat Sehun memanggilnya ‘Heerin-ah’. Ia kembali merasakan wajahnya memanas.

“Ah, kita sudah sampai,” suara Sehun menyadarkan Heerin dari lamunannya. Benar, mereka memang sudah sampai di depan rumah Heerin. “Heerin-ah, kenapa rumahmu sepi sekali? Apa ahjumma pergi?” tanya Sehun.

“N-ne. Umma dan appa pergi ke rumah bibiku,” jawab Heerin, masih merasakan gugup karena perkataan Sehun tadi.

“Itu berarti kau sendirian di rumah malam ini?”

Heerin hanya mengangguk.

“Bagaimana kalau kau menginap di rumahku saja?”

Heerin menatap Sehun tidak percaya. Sedangkan Sehun sudah tersenyum lembut seperti tadi. Kemudian Heerin
teringat akan perkataan teman-temannya. “Sehun-sunbae itu jarang sekali tersenyum. Kata teman dekatnya, ia hanya tersenyum kepada orang yang ia anggap bisa dipercaya.” Apa itu berarti.......Heerin sudah masuk dalam daftar ‘orang-orang yang bisa dipercaya Sehun’? Toh ia juga tidak mengerti maksud dari ‘orang yang bisa dipercaya’ itu apa.

“E-eh...?? M-memangnya, tidak apa-apa?” tanya Heerin ragu.

“Tentu saja tidak apa-apa. Toh, ibuku pasti tidak akan keberatan. Lagipula juga kita bisa berangkat bersama lagi ke sekolah besok,” jawab Sehun—senyum masih tidak luput dari wajahnya.

Untuk pertama kalinya, seorang Shin Heerin merasa bahagia seperti ini. Sangat bahagia, bagaikan melayang di langit ketujuh bersama para bidadari. Lantas, bagaimana dengan bidadaranya? Tentu saja, bidadara-nya adalah namja yang tidak lain adalah Oh Sehun.

Semenjak saat itu, Heerin dan Sehun menjadi begitu dekat. Setiap berangkat ke sekolah dan juga pulang sekolah, mereka selalu bersama. Dan Heerin juga dapat merasakan kalau sepertinya ia jatuh cinta kepada Sehun. Tepatnya, jatuh cinta untuk pertama kalinya. Intinya, Sehun adalah cinta pertama Heerin.

Namun, kebahagiaan itu harus sirna saat mereka berdua naik kelas. Saat Heerin naik ke kelas 2 dan Sehun naik ke kelas 3. Apalagi dengan diperkuat adanya berita kalau grup baru SM akan debut. Dan Sehun adalah salah satu anggota dari grup baru itu. Itu berarti, Heerin dan Sehun tidak akan bisa menghabiskan waktu mereka bersama lagi seperti biasanya. Sehun akan pindah ke sebuah dorm bersama anggota-anggota dari grup baru itu.

Tidak lama kemudian, setelah grup baru SM yang bernama EXO itu debut, Heerin hanya bisa memandangi sang pujaan hati dari layar kaca saja. Saat pertama kali melihat EXO tampil di televisi, Heerin menangis. Antara bahagia karena impian Sehun bisa terkabulkan atau sedih karena kesepian. Tapi kalau boleh jujur.........ia lebih merasa kesepian. Tidak akan ada lagi saat-saat dimana mereka bersama seperti dulu. Di sekolah saja, mereka sudah jarang bertemu.

Heerin benar-benar ingin saat seperti itu kembali.........


End of Flashback


“.......begitulah ceritanya,” Heerin mengakhiri ceritanya. Suaranya terdengar begitu lemah dan parau, seolah ia ingin menangis. Seungwoo yang sedari tadi menjadi pendengar setia, memandangi temannya dengan prihatin. Ia merasa bersalah karena telah membuat Heerin mengungkap kisah lama.

“H-Heerin-ah......mi-mianhae karena aku telah membuatmu mengungkap kisah lamamu itu. Aku tahu kau pasti sedih setiap memikirkan saat-saat seperti itu,” sesal Seungwoo. Ia benar-benar merasa tidak enak pada sahabatnya itu.

Heerin tersenyum kepada temannya. “Gwaenchana, Seungwoo. Aku malah merasa enakan berbagi cerita seperti itu. Apalagi kepada sahabatku sendiri,” tukas Heerin.

“Jeongmalyo?”

“Ne, jeongmal.”

Seungwoo menghela nafasnya lega. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia segera mengambil ponselnya yang ia taruh di atas meja kafe itu.

“Ne, appa?”
“............”
“Eh? Sudah hampir sampai? Baiklah. Annyeong.”

Seungwoo mengakhiri telepon.

“Heerin-ah, ayahku sudah mau sampai kemari. Apa kau mau pulang bersamaku?” tawar Seungwoo. Heerin menggelengkan kepalanya.

“Tidak usah, Seungwoo. Aku bisa pulang sendiri. Toh rumahku juga tidak jauh dari sini,” tolak Heerin halus. Seungwoo memandangnya khawatir.

“Yakin kau tidak apa-apa?” tanya Seungwoo khawatir.

Lagi-lagi, Heerin menggelengkan kepalanya. “Ne, na gwaenchana,” jawabnya singkat yang diakhiri senyuman. Ia pun beranjak dari duduknya dan mengambil barang-barangnya. “Kalau begitu aku pulang duluan ya. Annyeong,” pamit Heerin. Ia berjalan menuju pintu kafe.

“Ne! Hati-hati, Heerin-ah!” seru Seungwoo. Heerin tertawa pelan melihat kelakuan temannya itu. Ia pun meninggalkan kafe dan berjalan menuju rumahnya.

Di perjalanan, Heerin tampak memikirkan sesuatu. Apa lagi kalau bukan tentang cerita masa lalu itu? Antara ia dengan Sehun?

Tiba-tiba, air mata mulai menetes dari matanya. Heerin menangis, namun dalam diam. Tanpa isakan. Ia tersenyum mengenang semua kebersamaannya dengan Sehun. Dan itu semua tidak akan bisa dilupakan.

Namun, isakannya mulai terdengar saat ia berpisah dengan Sehun. Saat Sehun mengucapkan kalimat yang terus terngiang di otaknya saat ia memikirkan Sehun.

Heerin-ah, mungkin kita tidak akan bertemu dalam waktu yang lama. Mungkin kita tidak akan bisa bersama seperti biasanya.Tapi aku berharap semoga kau tidak melupakanku, arasseo? Oh! Dan jangan lupa untuk mendukungku saat aku sudah debut nanti, ne?

Itulah kalimat dari Sehun yang diucapkannya dengan nada serius—kecuali untuk kalimat terakhir. Yang kemudian diakhiri dengan senyuman lembut itu dan sebuah pelukan hangat untuk Heerin.
Mengingat hal itu membuat airmata yang keluar dari mata Heerin semakin deras. Semakin lama, isakannya semakin jelas. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“.......Heerin-ah? Apa itu kau?”

Heerin tersentak saat mendengar sebuah suara yang memanggilnya. Suara itu........tidak mungkin. Pasti ini pengaruh karena terlalu banyak memikirkannya. Jadi lebih baik ia tetap menangis saja seperti itu. Namun ternyata kenyataan berkata lain.

“Ya. Gwaenchana? Dan.......apakah kau menangis?”

Heerin mulai menengok kearah sumber suara. Dan tangisannya semakin menjadi saat mengetahui siapa ia memanggilnya.

Seorang namja dengan rambut berwarna campuran antara pink dengan pirang cerah dan sedang menaiki sepeda, yang Heerin dapati kini. Namja itu memandangnya dengan raut wajah yang kaget, melihat Heerin tengah menangis.
Kejadian ini kembali terulang lagi. Hanya saja, dengan keadaan yang berbeda.

“OMO!” namja itu segera turun dari sepedanya, tidak peduli dengan sepedanya yang langsung jatuh begitu saja. Ia menghampiri Heerin.

“Heerin-ah, gwaenchana? Dan juga......sedang apa kau disini sendiri malam-malam begini? Memangnya Soohyun-hyung tidak menjemputmu?” tanya namja itu khawatir sambil memegang kedua bahu Heerin. Heerin hanya diam sambil memandangi wajah namja itu. Jangan lupakan airmata yang masih dengan setia turun dari matanya dengan deras.

“S-S-Sehun.......oppa........” panggil—atau lirih?—Heerin. Sekadar memberi tahu kalian. Setelah mereka berdua sudah semakin dekat, Heerin mulai memanggil Sehun dengan panggilan ‘oppa’.

Sementara itu, namja yang ternyata Sehun itu langsung mengusap airmata Heerin yang membasahi pipinya dengan ibu jarinya. “Uljimayo. Tenanglah, aku ada disini,” ucap Sehun mencoba menenangkan Heerin.

Tanpa ragu lagi, Heerin langsung memeluk tubuh tinggi itu. Aroma tubuhnya masih sama seperti dulu. Dan ia benar-benar merindukannya. Ia amat merindukan Sehun.

“O-oppa........bo-bogoshipeo.......jeongmal......b-bogoshipeo.......” kata Heerin disela isakannya. Dan ia jujur kalau ia memang merindukan sosok yang tengah dipeluknya ini.

Sehun membalas pelukan Heerin. Ia mengusap kepala Heerin dengan lembut sambil membalas, “Nado. Nado bogoshipeo, Heerin-ah........sudah lama sekali kita tidak bertemu, ya.”

Heerin tidak merespon. Ia hanya tersenyum bahagia. Akhirnya ia bisa bertemu lagi dengan cinta pertamanya lagi setelah sekian lama.

******

“Seharusnya kalau kau memang pulang malam, kau bisa minta dijemput oleh Soohyun-hyung kan?” tanya Sehun sambil mengayuh sepedanya. Sementara Heerin duduk di belakang. Kedua tangannya memeluk pinggang Sehun. Benar-benar mengulang kejadian lama, eoh?

“Soohyun-oppa sudah mau lulus. Toh dia sekarang sudah benar-benar sibuk dengan skripsinya. Jadinya ia lebih sering menginap di rumah temannya. Katanya sih begitu,” jawab Heerin sambil tersenyum. Sehun masih seperti yang dulu, begitu perhatian kepadanya.

“Ahjumma dan ahjussi?”

“Dinas ke luar kota.”

“Lalu kau dirumah sendiri lagi?”

“Seperti biasa, ibumu mengajakku untuk menginap kalau aku harus jaga rumah sendiri.”

Sehun menghela nafasnya lega. Untung saja Heerin tidak kenapa-napa, pikirnya.

“Sekolahmu bagaimana? Apakah lancar-lancar saja?” tanya Sehun lagi.

Heerin memutar bola matanya—namun tetap tersenyum. “Oppa ini bertanya terus,” kata Heerin pura-pura kesal.

“Ayolah, Heerin-ah. Sekarang kau sudah berada di tahun ketiga. Kalau misalnya kau tidak lulus bagaimana?”
Heerin terkikik pelan mendengarnya. Satu lagi yang tidak berubah dari Sehun, terkadang kalau sudah bawel bisa menandingi kebawelan seorang ahjumma. Dan hal itu hanya berlaku kepada dirinya saja. Kepada Heerin.

“Tenang saja, oppa. Ini masih semester pertama. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai,” ujar Heerin yang diakhiri tawa. Giliran Sehun yang memutar bola matanya karena kesal. Heerin masih seperti yang dulu ternyata, pikirnya.

“Aku hanya khawatir padamu. Selama aku tidak berada disampingmu seperti dulu, aku takut. Takut kalau kau misalnya kenapa-napa. Takut jika seandainya kau melupakanku. Dan takut kalau seandainya...........kau menemukan yang lain dariku,” ungkap Sehun. Mendengar perkataannya membuat Heerin terperangah. Jantungnya berdegup begitu kencang. Wajahnya memanas. Dan perutnya terasa seperti ada kupu-kupu yang berterbangan kesana kemari.

Heerin mengeratkan pelukannya pada pinggang Sehun. “Pabo. Tentu saja aku tidak akan kenapa-napa. Aku juga tidak akan melupakan oppa,” kata Heerin sambil menyamankan posisi duduknya. Wajahnya—tepatnya pipi kanannya, ia tempelkan pada punggung Sehun. Benar-benar terasa begitu nyaman bagi Heerin.
Namun kemudian ia teringat akan kalimat terakhir yang diucapkan Sehun tadi. “Dan takut kalau seandainya...........kau menemukan yang lain dariku.”

“Oh iya, oppa,” panggil Heerin.

“Ne?”

“Maksudmu kau takut kalau seandainya aku bertemu dengan yang lain darimu itu apa?” tanya Heerin hati-hati. Mendengar itu, Sehun tersenyum penuh arti. Hanya yang disayangkan, Heerin tidak dapat melihatnya.

“Kita sudah sampai, Heerin-ah,” jawab Sehun—sebenarnya sih, bermaksud mengalihkan pembicaraan. Heerin menggembungkan pipinya kesal. ‘Kenapa juga harus disaat seperti ini sih?’ batinnya kesal.

Benar saja, mereka sudah berada di depan sebuah rumah. Sang tuan putri—ehem, maksudnya Heerin pun langsung turun dari kereta kuda sang pangeran—maksudnya sepeda Sehun.

“Ini kan rumahmu, bukan rumahku,” kata Heerin dengan nada agak meledek saat menyadari kini mereka berada di depan rumah keluarga Oh. Yang diledek hanya nyengir saja.

“Rumahku juga rumahmu, pabo,” tukas Sehun sambil mengacak rambut Heerin.

Oh......sentuhan ini........ia amat merindukannya juga. Banyak sekali hal-hal yang ia rindukan dari Sehun.

“Oppa tidak mampir dulu?” tanya Heerin yang lebih terdengar seperti lirihan. Ia tahu setelah ini ia tidak akan bertemu lagi dengan Sehun karena ia akan sibuk dengan kegiatan keartisannya.

“Inginnya sih, begitu. Tapi nanti manajer-hyung akan memarahiku karena pulang telat,” jawab Sehun dengan raut wajah sedih. Bagaimanapun juga ia merindukan keluarganya, bukan?

Heerin hanya mengangguk pelan. Ingin rasanya ia menangis lagi saat mengetahui kalau ia akan berpisah lagi dengan Sehun.

“Nanti akan kutitipkan salam darimu kepada mereka,” ucap Heerin sebelum ia berbalik.

“Ah iya. Heerin-ah!” panggil Sehun. Heerin menoleh.

“Waeyo, oppa?”

“Tadi aku belum sempat menjawab pertanyaanmu, bukan?” tanya Sehun sambil tersenyum penuh arti. Heerin berpikir sejenak. Pertanyaan? Oh! Pertanyaan itu.

“N-ne.....silahkan.”

Tiba-tiba, satu tangan Sehun menggenggam tangan Heerin dengan erat namun terasa hangat bagi Heerin sedangkan tangannya yang lain .Yang dipegang tangannya tersentak kaget. Jantungnya kembali berpacu tidak karuan dan wajahnya memanas. Untung saja sekarang sudah malam hari. Jadi ia tidak perlu panik seandainya Sehun melihat wajahnya sekarang.

“Tadi aku sempat bilang kalau aku takut kau melupakanku, benar begitu? Dan itu ada kaitannya dengan pertanyaanmu tadi,” ujar Sehun. Heerin mengerutkan dahinya, tidak mengerti maksud perkataan Sehun. Namun ia mengangguk saja.

“Aku takut.........disaat aku sudah tidak berada disampingmu, kau mulai melupakanku. Dan kemudian......eumm........kau menyukai seorang namja, lalu berpacaran dengan namja itu, dan kemudian.........ah sudahlah! Intinya aku takut kehilanganmu, Heerin-ah!” Heerin tertegun mendengar jawaban Sehun. Takut kehilangan dirinya? Dan, oh. Apa ia tidak salah kalau ia melihat wajah Sehun memerah?

“M-maksud.....oppa?” Heerin masih tidak mengerti, namun pikirannya merasa kalau pembicaraan ini mengarah kepada suatu hal tertentu.

Tangan Sehun yang masih menggenggam tangan Heerin kemudian menariknya dan........Heerin bisa merasakan sesuatu yang hangat pada bibirnya. Ya, kini Sehun tengah mencium bibir Heerin dengan begitu lembut. Heerin membelalakkan matanya, kaget akan perlakuan Sehun yang tiba-tiba. Namun melihat Sehun yang memejamkan kedua matanya, Heerin pun juga memejamkan kedua matanya. Mencoba menikmatinya.

Tak lama, Sehun melepas tautan bibir mereka dan membuka kedua matanya. Begitu pula dengan Heerin. Sehun menatap Heerin dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

“Saranghae, Shin Heerin. Jeongmal saranghae,” ucap Sehun dengan nada yang sangat tulus. Heerin terkejut. Jantungnya berpacu makin tidak stabil, wajahnya memerah sempurna bahkan sampai ke telinganya, dan perutnya lagi-lagi merasakan rasa aneh seperti tadi.

“Maafkan aku karena aku tidak bisa menjagamu dan berada disampingmu seperti dulu. Yang bisa kulakukan hanyalah menjalani kehidupanku yang sekarang—sebagai seorang artis. Walau begitu, otakku tidak bisa melupakan bayang-bayangmu. Hatiku tidak bisa melupakan semua perasaan ini semenjak kita pertama berbicara satu samalain. Dan mengulang kata-kataku tadi, aku sangat takut jika kau melupakanku dan jika aku kehilanganmu karena orang lain.”

Hati Heerin terenyuh mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Sehun. Jadi selama ini, dari awal Sehun juga sudah merasakan hal yang sama? Spontan airmata Heerin kembali tumpah. Namun bukan karena airmata karena kesedihan, melainkan karena kebahagiaan.

“A-aku......a-aku......n-nado saranghae, Sehun-oppa!” kata Heerin bahagia. Saking bahagianya, ia memeluk Sehun dalam keadaan terlalu bersemangat. Membuat Sehun yang masih duduk di sepedanya hampir saja terjatuh bersama sepedanya kalau saja ia tidak langsung turun dari sepedanya dan segera menahan sepedanya agar tidak jatuh lagi. Bagaimanapun juga sepeda itu hadiah dari fansnya. Dan ia harus menghargainya.

Sehun memandang Heerin, begitu juga Heerin yang langsung memandang Heerin. Kemudian mereka tertawa bersama. Entah tertawa karena apa—mungkin karena yang tadi, yang jelas mereka tertawa karena bahagia.

Tiba-tiba ponsel Sehun berbunyi. Ia tahu betul itu dari manajernya. Ia segera menerima panggilan masuk itu.

“Ne, hyung. Aku sudah hampir sampai. Tadi aku berhenti dulu di dekat kedai bubble tea.”

Heerin tertawa mendengar kebohongan Sehun. Dasar penggila bubble tea.

“Arasseo, hyung.” Setelah itu ia mengakhiri telepon.

“Mianhae, jagi. Aku harus pulang ke dorm. Oh iya, aku boleh meminta nomormu kan? Sebagai gantinya, kau boleh mendapat nomorku hehehe,” tukas Sehun yang diakhiri cengirannya. Heerin memutar bola matanya, alih-alih dengan wajah memerah karena Sehun memanggilnya ‘jagi’ tadi.

Setelah bertukar nomor ponsel, Sehun pun segera menaiki sepedanya. “Baiklah. Sampai bertemu lagi, jagi.........tepatnya di SMS nanti hehehe. Salam buat ummadeul dan appadeul,” pamitnya.

“Mwo? Ummadeul dan appadeul?” tanya Heerin sambil mengerutkan dahinya.

“Ne. Kedua orangtuaku dan juga kedua orangtuamu. Kan nanti mereka (red: kedua orangtua Heerin) akan jadi mertuaku hehehe,” jawab Sehun diakhiri dengan cengiran jahilnya.

BLUSH! Wajah Heerin memerah lagi, bahkan sampai ketelinganya. Melihat wajah yeoja-nya memerah seperti itu, Sehun tersenyum penuh kemenangan—atau tersenyum evil?—. “Sampai bertemu nanti, jagi. Annyeong!” kemudian ia mengayuh sepedanya menuju dorm.

“Ya! Ya! Mau pergi kemana kau, oppa?!?! Kau harus bertanggung jawab!!!!” teriak Heerin pura-pura marah. Kemudian ia pun tertawa melihat kelakuan namja-nya itu. Biarkan saja ini menjadi rahasia mereka berdua dan juga Tuhan. Biarkan orang lain tidak mengetahuinya sampai saatnya tiba nanti. Asalkan Heerin bisa merasa bahagia karena pada akhirnya ia bisa bersama Sehun kembali (walau secara tidak langsung).

Dan selamanya.



END.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hai~ '-'v

Gue akhirnya mengupdate blog ini dengan mem-posting salah satu FF karya gue yang gagal ini. Sebenarnya ini udah gue post di notes FB. Tapi setelah gue pikir-pikir, apa salahnya gue post di blog? Dan akhirnya gue putuskan untuk post FF absurd ini di blog. FF ini sendiri udah gue bikin belum lama ini sih (atau udah lama?). Bikinnya pas ultahnya Sehun, tepatnya gara-gara ngeliat foto dia naik sepeda pas pulang dari acara ulang tahunnya.

Buat kalian yang baca ini, maaf kalo FF ini agak (atau emang) cacat nan absurd. Gue bukanlah master dalam hal membuat FF seperti yang dilakukan oleh para author dari AFF. Mereka mah udah dewa-dewa (=_=). Tapi ya setidaknya gue harap FF ini bisa menjadi obat bosan kalian~ *membungkukkan badan 90 derajat*

Kalo bisa, review ya~ ^^ Arigatou/Kamsahamnida/Thank You/Xie Xie/Terima Kasih~

0 comments:

Post a Comment

 
;